Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 16]

16 Januari 2019   12:16 Diperbarui: 16 Januari 2019   12:19 71 5
Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12 - Bagian 13 - Bagian 14 - Bagian 15





Hari berikutnya Pak Elang datang kembali ke rumah Noya, untuk menemui orang tua Noya. Maksud kedatangan Pak Elang hanyalah untuk meminta izin kepada orang tua Noya, agar Pak Elang diizinkan mengajak Akil berkeliling di sepanjang desa seberang padang ilalang. Tentu, untuk mencari keluarga Akil.

"Kemarin lusa, saya dan Akil terbang ke desa Bukit Permai. Tetapi, Akil tidak mengenal desa itu. Mungkin besok saya dan Akil mau ke desa Meadow Green. Barangkali keluarga Akil ada di sana," kata Pak Elang kepada orang tua Noya.

"Bagaimana baiknya menurut Pak Elang saja. Dan saya sangat berterima kasih kepada Pak Elang yang begitu peduli dengan Akil, bangsa kami," jawab ayah Noya dengan penuh hormat.

"Akil, persiapkan dirimu besok. Kita akan terbang lagi mencari keluargamu. Banyak istirahat. Cukup makan dan juga cukup tidur!" kata ayah Noya kepada Akil.

"Iya, Paman. Tapi aku belum mau berpisah sama Noya. Jika nanti aku sudah menemukan keluargaku, Noya buat aku ya!" kata Akil dengan polosnya.

"Noya ya tetap di sini, Akil!" jawab ibu Noya dengan santai.

"Noya milik ayah dan ibunya, Akil. Jika nanti kalian mau saling mengunjungi, itu sangat diperbolehkan," kata Pak Elang kepada Akil.

"Aku mau Akil tetap di sini. Akil tidak boleh pergi!" kata Noya dengan suara manjanya yang sedikit keras.

Setelah perdebatan selesai dan saling memberikan pengertian, mereka pun makan-makan. Sangat lahap dan tetap menjaga etika. Noya sudah bisa makan sendiri. Tidak disuapi lagi dan juga tidak semanis dulu lagi.

Ketika malam menjelang, Akil dan Noya pun tetap bermain dan bernyanyi bersama. Berkali-kali ayah dan ibu Noya mengingatkan Akil untuk segera tidur, namun tidak dihiraukannya.

"Akil, sekarang aku sudah tidak cengeng lagi. Karena aku senang ada kamu di sampingku," kata Noya dengan nada yang lembut dan senyum yang tipis.

"Noya kan sudah besar. Lebih besar dari aku!" jawab Akil dengan polos.

"Akil, kenapa kamu tidak membuatkan lagu untukku lagi? Aku mau dibuatkan lagu. Lalu kita menyanyi sambil menari lagi," pinta Noya kepada Akil.

"Lagu apa ya?" tanya Akil yang masih kebingungan dengan lagu yang akan dipilih.

"Lagu Noya, lho!"

"Ya ya ya! Lagu Noya ya, nadanya seperti lagu si Kancil."

"Seperti apa lagunya, Akil?" tanya Noya yang sudah tidak sabar.

"Si Noya sudah besar, sekarang tidak nakal. Serta rajin belajar, supaya cepat pintar."

"Bagus sekali. Ayo nyanyi lagi!" kata Noya yang merasa tertarik dengan lagi tersebut.

Kemudian mereka bernyanyi dan menari bersama. Dengan semangat dan penuh canda tawa. Ayah dan ibu Noya pun menyaksikan dengan rasa bangga dan puas. Bangga dengan Akil yang sudah mulai bisa ngemong Noya, sudah tidak suka memukul lagi dan selalu rajin bekerja. Pun bangga dengan Noya yang kini lebih mandiri, lebih ceria dan sudah tidak cengeng lagi.

"Wah, kalian pintar ya! Hari sudah larut malam. Ayo lekas tidur ke kamar masing-masing," suruh ibu Noya kepada Akil dan Noya.

"Iya, Ibu! Akil selamat tidur. Mimpi indah ya!" kata Noya kepada Akil dengan senyum ramahnya.

"Selamat tidur Noya, mimpi indah juga ya! Bibi selamat tidur, mimpi indah ya!"

Kemudian mereka pun segera menuju kamar masing-masing. Mereka menuruti kata ibu Noya, karena mereka sudah lelah dan mengantuk. Noya tidur dengan mudah, tidak lagi rewel seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah pagi menjelang, Akil menjalankan rutinitas seperti biasa di rumah Noya. Tetapi kali ini dibantu oleh Noya, yang juga bangun lebih awal. Akil sangat senang ada yang mantunya. Noya pun demikian, merasa senang bisa membantu Akil.

Setelah pekerjaan selesai, lalu mandi dan menggosok gigi. Kemudian sarapan pagi. Sarapan pagi pun Noya sudah tidak disuapi. Beberapa saat setelah sarapan selesai, Pak Elang pun datang untuk menjemput Akil. Akil sudah siap dengan tanpa bekal. Padahal ibu Noya sudah menyiapkan sedikit bekal.

"Bibi, di luar sana banyak buah-buahan yang siap makan. Dan juga ada sungai yang airnya mengalir jernih. Jadi tidak perlu membawa bekal. Aku juga kerepotan jika harus membawa bekal. Nanti Paman Elang menggendong beban yang lebih berat jadinya," kata Akil yang berusaha memberi alasan untuk menolak.

"Oh, begitu! Ya sudah jika itu alasannya. Jaga dirimu baik-baik ya!" kata ibu Noya sambil bersalaman dengan Akil.

Akil lalu mencium tangan ibu Noya yang disalaminya. Kemudian bersalaman dengan ayah Noya, lalu mencium tangan ayah Noya. Selanjutnya bersalaman dengan Noya, dan diakhiri dengan tos tangan.

"Hati-hati, Akil. Aku selalu berdoa untukmu!" kata Noya sambil melambaikan tangan saat Pak Elang mulai terbang sambil menggendong Akil.

Ayah dan ibu Noya pun juga ikut melambaikan tangan, yang diiringi dengan doa.

"Ayah! Ibu! Semoga Akil baik-baik saja, dan tidak bertemu dengan keluarganya!" kata Noya yang membuat kaget ayah dan ibunya.

"Noya, kenapa berkata seperti itu?" tanya ibu Noya selanjutnya.

"Karena aku tidak mau berpisah dengan Akil. Aku mau Akil tetap di sini bersamaku. Aku tidak mau Akil bertemu keluarganya!" jawab Noya yang mulai berlinang air matanya.

Ibu Noya hanya memeluk Noya sambil membimbing menuju kamar. Ibu Noya tahu jika Noya sedang akrab-akrabnya dengan Akil, sehingga terasa berat untuk menerima kenyataan jika Akil kembali kepada kuarganya.




Bersambung... 



Ditulis oleh Lina WH

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun