Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 13]

14 Januari 2019   10:43 Diperbarui: 14 Januari 2019   11:06 90 2
Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12

Setelah istirahat dirasa cukup, Pak Elang dan Akil pun memutuskan untuk terbang kembali pulang. Matahari sore sangat redup dan angin bertiup sangat sejuk.

"Paman, anginnya sejuk. Dan ini membuatku sangat mengantuk," kata Akil kepada Pak Elang.

"Jangan tertidur, Akil! Itu berbahaya. Tetaplah berpegangan. Dan lihatnya pemandangan di bawah sana," kata Pak Elang yang melarang Akil tidur.

"Itu pohon waru tempat tinggal Noya. Sudah kelihatan!" kata Akil dengan girang setelah melihat pohon waru besar tempat tinggal Noya.

"Dan pucuk pohon waru besar itu rumahku, Akil!"

"Iya, rumah Paman sangat indah. Boleh aku mampir?" tanya Akil kepada Pak Elang.

"Boleh, Akil. Tapi rumahku sangat sempit. Kamu juga harus berhati-hati saat singgah di sana. Karena rumahku berada di atas ketinggian. Jika kamu tidak hati-hati, kamu bisa terjatuh," lanjut Pak Akil.

"Baiklah, Paman! Aku akan berhati-hati."

Pak Elang lalu mendarat tepat di atas rumahnya. Kemudian, dengan perlahan Akil masuk. Akil kagum dengan keindahan rumah Pak Elang. Sangat bersih dan barang-barang tertata dengan rapi.

"Paman, siapa yang membersihkan rumah Paman?" tanya Akil saat takjub melihat dalam ruangan rumah Pak Elang.

"Paman sendirian," jawab Pak Elang singkat.

"Apakah Paman tidak punya anak?" tanya Akil yang selalu ingin tahu.

"Punya. Mereka sudah dewasa dan mandiri. Mereka sering mengunjungiku kemari," jawab Pak Akil dengan jujur.

"Paman, aku boleh ke balkon belakang rumah itu?" tanya Akil sambil menunjuk belakang rumah pak Elang.

"Silahkan! Tapi harus tetap hati-hati ya!"

Akil lalu membuka pintu belakang rumah Pak Elang yang berada di atas pohon waru besar tersebut. Dihirupnya udara segar sore hari. Lalu Akil melihat ke arah barat. Langit berwarna jingga, dan matahari nampak lebih besar. Tetapi Akil mengira itu bulan.

"Paman, lihatlah! Itu bulannya sangat indah," panggil Akil kemudian.

Pak Elang lalu berjalan perlahan menuju tempat Akil berdiri. Kemudian memandang apa yang ditunjukkan Akil kepadanya.

"Itu bukan bulan, tapi matahari. Dan matahari itu sudah hampir tenggelam. Peristiwa seperti ini sangat indah dipandang. Apalagi jika dipandang dari pantai. Akan lebih indah!" kata Pak Elang yang memberikan sedikit penjelasan kepada Akil.

"Dari atas sini juga indah, Paman. Aku belum pernah menyaksikan ini sebelumnya!"

Lama kelamaan, matahari semakin condong ke barat. Akil semakin kesusahan melihatnya, lalu Akil pun maju satu langkah. Merasa belum cukup untuk melihat, Akil pun maju satu langkah lagi. Tetapi ternyata itu sudah berada di ujung pembatas rumah Pak Elang. Akil kehilangan keseimbangan, lalu terjatuh. Akil sangat ketakutan.

"Aaauuuuu...! Tolong...!" teriak Akil dengan keras karena sangat ketakutan.

Namun sebelum jatuh ke tanah, Akil bisa meraih ranting pohon waru yang masih begitu muda. Syukur, ranting tersebut masih kuat menahan tubuh mungil Akil.

Pak Elang tidak mendengar suara teriakan Akil, karena Pak Elang sedang istirahat. Tetapi di bawah sana, Ibu Noya menyaksikan Akil yang sedang bergelantungan di ranting muda pohon waru.

"Tolong aku...! Paman Elang, tolong aku...!" teriak Akil dengan begitu keras sambil menggerak-gerakkan kakinya.

"Akil! Tetap tenang! Jangan menggerak-gerakkan kakimu seperti itu. Nanti ranting muda itu akan patah karena tidak sanggup mehanan bebanmu. Diamlah Akil!" teriak Ibu Noya yang kaget ketika melihat Akil bergelantungan di ranting pohon waru.

"Bibi, tolong aku! Paman Elang, tolong aku!" teriak Akil yang mulai tenang dan gerakan tubuhnya sudah semakin tenang.

Ibu Noya lalu memanggil Pak Elang dengan keras. Sekali, dua kali Pak Elang tidak mendengarnya. Ibu Noya semakin cemas. Sedangkan Ayah Noya sedang tidak di rumah. Noya sedang tidur. Sehingga tidak ada yang bisa dimintakan tolong untuk Akil.

Saat kecemasan Ibu Noya sudah semakin menjadi dan saat Akil sudah mulai kelelahan, tiba-tiba datang Naira seekor anak kupu-kupu yang cantik dengan bulunya yang indah.

"Bibi kelinci, kenapa kamu teriak-teriak seperti itu? Nanti kalau tetangga merasa terganggu bagaimana?" tegur Naira dengan suara lembut dan manja.

"Anak kupu-kupu yang cantik. Lihatlah ke atas. Akil, si anak kelinci sedang bergelantungan di atas ranting pohon waru. Aku sangat khawatir," jawab Ibu Noya kemudian.

"Kenapa kelinci itu bisa ada di sana?" lanjut Naira dengan suara yang tetap lembut dan manja.

"Entahlah! Tapi aku mengira anak kelinci tersebut jatuh saat main di tempat Pak Elang."

"Di mana rumah Pak Elang?" tanya Naira kembali.

"Di pucuk pohon waru besar ini," jawab Ibu Noya dengan wajah yang kelihatan cemas.

Lalu anak kupu-kupu cantik tersebut terbang menuju ke atas. Ibu Noya mengetahui hal tersebut, namun hanya diam karena IIu Noya menganggap si kupu-kupu tersebut tidak akan bisa membantunya.

Namun tanpa disangka ternyata anak kupu-kupu tersebut menuju pucuk pohon waru, rumah Pak Elang. Dari bawah, ibu Noya memang tidak bisa melihat kupu-kupu tersebut.

Beberapa menit kemudian, Pak Elang datang. Lalu mencengkram Akil dan membawanya turun ke bawah. Sedang anak kupu-kupu cantik tersebut bertengger dengan tenang tepat di atas kepala Pak Elang.

"Akil, kamu tidak apa-apa?" tanya Ibu Noya yang merasa khawatir dengan keadaan Akil.

"Aku baik-baik saja, Bibi!" jawab Akil dengan tubuh yang masih gemetaran karena kelelahan bergelantungan di ranting pohon waru.

"Untung tadi si Naira anak kupu-kupu cantik ini lekas memberitahuku ke rumah. Sehingga aku bisa terbangun dari tidurku dan cepat menolong Akil," kata Pak Elang yang membuat Ibu Noya kaget sekaligus merasa bersalah karena sudah berprasangka buruk terhadap Naira, si anak kupu-kupu.

"Naira, terimakasih sayang!" kata Ibu Noya seraya mengambil si anak kupu-kupu cantik tersebut dari kepala Pak Elang.

Ibu Noya lalu menaruh Naira di ujung jarinya. Sangat cantik dan mengagumkan.

"Mari masuk dulu Naira, istirahat di rumah Noya. Noya pasti akan senang berteman denganmu. Ayo Pak Elang, Akil, segera masuk," ajak Ibu Noya kemudian.

Semuanya lalu masuk rumah Noya. Akil sudah tidak sabar lagi ingin bertemu Noya dan menceritakan pengalamannya terbang bersama Pak Elang.

Bersambung... 

Ditulis oleh Lina WH

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun