Lalu, Akil mengambil sapu dan menyapu halaman depan rumah Noya. Hanya untuk mengisi kesibukan dan juga sudah merupakan rutinitas pagi bagi Akil di rumahnya. Setelah halaman bersih dari sampah daun kering, Akil duduk di bangku bambu depan rumah Noya. Melamun, teringat Ayah dan Ibunya di rumah.
"Akil, kamu sudah bangun?" tanya Ibu Noya kepada Akil yang sedang duduk melamun di bangku bambu.
"Eh, Bibi. Aku tidak tidur semalaman. Aku kangen Ayah dan Ibu. Mereka pasti kebingungan mencariku," jawab Akil dengan suara pelan.
Ibu Noya lalu duduk mendekati Akil. Memeluk Akil dan mengusap punggung Akil dengan penuh kasih sayang.
"Akil, percayalah. Secepatnya pasti kamu akan kembali berkumpul dengan keluargamu. Kamu jangan bersedih ya. Kalau kamu sedih, ayah dan ibumu di rumah juga akan sedih," kata Ibu Noya yang berusaha menghibur Akil.
"Iya, Bibi," kata Akil sambil memeluk erat Ibu Noya.
Akil merasa nyaman di dalam pelukan Ibu Noya. Ibu Noya yang menyayangi Akil seperti anaknya sendiri. Akil sangat beruntung, saat tersesat dan lupa jalan pulang Akil dipertemukan oleh Tuhan dengan keluarga Noya yang baik hati.
"Akil, itu Ibuku. Akil jangan rebut Ibuku!" teriak Noya saat melihat Akil sedang dalam pelukan ibunya.
Noya merasa cemburu dan tidak terima jika Akil dipeluk oleh ibunya. Karena teriakan Noya yang sangat keras dan melengking, Akil pun dengan cepat melepaskan pelukan Ibu Noya.
"Noya, itu membuatku kaget!" kata Akil dengan nada kesal.
"Tapi ini Ibuku. Kamu tidak boleh memeluknya. Hanya aku yang boleh memeluk Ibuku. Anak hilang pergi sana," lanjut Noya dengan suara yang masih melengking.
Dengan spontan, Akil pun memukul punggung Noya. Noya menangis histeris.
"Akil, tidak boleh memukul ya," kata Ibu Noya dengan lembut.
"Noya nakal! Noya bilang aku anak hilang!"
"Lain kali, Noya dinasehati saja ya. Tidak boleh memukul ya," lanjut Ibu Noya.
Akil hanya menganggukkan kepala. Lalu pergi ke dapur untuk mengambil ember kecil dan lap. Ember kecil lalu diisi dengan air, dan dibawanya ke depan rumah. Akil masih melihat Noya bermanja-manja di pangkuan Ibunya. Akil pun tidak menghiraukan hal tersebut, dan berfokus dengan yang akan dikerjakan yaitu mengelap kaca jendela dan pintu rumah Noya dari debu.
Ibu Noya terharu dengan apa yang dilakukan Akil. Akil anak yang rajin. Menyapu halaman dan sekarang hendak membersihkan kaca jendela dan pintu dari debu yang menempel.
"Akil, istirahatlah. Biar nanti Bibi yang membersihkan," pinta Ibu Noya kepada Akil.
"Aku saja, Bibi. Aku selalu mengerjakan hal ini di rumah kalau pagi. Ibuku mengajariku seperti ini," jawab Akil yang membuat Ibu Noya semakin terharu.
"Baiklah kalau begitu. Tapi lekas istirahat jika lelah ya," kata Ibu Noya yang mengizinkan Akil tetap melakukan pekerjaan yang hendak Akil lakukan.
Noya lalu masuk ke ruang bermainnya yang penuh dengan mainan kesukaan Noya. Sedangkan ibu Noya menuju dapur hendak melihat bolu wortel yang tadi sudah dipanggang ke dalam oven. Kali ini Ibu Noya membuat bolu wortel dalam jumlah yang agak banyak, supaya Akil tetap lahap makan.
"Akil, sudah lelah belum?" tanya ayah Noya yang langsung keluar rumah saat melihat Akil.
"Belum, Paman. Aku mau istirahat kalau semua ini sudah selesai. Aku sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan seperti ini di rumahku," jawab Akil dengan senyum manis dan muka yang berbinar.
"Anak yang rajin," puji Ayah Noya kepada Akil.
Ayah Akil senang melihat Akil sudah tidak murung lagi seperti hari kemarin. Ada kemajuan.
"Ayah, Akil itu anak yang rajin," kata Ibu Noya dengan berbisik kepada Ayah Noya.
"Iya, Bu. Tetapi agak ringan tangan, suka memukul."
"Akil tidak suka berdebat sepertinya. Jadi kalau sakit hati, Akil akan memukul untuk membalas lawannya," kata Ibu Noya.
"Seperti itulah anak-anak, Bu. Karakternya berbeda-beda. Tinggal bagaimana caranya orang tua mengarahkan," lanjut Ayah Noya.
Beberapa menit kemudian, Pak Elang datang. Akil sangat ketakutan, tetapi tidak lari hanya diam di tepat.
"Selamat pagi Noya," sapa Pak Elang kepada Akil yang disangka Noya.
"Noya ada di dalam. Aku bukan Noya!" jawab Akil dengan sedikit ketakutan.
"Lantas, kamu siapa?" tanya Pak Elang selanjutnya.
"Yang jelas, aku bukan Noya. Kamu datang mau memakan Noya ya? Itu Noya di dalam rumahnya. Masuk saja," jawab Akil kemudian.
"Aku tidak seperti yang kamu kira, Nak. Tidak boleh sembarangan kalau makan. Nanti tidak berkah," jawab Pak Elang yang menganggap perkataan Akil itu lucu.
"Lalu kenapa ke sini?"
"Mau menemui Ayah dan Ibu Noya."
"Baiklah, Pak. Tunggu sebentar di sini ya. Tapi jangan masuk dulu. Karena tuan rumah belum mempersilahkan masuk. Kata Ayah dan Ibuku, tamu boleh masuk rumah jika tuan rumah sudah mempersilahkan masuk," kata Akil dengan polos.
Pak Elang mengangguk sambil tersenyum melihat tingkah Akil yang dianggap lucu dan menggemaskan. Anak kecil yang polos dan selalu berbicara apa adanya.
Bersambung...
Ditulis oleh Lina WH