Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Fabel - Caltha [Bagian 3]

22 Desember 2018   10:20 Diperbarui: 22 Desember 2018   10:23 127 2
Di lain waktu dan lain kesempatan, Karen si induk kumbang sedang berbaring lemas di atas daun matoa yang telah dibuatnya sebagai tempat istirahat sementara. Hanya Kiree, si anak sulung yang membuatkannya. Karen terluka karena hendak menyelamatkan larva-larvanya dari manusia yang membakar sarangnya. Manusia menganggap keberadaan kumbang di pohon trembesi itu akan mengganggu aktivitas manusia sekitar. Dan memusnahkan dengan cara dibakar adalah langkah yang diambil. Padahal kumbang tidak akan berbahasa jika tidak diusik keberadaannya.

"Ibu, bagaimana luka bakar tangan Ibu? Apakah sudah lebih baik?" Tanya Kiree si sulung kumbang.

"Sudah lumayan. Tapi Ibu masih pusing. Ibu terlalu banyak menghirup karbondioksida kemarin," jawab Karen dengan suara pelan sambil menahan sakit.

"Ibu istirahat dulu. Biar aku yang mengurus semuanya. Nanti aku akan memperbaiki rumah tinggal kita supaya lebih aman dipakai," kata Kiree dengan penuh kasih sayang terhadap Ibunya.

Karen tersenyum manis sambil membelai punggung Kiree yang sudah kuat dan gagah tersebut.

"Andai Ayah masih ada, kita pasti akan baik-baik saja. Iya kan Bu?" Lanjut Kiree kemudian.

Karen lalu membenarkan posisi berbaringnya untuk lebih mendekat kepada Kiree. Dengan sigap, Kiree pun membantu.

"Nak, sudahlah! Ini musibah dari Tuhan yang harus kita terima dengan ikhlas. Pasti ada hikmah dibalik semua ini. Jalani saja hidup dengan berdoa dan berikhtiar. Pasti hidup kita akan lebih bahagia. Jangan suka mengeluh ataupun menggerutu. Sungguh, itu tidak baik," kata Karen kepada Kiree dengan bijak.

Kiree hanya diam sambil menunduk, lalu tanpa sadar air mata telah membasahi pipinya. Kemudian air mata itu menetes di lengan tangan Karen yang masih lemas. Karen hanya diam sambil mengusap punggung Kiree dengan penuh kasih sayang.

"Ibu, aku tahu seharusnya kita begitu. Tapi kadang hati ini sudah menerima kenyataan. Ayah sudah tiada. Adik-adikku yang masih larva, entah bagaimana nasibnya," kata Kiree membuat Karen terharu dan ikut menangis.

"Nak, jalani saja semua ini. Pasti kita akan menemukan salah satu diantara adik-adikmu nanti," lanjut Karen kemudian.

"Kalau boleh memilih, aku ingin selalu yang terbaik."

"Semuanya pasti akan memilih yang terbaik, Nak! Tapi roda kehidupan itu berputar. Ini sudah malam, mati tidur. Besok pagi supaya kita bangun tidak terlambat," Karen pun berusaha tegar meskipun sebenarnya juga sedih seperti Kiree. Tapi Karen berusaha menutupi kesedihannya tersebut supaya Kiree tetap kuat dan tidak rapuh.

Sesaat setelah Karen dan Kiree tertidur lelap, tiba-tiba suara gemuruh dan berisik terdengan. Daun rumah tinggal bergoncang keras seperti gempa. Karen dan Kiree terbangun. Lalu Kiree mencoba me gintip keluar, memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Kiree lega. Karena bukan hal berbahaya seperti yang dialami di istana sarang sebelumnya. Lalu Kiree keluar dan tersenyum ramah.

"Paman kelelawar. Aku kira siapa. Aku kaget," kata Kiree yang membuat Paman Kelelawar terkejut.

"Maaf Kiree. Aku sedang banyak rezeki hari ini. Sangat cukup untuk kami keluarga," jawab Paman Kelelawar dengan gembira.

"Aku ikut senang," kata Kiree kemudian.

"Kiree, kenapa kamu malam-malam di sini? Nanti Ibumu akan kebingungan mencarimu," tanya Paman Kelelawar kemudian.

Kiree tertunduk lesu. Kesedihan nampak sekali di wajahnya yang tersorot sinar rembulan.

"Kiree, kamu kenapa?" Tanya Paman Kelelawar kemudian.

"Kami sudah tidak punya istana sarang lagi. Sudah rusak oleh api dari manusia. Adik-adikku yang masih larva pun aku tidak tahu keberadaannya sekarang. Dan Ibuku terkena luka bakar di tangannya," jawab Kiree dengan jujur.

"Aku ikut sedih, Kiree. Memang keberadaan kita kadang tidak diharapkan oleh manusia. Ada yang memburu karena untuk dikonsumsi dan ada pula yang memburu karena kita dianggap berbahaya bagi manusia," kata Paman Kelelawar yang iba dan simpati terhadap keluarga Kiree.

"Iya, Paman," Jawab Kiree dengan suara yang sangat pelan.

Lalu Paman Kelelawar pun mengajak Kiree untuk menemui Karen. Dengan senang hati Kiree menerima Paman Kelelawar yang hendak menemui Ibunya. Sesampai di rumah tinggal sementara, Paman Kelelawar mengobati luka bakar Karen dari ramuan yang berasal dari sari-dari buah. Karen sangat senang dan berharap segera sembuh supaya bisa beraktivitas seperti semula, lalu mencari anaknya yang masih larva dan membangun istana sarang yang megah kembali.

"Paman Kelelawar, terimakasih ya sudah membantu pengobatan Ibuku. Aku sangat senang dan berharap Ibu segera sembuh," kata Kiree dengan gembira.

"Sama-sama, Kiree. Kita wajib saling tolong menolong. Rawatlah Ibumu dengan baik, paru-paru Ibumu terlalu lemah karena banyak menghirup karbondioksida. Berilah makan dan minum yang cukup. Jangan lupa juga untuk banyak beristirahat," kata Paman Kelelawar dengan penuh rasa sayang dan rasa kebersamaan.

"Baiklah! Aku akan menuruti perintahmu. Dan aku akan selalu mengenang kebaikanmu, Kelelawar," kata Karen dengan senang dan hati yang tulus.

"Tidak usah berbuah memujiku. Baiklah, aku mau pulang mengantarkan makanan berlimpah yang aku peroleh malam ini. Semoga lekas sembuh ya!" Paman Kelelawar pun berpamitan dan saling berjabat tangan dengan Karen dan Kiree.


Bersambung...


Ditulis oleh Lina WH

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun