Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Religius=Orang Baik-baik?

8 Desember 2011   13:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:40 135 1
Sejak kecil saya tidak diajarkan tentang agama apapun dari orangtua walau konon mama adalah berasal dari keluarga yang beragama Katolik. Tapi sejak menikah dengan papa saya yang tidak jelas agamanya, mama saya kehilangan agama yang pernah dianutnya karena ikut orangtuanya. Walau papa saya tidak beragama, tapi dia menghormati orangtuanya, dihormati adik-adiknya. Dia menyembahyangi leluhurnya(upacara khas orang keturunan). Papa saya walau orangnya sangat cool, tapi dia mempunyai nurani sebagai manusia yang seutuhnya. Dia menyayangi, mencintai, membenci, sirik iri dengki dan mengagumi, hanya satu yang tidak papa saya miliki, munafik!

Zaman sekolah, saya pernah belajar agama Kristen di sekolah. Pernah ke gereja karena tertarik dengan perayaan natal. Saya pernah sangat rajin ke gereja karena senang dengan koor gereja, rajin ke sekolah minggu suka di kasih gambar-gambar nabi-nabi yang ada kisahnya di Alkitab. Dan adik saya karena sekolah akhirnya menjadi kristen, dan papa saya masih tidak beragama, walau sudah terlihat patung Kwan Yim dan Kwan Kung di rumah, tiap tanggal 1 dan 15 kalender cina, papa saya menyembahyangi mereka. Itu saja.

Saya adalah orang yang kecewa dengan orang-orang yang mengatasnamakan agama sebagai pegangan hidup mereka tapi mereka menciptakan neraka dalam kehidupan yang sesungguhnya. Provokasi, pemberontakan, kerusuhan, pembakaran tempat sembahyang, diskriminasi suka dan agama. Saya pernah sangat membenci mereka yang kalau bicara membawa nama Tuhan, membuat mereka terlihat sebagai orang yang beriman. Aku tidak pernah suka dengan orang yang selalu melakukan dosa yang mereka sadari, menyakiti hati manusia, mengkhianati sang pencipta, tapi setelah itu mereka akan minta ampunan, tapi tidak bertobat!

Walau kami dari keluarga yang tidak beragama, tapi dari kecil kami tidak diajarkan untuk salah menyikut, saling memfitnah. Kami diajarkan untuk berani jujur pada diri sendiri, berpegang teguh pada nurani sebagai manusia, tidak perlu munafik dengan segala kehidupan yang penuh topeng-topeng, hati yang pura-pura, senyum yang penuh basa-basi. Orangtua saya tidak akan membela saya jika suatu hari pulang dari sekolah dengan benjol di kepala karena di timpuk bola oleh teman sekolah. Orangtua saya akan bilang pada saya, orang itu hidup, bola itu benda mati, mengapa kau bisa bodoh sampai benjol di timpuk bola?

Atau saat kami kakak adik bertengkar, papa kami tidak akan bilang pada kami, sebagai kakak adik harus saling mengalah, menyayangi, hidup rukun dll. Tidak, papa kami akan bilang pada kami, bertengkarlah, berantem, jangan sampai ada yang kalah, kalau yang kalah tidak usah pulang ke rumah! That's cool right?! Apa kami akhirnya bertengkar lagi, berantem lagi? tidak, kami takut jika benar--benar ada yang kalah, kami tidak boleh pulang kerumah, bagaimana pun kita kakak adik, tidak tega membiarkan satu sama lain tinggal di luar rumah.

Waktu saya memperkenalkan calon suami kepada papa saya, suami saya bilang dia kerja di mana, gaji sebulan berapa, semua tentang yang hebat-hebat tentang dirinya. Papa saya hanya berkata, tidak usah berbicara terlalu banyak tentang diri sendiri, aku tidak melihat semua yang kau katakan tentang dirimu, begitu juga aku tidak akan bilang padamu tentang anak gadisku, karena kau juga tidak tahu tentang dia. Saat itu calon suami saya terdiam dan tidak pernah bicara lagi tentang dirinya dan keluarganya. Dan suami sangat menyukai papa saya hanya karena kata-kata papa saat itu.

Tuhan itu agung, mulia, suci...sangat disayangkan jika keagungan itu sirna hanya karena oleh orang-orang yang "beragama". Menjadi pencemaran terhadap pribadi orang itu sendiri, juga mencemarkan nama Tuhan yang dipujanya itu. Hubungan Tuhan dengan manusia itu hubungan pribadi sekali, hanya Tuhan yang perlu tahu keimanan kita padaNya, tidak perlu manusia lain datang untuk menilai berapa karat takwaku kepada sang pencipta. Pahala yang kudapatkan toh tidak akan dibagikan untuk orang lain, dosaku juga toh tidak bisa ditanggung oleh orang lain. So, untuk apa selalu membawa kepercayaan seseorang untuk menyakiti sesama manusia?

Suatu ketika di zaman masih putih abu-abu...mempunyai seorang teman sekelas yang alim, religius, pernah sekali dia menyontek dan kesalahan itu dia lemparkan kepada orang lain. Yang duduk di sekitarnya tahu bahwa ia telah melakukan kecurangan itu tapi tidak mau bicara saja. Saat guru pengawas bertanya padanya dia membawa nama Tuhannya, bersumpah demi nama Tuhannya kalau ia tidak berbuat. Tentu saja guru mempercayainya karena dia terkenal dengan kealiman. Dan kesalahan itu dilempar pada teman yang duduk di depannya, tentu saja guru juga percaya, karena hari-hari anak itu berbicara sedikit preman, sedikit cool.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun