Di Bekasi, tak jauh dari Jakarta, sekelompok saudara-saudara kita dari Front Pembela Islam (FPI) mengancam keselamatan sesama saudara-saudari Indonesia mereka sendiri. Tinggal di Jakarta atau berbatasan dengan Jakarta tidak serta-merta membuat penduduknya civilized ya? Berita dari hari kemarin ini selengkapnya silahkan Anda klik di sini:Â Indonesian. Salah seorang pembaca berita di Kompas.com ini memberikan tanggapan sebagai berikut: My fellows from UK and Europe were canceling their visiting to Indonesia, hearing this news. So sad... Penting memperhatikan tanggapan-tanggapan pembaca untuk berita tersebut. Saya mengapreasiasi tanggapan Sdri. Nurul Islah yang isinya sebagai berikut: Tidak ada paksaan dalam memilih agama.....agama apapun boleh hidup di negara tercinta ini....tapi tolong jangan menyebarkan agama kepada orang yg sudah memiliki agama dengan alasan untuk membantunya dari kemiskinan atau menolongnya dari kesusahan......ada jalur yg benar untuk melakukan hal itu........Sesuatu hal yg baik akan menjadi rusak kalau di manfaatkan dengan cara sebaliknya.......kecuali orang tersebut dengan iklas dan rela ingin pindah dari agamanya.......biarlah Tuhan sendiri yg membimbing hatinya........supaya tidak ada bentrokan sesama manusia...... Saya memberikan tanda bold untuk: ada jalur yg benar untuk melakukan hal itu. Sdri. Nurul Islah belum menyebutkan apa jalur yang benar itu dalam tanggapannya. Baik nian kalau kita bisa mendiskusikan bagaimana bentuk jalur yang benar ini yang tidak menimbulkan masalah bagi semua pihak, dalam hal ini baik yang Kristen maupun yang Muslim. Masing-masing pihak dalam kasus seperti di Bekasi itu mempunyai alasannya sendiri-sendiri yang benar menurut persepsi mereka. Hanya saja, apa yang benar bagi satu pihak belum tentu ditangkap secara benar apalagi diterima sebagai sebuah kebenaran oleh pihak lain. Belum lagi, Kristen-Islam mempunyai sejarahnya tersendiri berisi hal-hal yang menyenangkan dan menyedihkan. Kadang, hubungan kedua pengikut agama ini bisa menjadi sangat sensitif kalau kedua belah pihak tidak mengutamakan dialog dan sikap saling mengerti. Saudara-saudari yang Muslim khususnya dari FPI perlu lebih membuka diri untuk mengerti apa arti pelayanan sosial di kalangan umat Kristen. Pelayanan sosial tidak hanya tertuju bagi kaum Kristen saja tetapi bagi publik tanpa melihat apa agama yang dilayani. Pelayanan sosial tidak berarti Kristenisasi seperti mungkin ditangkap oleh sebagian yang non-Kristen. Bagi umat Kristen yang menjalanan pelayanan sosial perlu cerdas dan bijaksana. Pelayanan sosial yang paling baik dalam konteks yang plural seperti Indonesia sebaiknya berlangsung dalam bentuk yang saling berkoordinasi tidak hanya di kalangan Kristen itu sendiri tetapi bersama-sama dengan termasuk kalangan FPI. Tujuan pelayanan sosial dalam Kekristenan bukanlah untuk kristenisasi, sama sekali bukan. Tujuannya adalah untuk menolong sesama mengatasi persoalan-persoalan yang sedang mereka hadapi. Semua agama mengajarkan bahwa menolong sesama itu baik, tak terkecuali agama Kristen. Saya setuju dengan Sdri. Nurul Islah yang mengatakan ada jalur yang benar. Ini yang kita perlu sepakati bersama demi kebaikan bersama. Pelayanan sosial di kalangan Kristen bertujuan untuk kebaikan bersama. Kalau yang muncul bukan kebaikan dan malah konflik seperti yang berlangsung di Bekasi, maka itu tidak lagi tepat. Sebaiknya ada upaya-upaya silaturahmi antara komunitas-komunitas Kristen dengan komunitas-komunitas Muslim termasuk FPI dalam menjalankan pelayanan sosial. Tidak hanya di kalangan Islam ada yang kita sebut Islam garis keras, sebenarnya ini adalah istilah yang debateable, sebab setahu saya PFI pun tak mau disebut sebagai kelompok garis keras. Mereka mengatakan mereka pembela Islam dan silahkan kita hargai itu. Di kalangan Kristen ada juga yang bergaris-keras, walau tentu saja, mereka pun tak menyukai istilah ini. Mereka menyebut diri sebagai pihak yang menjalankan mandat agama. Berbeda dengan agama Yahudi atau Parmalim di Tanah Batak misalnya, baik Kristen maupun Islam adalah agama-agama yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pengikut Yahudi atau Parmalim tak punya kepentingan untuk menyahudikan atau memarmalimkan yang bukan Yahudi atau yang bukan Batak. Kristen dan Islam sebaliknya, kedua agama ini boleh mengkristenkan dan mengislamkan yang bukan Kristen atau yang bukan Islam. Artinya: orang yang belum Kristen boleh masuk Kristen; yang belum Islam boleh masuk Islam. Maka wajar bisa muncul konflik apalagi kalau ada yang Muslim menjadi Kristen atau sebaliknya. Khususnya di Indonesia, dalam pengamatan saya, kita lebih mudah ribut kalau yang pindah agama itu yang Muslim ke Kristen, kalau sebaliknya, suara keributan jauh lebih kecil atau tak terdengar. Mungkin ini ada kaitannya dengan persentasi pemeluk kedua agama ini di Indonesia? Untuk konteks seperti Indonesia bahkan untuk konteks global, adalah baik dan paling baik bagi para pemeluk agama sedapat mungkin saling bersilaturahmi termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka sehingga hal-hal negatif dan saling curiga akibat tidak saling mengerti bisa kita hapuskan. Menghabiskan energi untuk saling berkonflik dan saling curiga itu untuk apa? Tak ada yang untung sama sekali. Malah menguras energi dan membuat citra kita di dalam maupun di luar negeri menjadi buruk. Kalau kita bisa saling bersilaturahmi di tingkat akar-rumput dengan baik, itu akan menjadi kekuatan besar; menjadi modal sosial bersama-sama termasuk untuk memperbaiki kualitas bangsa ini. Salam damai untuk saudara-saudari FPI!***