Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Semoga Tak Punah

19 Februari 2010   11:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:50 772 0
Padi Sigambiri, khas jenis padi di Simalungun [caption id="attachment_77516" align="alignleft" width="287" caption="Varietas Sigambiri khas di Simalungun; jenis yang telah menjadi benih dari generasi ke generasi di Simalungun.  (Foto oleh: LTS)"][/caption] Saya baru pulang dari ladang kami di Simarbangsi. Padi ibu saya yang terdiri dari dua bagian sedang menguning dan siap panen sementara satu bagian lagi masih mulai menguning. Belakangan ini, jantung saya kadang berdegub memikirkan bagaimana nanti nasib varietas padi yang ada di kampung saya. Kami menyebutnya jenis padi ini: sigambiri. Inilah jenis beras merah yang telah membesarkan saya dan saudara-saudari saya sejak bayi. Sigambiri ini adalah jenis padi darat, berusia 6 bulan. Bitamin B12-nya termasuk yang paling tinggi. Ketika saya masih kecil, seluruh keluarga di Urung Panei, kampung saya menanam padi jenis sigambiri ini. Jarang betul orang beli beras. Kami tak pernah membeli benih tentu saja sebab benih yang kami tanam merupakan benih milik kami sendiri. Padi sawah tak lagi lagi padahal dulu, beras dari sawah-sawah di seputar kampung halaman saya itu merupakan salah satu beras paling enak yang pernah saya makan. Penduduk kampung saya bersawah di sebagian wilayah yang memungkinkan di sepanjang aliran sungai yang mengalir dari Gunung Simarjarunjung sampai ke Danau Toba. [caption id="attachment_77517" align="alignright" width="300" caption="Sigambiri umur satu bulan. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Sekarang, sawah-sawah itu telah mereka tinggalkan. Generasi muda berada di rantau atau sebagian lagi menjadi buruh di PT Allegrindo Nusantara. Sebagian, kurang dari 5% bekerja mengolah ladang-ladang darat keluarga mereka di areal di dalam gambar di bawah ini. Yang membuat saya kuatir: "Sampai kapan varietas padi sigambiri ini akan bertahan?" Tradisi Bertanam Padi Darat di Simalungun [caption id="attachment_77518" align="alignleft" width="299" caption="Marbuhu tano alias padi mulai bersendi dari bawah. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Waktu saya kecil, saya biasa menyaksikan bagaimana penduduk di kampung saya bergotong royong mulai dari mempersiapkan lahan penanaman padi sampai panen padi. Kami menyebut gotong royong ini dalam bahasa lokal: marharoan. Itu sebab ada sebuah tarian terkenal dari Simalungun bernama: Haroan Bolon, artinya gotong royong besar yang melibatkan banyak orang. Tahun lalu, Pak Beye mengundang para penari Haroan Bolon dari Simalungun ke Istana untuk membawakan tarian ini. Sedih sebab tradisi haroan bolon ini sudah nyaris punah di Urung Panei, kampung saya. Sekarang, semua jenis pekerjaan sudah pakai bayaran uang. Dulu tak begitu terutama untuk urusan padi sebagai salah satu jenis tanaman pokok penduduk kampung. Manggodung: istilah lokal untuk mempersiapkan lahan penanaman padi secara manual, tidak pakai traktor. Kualitas tanah bagus sebab tidak seperti traktor yang membongkar tanah terlalu dalam. Manggodung mempergunakan cangkul, menggemburkan tanah. [caption id="attachment_77519" align="alignleft" width="296" caption="Russang alias padi sudah mengeluarkan isi perutnya. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Martidah: Menanam padi dengan mempergunakan garuda, sejenis alat terbuat dari kayu bermata 18 yang bisa kita putar dan meninggalkan bekas berbentuk lobang di tanah gembur; ke dalam lobang inilah padi kita masukkan. Manarhat: Menutup lobang-lobang yang telah kita masukkan benih padi. Sarhat terbuat dari arsam, sejenis rumput yang kita ikatkan di sebuah bilah kayu sepajang satu sampai satu setengah meter secara padat sehingga kalau kita tarik di atas tanah, sarhat ini akan menutup lubang-lubang itu. Biasanya ini pekerjaan anak-anak atau remaja; mereka senang menarik-narik sarhat ini seperti mainan. Mangiskis: Membersihkan padi dari rumput ketika berumur sekitar satu bulan. Manjamboi: Membersihkan padi dari rumput ketika padi sudah berumur 2 sampai 4 bulan. Mamuro: Menjaga padi dari burung-burung pipit pemakan padi. Manabi: Memanen padi dengan mempergunakan sabit. [caption id="attachment_77520" align="alignright" width="300" caption="Munduk, alias padi sudah berisi dan otomatis menunduk. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Mambanting: Memisahkan biji padi dari bulir-bulirnya dengan mempergunakan bantingan yang terbuat dari bambu. Bambu dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti kursi panjang. Lalu di keempat sisinya kita buat tiang-tiang penyangga sehingga salah satu sisinya tertutup sampai tinggi. Di depan bantingan dengan panjang 2 sampai 2,5 meter inilah orang berjejer sekitar 4 sampai 5 orang. Saat membanting padi, maka ada jenis pekerjaan yang berbeda-beda bagi setiap orang yang berlangsung dalma waktu yang sama dengan irama yang stabil. Di barisan paling awal ada pembagi, tugasnya membagi padi yang masih berbatang cukup untuk kita genggam dengan dua tangan. Berikutnya seorang pemberi padi kepada orang di deretan paling awal. Lalu orang yang berada di deretan awal ini akan membantingkan padi sekali saja lalu meletakkannya di samping kananya yang otomatis akan diambil oleh orang di sebelah kanannya. Begitu sekali lagi sampai ke orang yang paling ujung yang hanya akan membantingkannya sekali saja sebelum melemparkannya ke ujung. Ada yang irama yang tetap; kalau irama rusak itu berarti kerja sama tak jalan. [caption id="attachment_77521" align="alignleft" width="300" caption="Manlehei, kegiatan usil (biasanya anak-anak) penjaga burung dengan cara memisahkan kulit padi dari isinya lalu memakannya. Paling enak kalau kita bisa kumpulkan sampai banyak lalu memakannya sekaligus. Enak. Segar. (Foto oleh: HS)"][/caption] Mardege: Kalau padi tak begitu banyak, orang bisa juga memisahkan biji padi dari batangnya dengan cara mardege: mendirikan dua bilah kayu besar dan di antara bilah ini diikatkan sebuah kayu untuk pegangan. Lalu kita injak-injak padi sampai biji-bijinya keluar dengan berpegangan pada bilah kayu tadi. Mamurpur: Misahkan padi yang berisi dari padi yang tidak berisi. Manduda: Menumbuk padi di lesung. Ini umum dulu sebelum mesin penggiling padi datang. Marsege: Membersihkan beras yang telah kita tumbuk. Masa Perkembangan Padi Kami juga mempunyai sebutan-sebutan khusus untuk masa perkembangan padi. Tubu: padi tumbuh dari dalam tanah. Marbuhu tano: Padi mulai membentuk sendi dari bagian bawah. Boltok: Padi mulai berperut alias hamil. Hehe...! Runsang: Padi mulai mengeluarkan isi perutnya berupa bulir hijau muda yang indah. Margotah: Biji padi sudah mulai berisi dan kalau kita pencet keluar macam getah. Mulai gorsing: Padi mulai menguning. Gorsing: Padi sudah menguning. Boi sabion: Padi sudah siap kita panen. Peralatan Menjaga padi Pansa (baca passa): Tempat yang kita buat dari bambu, terdiri dari empat tiang. Semakin tinggi tiangnya semakin asyik apalagi untuk anak-anak. Ada tangga untuk bisa naik ke atas kecuali kalau kita senang manjat-manjat. Kalau mau iseng, bisa kita angkat tangganya ke atas. Hotor:  tali yang kita ikatkan ke tiga sisi pansa lalu kita rentangkan ke ujung-ujung ladang padi. Di ujung sana kita tambatkan tali ini ke pancak-pancak yang kuat atau ke sikawas-kawasi atau sigurpakpak. Sikawas-kawasi: Seperti dalam foto di bawah sana; kita tarik tali yang tersambung ke pangkal tengahnya dan dia akan bergerak setengah lingkaran. Kalau ada burung di dekatnya, kecuali kebal dan tak berperasaan, pasti segera kabur. Sigurpapak: (sayang saya belum mendapatkan fotonya) terbuat dari bambu yang kita belah bagian atasnya, kita sisakan ruang kosong sedemikian rupa. Kita tarik tali yang tersambung dari pansa ke pangkal tengahnya dengan cara menyentak-nyentak. Maka akan keluar bunyi: "Pak pak pak pak...!" selama kita menyentak-nyentak. Itu sebab kami menamakannya sipurpakpak. Heneng-heneng atau pior-pior: Berbunyi dan berputar kalau angin berhembus. Semakin kencang angin berhembus, semakin besar bunyi dan semakin cepat dia berputar. Sipambiar-biari: Orang-orangan. Kami biasa membawa baju-baju yang tak layak atau kurang layak pakai ke ladang. Lalu memajangnya di beberapa tempat untuk mengelabui burung pemakan padi. Namanya pun orang-orangan. Dari semua jenis tanaman yang ada, maka kosa kata untuk padi adalah yang paling banyak jika kita bandingkan dengan kosa kata untuk jenis tanaman lainnya di dalam masyarakat Simalungun. Mulai dari persiapan menanam, pertumbuhan hingga panen dan sampai menjadi nasi di dalam piring. Ini berarti padi merupakan tanaman yang paling penting bagi etnis ini. [caption id="attachment_77523" align="aligncenter" width="300" caption="Passa tempat menjaga padi dari gangguan burung. (Foto oleh: LTS)"][/caption] [caption id="attachment_77524" align="aligncenter" width="300" caption="Sikawas-kawasi dan heneng-heneng untuk menakut-nakuti burung. (Foto oleh: LTS)"][/caption] [caption id="attachment_77531" align="aligncenter" width="300" caption=" Padi siap kita panen. (Foto oleh: LTS)"][/caption]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun