Seperti yang dikutip dari Kompas.com dan berbagai media lainnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengemukakan, kegaduhan karena demokrasi merupakan konsekuensi luasnya partisipasi publik. Dengan kegaduhan itu, demokrasi memiliki ruang untuk terus memperbaiki diri. Demokrasi semacam itu tidak membutuhkan ”orang kuat”.
”Indonesia perlu pemerintahan efektif dengan civil society kuat, dengan institusi-institusi publik yang transparan dan akuntabel, dengan kebebasan sipil serta hukum yang bekerja, dengan penghormatan pada local wisdom. Bukan ’orang kuat’ yang mengintervensi dan mendominasi berbagai aspek kehidupan,” ujar Djoko di Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University, Singapura, Senin (10/12).
Djoko diundang memberi ceramah bertema ”Demokrasi, Keamanan, dan Kesejahteraan: Pengalaman Indonesia oleh Dekan RSIS Barry Desker”. Sebelumnya, sejumlah pemimpin Indonesia juga diundang, antara lain Susilo Bambang Yudhoyono, Sri Mulyani Indrawati, dan Aburizal Bakrie. Agustus lalu, RSIS mengundang Prabowo Subianto untuk ceramah dan mengemukakan kebutuhan Indonesia akan pemimpin yang berani dan kuat.
Djoko Suyanto benar tentang perlunya demokrasi dan partisipasi publik. Sejak kemerdekaan dari tahun 1945 sampai dengan 1998, Indonesia hanya dipimpin oleh 2 pemimpin yang berani dan kuat dalam arti sanggup menyatakan ya atau tidak demi kepentingan nasional, hampir menguasai dan memimpin lembaga negara dan institusi pemerintahan dengan sempurna, sehingga mampu melaksanakan program program pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan kesanggupan melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Dampak dan efek negatif situasi dan kondisi saat itu memang tidak dapat dihindarkan, tetapi setidaknya ada dan banyak bidang yang dapat dibanggakan dan diandalkan oleh Indonesia.
Setelah reformasi 1998, dalam kurun waktu 14 tahun Indonesia telah memiliki 4 orang Presiden dan dalam waktu 2 tahun ke depan akan segera memilih pemimpin baru lagi. Dari 4 Presiden yang terpilih meski sah secara konstitusi dan dari sudut pandang hukum ketata-negaraan, tetapi sepertinya tidak pernah 'menguasai' dan memimpin negara ini 'secara sempurna'. Di zaman Habibie terjadi kejadian kejadian menghebohkan, bocornya percakapan Presiden dan Jaksa Agung tentang kasus Soeharto, skandal Bank Bali oleh inner-circle Presiden dan petinggi partai penguasa. Begitu juga di zaman Gus Dur di mana sepertinya terjadi pembangkangan dan perlawanan dari sebagian kalangan militer dan penguasa lama di DPR / MPR terhadap Presiden saat itu. Hal yang mirip, juga terjadi di zaman Megawati sampai sampai Presiden Mega pernah mengeluh bahwa yang patuh hanya sampai jajaran Menteri dan Dirjen, sehingga kelangsungan kerja pemerintah dan program program nasional tidak terlaksana dengan baik. Istilah cawapres ketika itu Hasyim Muzadi, 'ada pembusukan dari dalam'.
Setelah mengetahui sejarah dan kronologis kehidupan ketatanegaraan Indonesia, secara prinsip apa yang disampaikan oleh Prabowo sangat tepat dan benar. Indonesia masih membutuhkan sosok serta figur orang yang berani dan kuat untuk memimpin. Demi memastikan pembangunan nasional terlaksana dengan baik, kepentingan negara di atas kepentingan kelompok dan golongan, maka rakyat dan bangsa Indonesia memerlukan pemimpin yang bisa mengawal dan menjaga arah pembangunan nasional. Penegakan dan kepastian hukum harus dijamin dan ditegakkan lagi tanpa pandang bulu.
Djoko Suyanto tidak keliru ketika menyampaikan bahwa demokrasi perlu proses pembelajaran, tetapi melihat dan merasakan dinamika kehidupan masyarakat dalam 8 tahun terakhir dari berbagai sisi yang agak memprihatinkan, maka kesimpulannya adalah jika untuk membangun Negara masih harus berkompromi kiri kanan, kebijakan negara berdasarkan kepentingan partai partai ataupun golongan, untuk kelangsungan hidup suatu bangsa harus melalui negosiasi maupun tawar menawar, maka ongkos atau uang sekolah untuk belajar demokrasi tersebut sepertinya terlalu mahal buat rakyat dan negara Indonesia.
Orang kuat masih dibutuhkan Indonesia, setidaknya untuk menjamin adanya penegakan hukum dan terlaksananya visi dan misi Negara, melindungi segenap bangsa dan negara demi tercapainya masyarakat adil dan makmur.