Â
Dalam konteks Pancasila, pada sila kedua Pancasila yang berbunyi "kemanusiaan yang adil dan beradab" secara tegas merupakan kalimat penekanan yaitu menjunjung tinggi konsepsi hak asasi manusia. Bahkan Pancasila menunjuk kepada nilai-nilai dasar manusia yang diterjemahkan dalam hak-hak asasi manusia, taraf kehidupan yang layak bagi manusia dan sistem pemerintahan yang demokratis serta adil. Sulit mendapatkan rekomendasi yang sekiranya dapat menjawab berbagai problematika terabaikannya hak asasi keadilan. Yang mampu diharapkan juga dapat mengubah paradigma yang digunakan dalam tujuan pemidanaan untuk memperbaiki kerusakan yang bersifat individual dan sosial (individual and social damage).
Dalam pemenuhan dan mematuhi putusan hukum merupakan wujud konkret penegakan hukum. Nah, sebaliknya mengabaikan putusan hukum sama saja dengan merobohkan hukum. Dalam perkara tentunya ya harus tegas kita katakan kita akui bahwa telah terjadi pengeroposan terhadap hukum yang ironisnya ikut dilakukan penegak hukum.
Hukum termasuk juga instrumen dalam mengatur tata tertib dalam masyarakat, dan hukum tersebut mampu berdiri tegak jika ditaati dan dilaksanakan. Tetapi kenapa di negeri ini, hukum terkadang seringkali diabaikan atau terabaikan bahkan celakanya sikap abai itu seringkali pula Nampak, diperlihatkan dipertontonkan oleh penegak hukum itu sendiri.
Ada pula sebuah cerita faktual yang bentuk dugaan kesewenang-wenangan oknum yang dialami masyarakat pencari keadilan seperti, misalnya penanganan kasus sangat lamban, kriminalisasi, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembiaran, diskriminasi dan pemerasan. Terjadilah mandat kewenangan yang dalam penanganan kasus pidana untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Lambatnya penanganan kasus kerapkali disebabkan inkonsistensi, penerapan pengawasan dan sanksi atas kinerja sebuah lembaga. Dan ini bukan hal rahasia lagi bahkan sudah menjadi point untuk masyarakat secara umum.
Apakah kita kurang faham dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang di dalamnya sangat menegaskan bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, ini sebuah penegasan yang merupakan tujuan bangsa. Ini adalah jaminan bukti nyata dari instrumen pengaturan tertinggi Indonesia yang bahkan pula diakui oleh Negara lain. Berbagai bentuk jenis perlindungan ini di antaranya adalah menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga Negaranya, jaminan keamanan, ketenteraman dan ketertiban sesuai dengan norma kehidupan bermasyarakat. Kenapa ini hanya merupakan sebuah teoritis serta hanya media normatif semata, di mana gerakan berkualitasnya.
Terkait dengan keadilan dan hak asasi manusia ini sudah terlalu banyak yang tertarik untuk mengkaji karena memang sangat berkaitan dengan keberadaan hukum dan manusia. Bahkan erat kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan, karena ketika menyoal penegakan hukum, kita akan berhadapan dengan masalah yang tidak pernah berhenti dibicarakan sepanjang Negara mempercayai hukum sebagai salah satu sarana untuk mengatur dan menyelesaikan konflik kehidupan bermasyarakat. Faktanya, ketika hukum ingin dicari penyelesaiannya, kepentingan-kepentingan mulai berbicara, sehingga tidak pernah dicapai pendekatan yang objektif.
Memang sesungguhnya adalah sebuah konsep suatu putusan yang mengandung keadilan, itu sulit untuk dicarikan tolak ukurnya bagi pihak-pihak yang bersengketa. Adil bagi satu pihak, belum tentu dirasakan adil oleh pihak lain. Hakim mempunyai tugas untuk menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan kepala putusan yang berbunyi Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kegalauan akan keadilan di negeri ini memuncak atas fenomena runtuhnya langit keadilan yang disangga aparat penegak hukum dan lemabaga yudikatif. Saya mempelajari, menilai dan berpendapat bagaimana dengan kasus Novel Baswedanpada 2017 lalu? Kadang dalam pikiran kita kasus Novel Baswedan benarkah bisa menjadi bukti kesekian dan menambah daftar sengkarut, rudet dan pabuliutnya keadilan dalam penegakan hukum. Hal ini bahkan menjadikan publik kian semakin stres dan galau terhadap masa depan keadilan hukum dengan kasus penyiraman air keras yang mengenai bagian wajah hingga terkena bola matanya? Innalillahi wa innilahi raaji'un. Kasus beliau menjadi sangat rumit karena beliau mengalami penganiayaan tersebut saat berstatus menjadi petugas negara yang sedang menjalankan tugasnya dalam rangka pemberantasan korupsi yang menjadi penyakit akut dan kronis di negeri tercinta ini. Di mana hukum sebagai norma, sebagai pelindung, sebagai, sebagi, sebagai.....dan banyak lagi kasus demi kasus terabaikan.
Penegakan hukum selama ini bekerja dengan karut marut. Banyak kasus yang dapat menggambarkan rasa frustasi dan galau di masyarakat akibat keadilan hukum jauh dari apa yang diharapkan. Ada ketimpangan dalam penegakan hukum, seperti kasus korupsi miliaran rupiah terbebaskan, kasus sandal jepit. Akibatnya ketidakpuasan itu, di media sering diberitakan adanya aksi kekerasan, seperti; main hakim sendiri, bentrokan antar warga atas sengketa tanah, pengrusakan gedung pengadilan, penyerangan terhadap penegak hukum dan sebagainya.
Dan kini kondisi pandemi yang menuntut banyak perubahan ini juga telah mengubah tatanan hidup bahkan menciptakan tatanan baru termasuk tatanan baru bagi penegakan dan peradilan hukum di masyarakat yang menimbulkan kekhawatiran semakin berpengaruh kepada semua bidang, perlu adanya perubahan konsep, membuat hukum yang manusiawi yang memiliki tujuan, keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak. Menjadikan hukum yang berkenan yaitu memberikan efek jera bagi pelaku dan dapat mencegah orang melakukan kejahatan. Hukum berkeadilan yang dapat memberikan rasa adil bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa atau bagi pelaku dan korban. Sedangkan kepastian hukum mampu memberikan perlindungan dan rasa aman serta dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan masalah hukum yang terjadi di masyarakat.