Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 1,82 juta, bila dibandingkan dengan jumlah pengangguran pada Februari 2020 yakni sejumlah 6,93 juta orang.
Mirisnya, di tengah-tengah sulitnya tenaga kerja lokal untuk mendapatkan pekerjaan, gelombang Tenaga Kerja Asing (TKA) terus berdatangan, bahkan, disaat tenaga kerja lokal dilarang untuk melakukan perjalanan mudik dengan alasan pencegahan penyebaran wabah covid-19.
Kebijakan pencegahan penyebaran wabah covid-19 ini terasa seakan tebang pilih. Bagi tenaga kerja lokal, pencegatan dilakukan dengan ketat di titik-titik penyekatan. Akan tetapi, bagi TKA, mereka bebas melenggang. Bahkan, kabarnya dari TKA yang berdatangan, ada yang dinyatakan positif covid-19.
Harusnya, jika memang untuk kebutuhan pencegahan penyebaran wabah covid-19, pencegatan pergerakan bukan hanya diperuntukkan bagi tenaga kerja lokal, akan tetapi, juga untuk TKA.
Gelombang kedatangan TKA ke Indonesia, mendapatkan respon yang beragam dari masyarakat. Sebagian masyarakat, termasuk tenaga kerja lokal, mempertanyakan mudahnya perizinan yang didapatkan oleh TKA untuk masuk ke Indonesia. Padahal, disisi yang lain, para tenaga kerja lokal sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di tengah pandemi yang tak kunjung padam.
Lantas, apa yang menyebabkan mudahnya TKA untuk masuk ke Indonesia? Padahal, TKA yang masuk ke Indonesia ini bukan hanya tenaga kerja ahli, akan tetapi juga tenaga kerja kasar. Tentu, sebenarnya Indonesia sama sekali tidak kekurangan tenaga kerja kasar. Selain itu, jika pekerjaan para TKA ini dialokasikan untuk tenaga kerja lokal, tentu hal tersebut bisa mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia yang semakin melonjak.
Setidaknya, terdapat empat faktor yang menjadi penyebab mengapa gelombang TKA terus berdatangan ke Indonesia.
Pertama, terikatnya Indonesia dengan berbagai perjanjian perdagangan bebas baik di tingkat regional (semisal MEA dan CAFTA) maupun ditingkat internasional (semisal WTO). Perjanjian perdagangan bebas ini, tidak hanya sebatas pada perdagangan barang dan jasa. Akan tetapi, perjanjian perdagangan bebas ini juga diikuti dengan arus masuknya TKA dari berbagai negara yang terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut. Jadi, karena terikatnya Indonesia dengan berbagai perdagangan bebas, gelombang TKA terus berdatangan ke Indonesia meskipun Indonesia tidak membutuhkannya.
Kedua, terikatnya Indonesia dengan negara-negara kreditur sebab utang luar negeri. Oleh karena itu, tidak heran jika TKA banyak berdatangan dari negara-negara yang memberikan utang luar negeri kepada Indonesia. Tercatat bahwa jumlah TKA terbesar, sekitar 36%, berasal dari China. Mirisnya, TKA yang berasal dari China ini bukan hanya tenaga kerja ahli, akan tetapi juga banyak diantaranya sebagai tenaga kerja kasar.
Ketiga, adanya kebijakan khusus yang memberikan kemudahan untuk membawa TKA bagi investor yang berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan kebijakan ini, jumlah TKA yang masuk ke Indonesia semakin besar.
Keempat, gelombang masuknya TKA ke Indonesia tidak terlepas sebagai akibat diketoknya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 2020. Dalam UU No. 11 tahun 2020 ini, izin masuk TKA ke Indonesia semakin disederhanakan dan dipermudah. Apalagi, bagi perusahaan startup digital, mereka mendapatkan izin khusus untuk mendapatkan kemudahan merekrut TKA. Oleh karena itu, tidak heran mengapa tenaga kerja lokal getol meminta UU Omnibus Law Cipta Kerja ini dibatalkan. Bahkan, sebagian tenaga kerja lokal mengibaratkan TKA seperti zionis Israel yang akan menggusur ladang pekerjaan mereka.
Permasalahan tentang TKA ini, akan terus berlanjut dengan model kebijakan ketenagakerjaan yang diterapkan saat ini. Masuknya TKA ke Indonesia bukan lagi berbasis kepada kebutuhan tenaga kerja dalam negeri. Akan tetapi, masuknya TKA ke Indonesia disebabkan karena tekanan perjanjian internasional yang diratifikasi ke dalam  berbagai peraturan dan undang-undang. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika derasnya gelombang TKA yang masuk ke Indonesia, dikhawatirkan akan menggeser lapangan pekerjaan tenaga kerja lokal.
Hal ini berbeda seperti negara-negara luar negeri, misalnya jepang. Negara tersebut menyerap TKA, misalnya dari Indonesia, karena memang Jepang kekurangan pasokan tenaga kerja. Jadi, masuknya TKA ke Jepang tidak akan mengganggu penyediaan lapangan kerja bagi tenaga kerja  lokal Jepang. Bahkan, keberadaan TKA bagi Jepang memang menjadi faktor yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda perokonomiannya.
Agar TKA tidak menjadi sebuah permasalahan dan menjadi perselisihan dengan tenaga kerja lokal, ada beberapa hal yang perlu untuk dilakukan.
Pertama, menggunakan TKA berbasis kebutuhan dalam negeri. Bukan karena tekanan perjanjian internasional maupun tekanan negara pemberi utang luar negeri. Oleh karena itu, Indonesia butuh mengembangkan instrumen pendapatan nasional yang tidak berbasis utang luar negeri. Selain itu, Indonesia juga perlu mempertimbangkan  perjanjian kerjasama Internasional yang selama ini diikuti. Alangkah bijaknya, jika Indonesia merelakan untuk melepas perjanjian internasional yang tidak berpihak kepada kepentingan perekonomian dalam negeri.
Kedua, mengalokasikan lapangan pekerjaan yang bisa ditangani oleh tenaga kerja lokal kepada pekerja lokal bukan kepada TKA. Kurangnya keterampilan tenaga kerja lokal bisa ditangani dengan memberikan pelatihan kepada mereka, bukan semakin memperbesar aliran TKA.
Ketiga, indonesia butuh mengembangkan industri yang berbasis kebutuhan dalam negeri. Di satu sisi, industri ini bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga tidak tergantung kepada produk impor. Di sisi yang lain, industri ini bisa menyerap tenaga kerja lokal dengan optimal. Jadi, masuknya TKA dengan alasan alih teknologi bisa diminimalkan.
Keempat, indonesia perlu mendorong anak negeri untuk melakukan berbagai macam penelitian untuk mengembangkan teknologi. Dengan demikian, Indonesia tidak akan terus bergantung kepada teknologi buatan luar negeri.