Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Ikatan Mahasiswa Kulonprogo: Sebuah Evaluasi

27 Mei 2012   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:44 493 0

Beberapa bulan yang lalu saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa telah terbentuk sebuah Ikatan Mahasiswa Kulonprogo di kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Setelah saya telururi dan bergabung dengan grup facebooknya, ternyata memang sebagian besar dari mereka adalah orang yang sudah saya kenal sebelumnya. Teman-teman waktu SMP dan SMA, seumuran lah. Mulanya saya bersemangat mengikuti perkembangannya dan membentuk organisasi serupa di Universitas Gadjah Mada. Namun, pada akhirnya organisasi-organisasi tersebut disatukan ke dalam sebuah Ikatan Mahasiwa Kulonprogo (IMKp).

IMKp terdiri dari mahasiswa-mahasiswa asal Kulonprogo yang mempunyai kesadaran untuk berkontribusi terhadap daerah. Melalui identitas primordial yang sama, kami menjalin komunikasi dan koordinasi untuk menyelenggarakan berbagai program kerja. Belum sampai setahun IMKp berdiri kami telah merangkul mahasiswa dari berbagai universitas. Misalnya, yang saya ingat karena aktif dalam kegiatan, UNY, UGM, UMY, UIN Sunan Kalijaga dan IKIP PGRI Wates. Sebenarnya banyak mahasiswa dari universitas/ perguruan tinggi lain namun semuanya baru sebatas aktif di grup facebook.

Beberapa kegiatan yang berhasil kami laksanakan antara lain:

1.Bakti Sosial tanah longsor di Samigaluh

2.Sosialisasi  Perkuliahan dan SNMPTN di SMA-SMA Kulonprogo

3.Trainin Motivasi siswa kelas XII di SMA-SMA Kulonprogo

4.Turnamen Futsal SMA/SMK/MA se-Kulonprogo (Piala Bupati Hasto Wardoyo)

5.Try Out SNMPTN 2012 untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya

Lima kegiatan besar dalam beberapa bulan terakhir bisa dibilang sebuah prestasi yang cukup bagus mengingat sifat organisasi yang kurang erat. Kurang erat karena secara logis sulit untuk membuat organisasi yang solid antarmahasiswa dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Jangankan beda perguruan tinggi, dalam satu jurusan pun seringkali susah bukan untuk menyatukan mahasiswa. Namun, seiring perjalanan waktu kami harap organisasi ini semakin sulit.

Namun demikian, di sini saya akan sedikit mengevaluasi organisasi ini dalam beberapa poin analisis. Evaluasi ini lebih fokus kepada kekurangan organisasi yang hendaknya kita perbaiki bersama demi mencapai tujuan:

1.Sentralitas figur

Tidak dapat dipungkiri bahwa IMKp berdiri atas prakarsa beberapa orang saja dan kemudian orang-orang lain ikut masuk. Masalahnya adalah IMKp masih minim figur-figur pemimpin sehingga terkesan sangat bergantung pada, misal ketuanya saja. Dalam rapat dan kegiatan pun yang dominan bicara (mutu) hanya orang-orang tertentu. Mungkin anggota lain mempunyai usul tapi merasa sungkan untuk mengungkapkannya. Saya bisa memahami itu karena memang sebagai “anak didikan” Kulonprogo tidak dibiasakan untuk tampil ke depan. IMKp harus bisa memunculkan sosok-sosok pemimpin baru karena lewat mereka lah masa depan organisasi dan daerah diperjuangkan. Jika IMKp masih seperti sekarang, setelah kelulusan figur-figur pemimpin tadi bisa dipertanyakan eksistensi organisasi di masa depan. Karena judulnya yang Ikatan Mahasiswa, otomatis regenerasi harus berjalan cepat dan terstruktur mengingat normalnya mahasiswa (S1) hanya bisa fokus organisasi  selama 3 tahun. IMKp harus mempunyai metode peningkatan kapasitas (capacity building) yang efektif dan sustainable.

2.Dominasi golongan tertentu

Dalam sebuah organisasi sebenarnya wajar jika terdapat dominasi kelompok tertentu. IMKp pada awalnya didirikan oleh mahasiswa dari jurusan dan universitas tertentu, di mana tentu telah terdapat jejaring pertemanan yang cukup baik. Jejaring pertemanan ini membuat komunikasi dan kekompakkan mereka lebih intens dibanding kelompok lain. Sehingga terdapat kesan bahwa mereka lah inti dari IMKp, tanpa mereka IMKp “mati”. Sebagai organisasi baru, IMKp masih membutuhkan orang-orang seperti mereka, kompak dan aktif. Namun, model ini tidak ideal untuk jangka panjang karena seolah meminggirkan orang-orang di luar kelompok tersebut. Mungkin tidak secara eksplisit meminggirkan, namun pasti ada perasaan kurang nyaman dari anggota di luar kelompok dominan tersebut. IMKp harus bisa membuktikan dirinya sebagai organisasi lintas-golongan, jika perlu “menghapus” latar belakang pembeda. Menghapus di sini lebih kepada penihilan ego golongan dan mengutamakan kebersamaan. Saya rasa dari pengurus sudah mencoba untuk merangkul semua golongan, namun belum berjalan efektif. Masih terdapat ke engganan dari golongan non-dominan untuk bergabung, terbukti dengan komposisi peserta rapat yang masih didominasi golongan tertentu. Masalah ini sangat serius karena menyangkut kohesivitas dan keberlangsungan organisasi di masa depan.

3.Legalitas organisasi

IMKp sebagai sebuah organisasi dengan tujuan serius tentu membutuhkan sebuah dasar hukum agar lebih mudah menjalankan agenda-agendanya. Belum adanya legalitas organisasi membuat kita sering kesulitan untuk berhubungan dengan pihak luar, terutama mencari mitra/sponsor. IMKp bukan organisasi mahasiswa kampus yang punya kejelasan harus menginduk ke perguruan tinggi yang bersangkutan. Ada dua opsi yang bisa ditempuh: masuk ke struktur legal pemerintah daerah atau mandiri. Opsi pertama berarti IMKp mendaftarkan diri sebagai organisasi kepemudaan yang masuk ke ranah Dinas Kepemudaan dan Olahraga (saya lupa nama dinasnya). Opsi ini memang legal dan dijamin oleh pemerintah, tapi pertanyaan yang tersisa adalah: setelah legal lalu apa? Tidak bisa dipungkiri jika kita masuk ke struktur kedinasan kita akan dibebani oleh ketentuan birokratik yang ketat dan berbelit-belit. Sementara itu kita tahu bahwa dengan APBD yang sedikit dan sudah dialokasikan, hampir mustahil dinas akan memberi IMKp bantuan dana. Independensi organisasi juga dipertanyakan karena dikhawatirkan banyak intervensi pemerintah. Kita bertujuan sebagai mitra pemerintah daerah, bukan sebagai alat pemerintah daerah. Jika sudah dijamin pemerintah daerah, ada kekhawatiran lain munculnya sikap “njagakake” dari anggota IMKp kepada pemerintah sebagai “induk asuh”. Sehingga muncul kesan organisasi ada secara hukum tapi macet secara kerja.

Jika kita memilih jalur mandiri, kita bisa menikmati independensi, keleluasaan agenda dan kedewasaan organisasi. Namun masalahnya adalah mampukah atau maukah kita bekerja keras memperjuangkan IMKp yang demikian idealnya? Opsi kedua ini memang butuh usaha lebih karena kita dituntut untuk mandiri sejak awal. Namun demikian bisa kita anggap sebagai investasi berharga untuk masa depan. IMKp yang mandiri jauh lebih solid daripada yang dependen terhadap pemerintah.

4.Keseriusan agenda rapat

Masalah yang saya temui setiap ada rapat IMKp adalah sekitar 2/3 waktu rapat digunakan untuk bercanda. Bercanda antaranggota memang tujuannya untuk mengakrabkan organisasi. Namun jika terlalu banyak bercanda akan membuyarkan agenda rapat dan membuat alokasi waktu jadi tidak efektif. Saya sebenarnya sering gemas karena sangat sedikit kemajuan yang dicapai sewaktu rapat, tidak sebanding dengan waktunya yang seringkali lebih dari dua jam. Candaan yang ada pun bukan candaan cerdas karena mengacu pada fisik dan pribadi. So bitch please, it’s enough! Manfaatkan waktu secara bijak.

5.Lesunya organisasi

Dari yang saya amati adalah IMKp cenderung lesu pasca-kegiatan besar. Turnamen futsal dan Try Out SNMPTN bisa dibilang sukses dan seharusnya membuat anggota lebih bersemangat. Nyatanya malah terdapat kelesuan organisasi yang mengesankan banyak anggota yang cuma muncul saat kegiatan namun kemudian menghilang saat pertemuan rutin. Dari grup facebook pun pasca-kegiatan malah sepi, kecuali mengobrolkan dokumentasi dan gosip-gosip lokal. Apa pada kapok ya dengan kegiatan-kegiatan IMKp? Saya rasa harus ada aspirasi dari masing-masing anggota mengenai organisasi yang kemudian ditindaklanjuti ke dalam beberapa perubahan. Jika aspirasi tidak tercurahkan tidak ada sense of belongings anggota terhadap IMKp. Akibatnya organisasi sulit untuk berkembang karena kontribusi anggota tidak optimal.

6.Kontribusi bagi daerah

Poin ini paling penting karena IMKp mempunyai tujuan mulia yang intinya berkontribusi positif terhadap daerah. Namun jika dilihat dari program kerja yang sudah dilaksanakan selama ini, kontribusi bagi daerah bisa dikatakan minim. Kontribusi paling luas hanya untuk siswa-siswa SMA/SMK/MA se-Kulonprogo. Sedangkan kontribusi lain sifatnya sempit bahkan bisa dibilang cuma berkontribusi positif terhadap organisasi saja. Proker selama ini sifatnya lebih kepada mass mobilization yang mengeksplorasi kerja kolektif anggota IMKp. Manfaatnya lebih kepada kekompakkan dan popularitas organisasi. Tidak ada yang salah karena memang sebagai organisasi baru kita butuh kegiatan-kegiatan seperti ini. Namun kita juga harus lebih serius memikirkan tujuan “kontribusi bagi kemajuan daerah”. Apa sih yang bisa mahasiswa berikan untuk kemajuan daerah? Banyak!!! Kita bisa mulai dengan pemberdayaan masyarakat, memberikan policy recommendation, menyalurkan aspirasi rakyat dan memecahkan masalah-masalah sosial di daerah. Untuk itu kita butuh teman-teman yang mau bekerja total, fisik dan pikiran. Sudah waktunya bagi IMKp untuk lebih serius menggarap isu-isu kedaerahan dibandingkan dengan agenda keorganisasian. Kita bukan organisasi mahasiswa kampus yang tujuan kegiatannya ke dalam (pada diri mahasiswa sendiri). Kita organisasi mahasiswa kedaerahan yang punya misi besar memajukan daerah, mulai dari sekarang dan seterusnya.

Itulah beberapa evaluasi yang bisa saya berikan kepada organisasi ini. Semoga IMKp bisa terus berkembang dan menjadi organisasi yang solid. Semoga IMKp bisa mewujudkan cita-citanya berkontribusi bagi pembangunan daerah, sekaligus menjadi pencetak generasi muda yang peduli kepada daerah.

Lilik Prasaja

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun