Pagi itu, seperti pagi-pagi lainnya, mentari mulai menembus tirai jendela kamar dengan sinar yang lembut. Namun, bagi Ari, rasanya pagi ini berbeda. Sesuatu yang tak terdefinisi merayap di hatinya, menggusur kebiasaan pagi yang biasanya penuh semangat. Di meja makan, secangkir kopi yang sudah dingin menunggu untuk diseduh, sementara jam dinding tua yang tergantung di ruang tamu terus berdetak perlahan, seperti menyadarkan bahwa waktu tidak pernah berhenti. Ari duduk di ujung meja, tangannya memegang ponsel. Layar ponsel menampilkan deretan pesan-pesan yang belum dibaca. Dia memilih untuk tidak membukanya, terlalu lelah dengan dunia yang tampaknya tidak ada habisnya. Setiap pesan, setiap email, setiap panggilan telepon yang tak terjawab, terasa seperti beban yang semakin memberatkan pundaknya.
KEMBALI KE ARTIKEL