Nyatanya pada saat menjalani skripsi, banyak tantangan yang lebih sulit dibandingkan sempro. Mulai dari kemungkinan ganti judul di tengah pengerjaan, revisi teori, hingga pembahasan yang dianggap salah kaprah. Tidak jarang, mahasiswa yang sudah merayakan dengan mewah setelah sempro justru harus menghadapi kenyataan pahit: revisi berkali-kali, bolak-balik mencari tanda tangan dosen, bahkan kuliah yang molor karena skripsinya tak kunjung selesai. Kalau selebrasi awalnya sudah berlebihan, bagaimana kalau di tengah jalan justru tersandung masalah? Rasanya malu, bukan? Â
Banyak mahasiswa yang berdalih, "Selebrasi ini kan bentuk apresiasi atas perjuangan selama ini." Tapi, menurut saya, lebih bijak merayakan ketika benar-benar sudah selesai---setelah revisi rampung, pengesahan dari dosen penguji beserta dekan telah didapatkan, dan dinyatakan lulus dalam yudisium atau wisuda. Pada titik itu, perasaan lega dan puas lebih terasa karena kita telah melewati perjuangan penuh, bukan hanya sekadar langkah awal. Â