Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Ketika Saatnya Jatuh Cinta

2 Maret 2015   13:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:17 71 0
Cinta itu anugerah. Pemberian yang setiap saat menghampiri hati umat manusia.
Ketika cinta menghampiri kehidupan kita, pada sebenarnya kita telah menerima sebuah amanat besar. Ketika kita memberikan keputusan untuk mencintai, maka bersegeralah tumpahkan segala energi kita, memusatkan pikiran, waktu dan segala daya kita pada objek yang kita cintai itu. Termsuk pula kita wajib mengusung atas semua resiko dari keputusan itu sebab resiko adalah setiap konsekuensi yang selalu melekat pada sebuah keputusan, termasuk dalam mencintai. Tidaklah mencintai itu lepas dari tanggungjawab, karena untuk mencintai amatlah membutuhkan nyali dan keberanian yang super besar.
Mencintai itu samadengan kita menghadirkan cinta, dan cinta selalu datang dari setiap panggilan. Hadirnya cinta sama halnya dengan hadirnya sebuah pergolakan yang mematri pada keputusan. Itu sebabnya dikata, mencintai berarti memikul sebuah beban dan tanggungjawab.
Dari kemurnian dan rindangnya cinta tersimpan sebuah makna agung yang tersembunyi dalam ketegaran dan keteguhannya. Memberi dan menerima cinta adalah sebuah kehormatan, maka dari sanalah kita temukan sebuah motivasi kuat untuk selalu membela. Dorongan untuk selalu bertahan.
Esensi cinta dibangun dari respon, respon kita untuk selalu siap menerima beban dari segala kemungkinan. Tak ada cinta yang datang, kecuali untuk tekad yang matang. Dan, respon itulah yang dapat menentukannya. Setelah kita meresponnya, maka bersama dengan itu keputusan kita telah menancapkan gasnya. Berarti, kita telah siap mengemban sebuah tanggungjawab besar dari resiko yang mungkin suatu saat akan datang menghampiri kita. Dari sanalah kita dapat mengarungi satu kehidupan baru. Karena mecintai dapat dikata, suatu upaya untuk mengolah seni kemungkinan (fannu al-mumkinat).
Untuk apa Sayyidah Khadijah siap menanggung beban demi untuk sang suami, sosok manusia agung yang dicintainya, Muhammad saw? Untuk apa Bilal bin Rabah rela disiksa dan tubuhnya ditindih dengan batu di tengah terik matahari padang pasir? Untuk apa Syaikhana KH. Achmad Muhammad Nawawi (guru penulis) rela berjalan dari daerah ke daerah yang jauh demi untuk meraih kemuliaan ilmu? Itulah kiranya, mengapa babad sejarah cinta selalu melekat pada sosok pemberani.
Dengan alasan itulah, cinta dapat melahirkan etika dan estetika yang selalu bergandengan. Karena cinta itu mulia, dan mencintai berarti terhormat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun