Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Lingkunganku, Kehidupanku

21 Oktober 2011   10:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:40 344 0
Pagi ini, seperti biasanya Aryo bangun pagi sekali. Ia segera bergegas. Sebelum bersiap berangkat sekolah, Aryo harus menyiapkan sarapan untuk sang ibu tercinta. Ibunya menderita kelumpuhan akibat sebuah musibah. Sang ibu tertimpa batang kayu saat sedang membantu ayahnya mengumpulkan kayu dihutan. Ya, ayah Aryo bekerja sebagai penebang kayu dihutan. Hasil penjualan kayu itulah yg selama ini menjadi penopang hidup keluarga Aryo.

Yang tadinya sang ibu yang bekerja sebagai pengais sampah bekas, kini tak bisa lagi berkeliling mengais sampah karena kondisinya yang lumpuh. Sekarang Aryolah yang menggantikan ibunya sebagai pengais sampah plastik bekas. Rasa malunya ia singkirkan jauh-jauh dari benaknya, ejekan teman-temannya tak pernah ia hiraukan. Karena pekerjaan yang ia lakukan adalah pekerjaan yang halal.

Sang ayah yang bekerja sebagai penebang kayu ilegal tak menghiraukan resiko yang akan ia terima, yaitu berhadapan dengan hukum. Yang ada dalam benaknya adalah hanya sang istri dan Aryo. Ia sangat tau bahwa pekerjaanya akan merusak lingkungan, dan merugikan banyak orang. Tapi tak ada pilihan lain selain menerima resikonya.

Jam sudah menunjukan angka 06.30. Aryo sudah selesai menyuapi ibunya,ia langsung pamitan kepada sang ibu. Kebetulan hari ini ayahnya sedang ada dihutan mengumpulkan kayu, jadi terpaksa ia meninggalkan ibunya sendirian dirumah petak kontrakan kecil.

“Bu, Aryo berangkat sekolah dulu ya .. ibu tak apa-apa kan jika Aryo tinggal sebentar?” ucap Aryo seraya mencium tangan sang ibu.

“Iya nak, pergilah menuntut ilmu yang baik. Ibu tak apa-apa jika kau tinggal sebentar. Jangan khawatirkan ibu. Ibu akan baik-baik saja.” Ujar sang ibu sambil mengusap kepala Aryo.

“Baik bu, Aryo pergi dulu ya bu..” Ucap Aryo.

“Iya nak,..”ucap ibunya tersendak-sendak.

Aryo pun segera pergi dengan menaiki sepeda butut kesayangannya. Sepeda yang ia temukan ditempat pembuangan sampah itu sekarang telah ia perbaiki dan menjadi kendaraan yang setia mengantarnya kemana pun ia pergi.

Sesampainya disekolah, ia memarkirkan sepedanya ditempat biasanya ia memarkirkan sepedanya. Dony dan teman-temannya yang melihat Aryo dan sepeda bututnya pun langsung menghampiri Aryo dan mengejeknya.

“Hay anak miskin, mau apa kamu bawa sampah kesekolah? Sepeda ini udah tak layak pakai lagi tau! Dasar butut !” Ejek Dony sambil menendang sepeda Aryo.

“Aku memang miskin, tapi bukan berarti kamu bisa bertindak semena-mena padaku! Jangan karena kekayaanmu kamu bertindak sombong Don,” Bantah Aryo kesal.

“Itu hakku anak miskin! Sudahlah, orang miskin sepertimu tak pantas berurusan dengan orang berada sepertiku!” ucap Dony seraya pergi berlalu.

Aryo hanya tertunduk menatap sepedanya. Ia tak terlalu memikirkan penghinaan Dony, tapi ia juga tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Tapi segera disingkirkannya rasa malu yang bersarang dibenaknya dengan segera.

“untuk apa malu? Ayo Aryo, buktikan bahwa kamu tak sehina yang dipikirkan Dony ! tujuanmu datang adalah untuk menimba ilmu, bukan untuk memikirkan perkataan orang.” Ujar Aryo dalam hatinya. Ia tersenyum sejenak dan segera masuk kelas.

Rangga,teman sebangkunya, sekaligusn satu-satunya orang yang mau berteman dengannya sudah menunggunya dalam kelas. “Hey Aryo, aku udah nunggu kamu dari tadi lho, kamu kok baru datang? Tak seperti biasanya..” Ucap Rangga seraya tersenyum.

“Ada masalah sedikit didepan tadi, tapi hanya masalah sepele saja.” Ucap Aryo seraya duduk disamping Rangga.

“Memangnya masalah apa?” Tanya Rangga penasaran.

“Ngga kok, bukan apa-apa. Biasaalah.. Donny cari gara-gara denganku lagi.” Ujar Aryo memasang wajah lesu.

“Dasar si Donny, tak bisa lihat kamu tenang saja.. sudahlah, tak usah dipikirkan, nanti juga dia akan menyesal.” Ujar Rangga sambil menepuk pundak Aryo.

“Iya, aku tau itu..” Ucap Aryo.

“Ngomong-ngomong sepulang sekolah ini, kamu nggak sibuk kan?” Tanya Rangga pada Aryo. “Nggak, sepulang sekolah aku hanya mengurusi ibuku, lalu mencari sampah bekas lagi.. emangnya kenapa?” Ujarnya, kemudian bertanya lagi. “Oh, nggak. Aku hanya mau minta kamu ajarin aku Mate-matika. Kan kamu jago banget dalam pelajaran yang satu ini. Tenang saja, aku sudah bicara dengan ayahku, dan ayahku merespon sangat baik, katanya ia akan memberimu upah lumayan setiap bulan karena telah mengajariku... kamu mau kan?” Ujar Rangga dengan wajah memohon.

“Maaf sebelumnya ya, jika aku setiap hari mengajarimu, otomatis aku akan meninggalkan ibuku sendirian dirumah, aku bukannya menolak, tapi aku harus bekerja dan merawat ibuku. Lagian kamu kan berada, kenapa tak minta diajari guru les privat?” Ucap Aryo menolak.

“Tenang saja Aryo, aku yang akan pergi ke rumahmu. Dan nggak setiap hari kok, hanya hari-hari tertentu saja.. bagaimana? Mau yaa ajarin aku?” Ajak Rangga dengan memasang wajah memelas.

“Ya udah, aku trima tawaran kamu..” Ucap Aryo tanda setuju.

“Nah, gitu dong Aryo, itu baru sahabatku.” Ujar Rangga sambil tersenyum lebar.

Sepulang sekolah, Aryo dengan semangatnya mengayuh sepedanya menuju rumah. Sesampainya dirumah, Aryo segera mengetuk pintu rumahnya.

Tok..tok..tok.. “Assalamuallaikum bu, ibu dimana?” Teriaknya seraya masuk kamar, dilihatnya sang ibu tak berada ditempat, segara kepanikan melanda dirinya. “Ibu, ibu dimana? Ibu.. ibu dimana?” Teriaknya lagi..

“Ibu disini nak,” Ucap ibunya dengan suara samar-samar. Suara itu berasal dari dapur. Aryo pun segera berlari ke arah suara itu, ternyata ibunya terjatuh.

“Ya Allah bu, ibu kenapa bisa sampai ke dapur?” Tanya Aryo dengan paniknya.

“Ibu tadi mau ambil air minum di dapur, ibu tergopoh-gopoh dengan tongkat, tapi kaki ibu tak kuat bertahan, jadi ibu terjatuh..” Jelas ibunya.

“Astaga bu, maafkan Aryo ya bu, ini salah Aryo, Kalau saja Aryo udah nyiapin air minum dikamar, pasti ibu tak akan seperti ini.. Aryo benar-benar minta maaf bu..” Ucap Aryo seraya memeluk ibunya.

“Ini bukan salahmu nak, kalau saja ibu tak nekat ke dapur, pasti ibu tak akan terjatuh seperti ini,” Ucap ibunya dengan nada suara lemah.

“Iya bu,, sudahlah .. Ayo, Aryo gendong ke kamar.” Ucap Aryo seraya menggendong sang ibu.

Setelah membawa sang ibu ke kamar, Aryo segera menjual hasil sampah yang dikumpulkannya. Ia mebeli makanan untuk ibunya lalu menyuapi sang ibu dengan penuh kasih sayang.

“Aryo, ibu kepikiran ayah kamu dari tadi Yo.. ada pertanda apa ya Yo?” tanya ibunya cemas.

“Bu.. semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan ayah. Sekarang ayah lagi mengumpulkan uang untuk biaya berobat ibu.. Semoga saja ayah baik-baik saja disana.” Ucap Aryo penuh harap.

“Kalau saja ibu tak mendapat musibah ini, pasti ayahmu tak akan bersusah payah mengumpulkan kayu-kayu dihutan dengan mengambil resiko. Pekerjaan ayahmu sudah melanggar hukum nak, merusak lingkungan dan merugikan banyak orang tidak bersalah. Jujur saja, ibu sangat khawatir dengan ayahmu” Ujar ibunya dengan wajah penuh cemas.

“Aryo tau bu, ini semua bukan salah siapa-siapa bu. Ini takdir sang ilahi. Aryo pun tau pekerjaan ayah merugikan banyak orang, makanya Aryo berusaha membantu dengan mengumpulkan sampah bekas, sekarang juga Aryo mengajari Rangga mata pelajaran yang tak ia ketahui, dan ia memberi upah bu, jadi lumayan buat bantu pengobatan ibu..” Gumam Aryo dengan tersenyum.

“Iya nak, maafkan ibu Aryo. Ibu telah menyusahkanmu dan ayahmu.. Semoga saja ayahmu akan baik-baik saja.” Ucap sang ibu seraya memeluk Aryo.

“Iya bu, ibu jangan merasa bersalah. Aryo akan berusaha agar ibu dapat mendapat pengobatan yang layak.” Ujarnya tersenyum lagi.

Disela-sela pembicaraan mereka, tiba-tiba ada suara menyeru dari luar.

“Assalamuallaikum..” suara itu terdengar dari balik pintu.

“Wa’alaikumsallam.” Serentak Aryo dan ibunya menjawab suara salam itu. Kemudian Aryo segera keluar kamar dan menghampiri asal suara tadi.

Ternyata yang datang adalah dua orang lelaki memakai seragam lengkap. Mereka adalah dua orang polisi.

“Apa benar ini alamat Pak Karmin?” tanya salah satu polisi.

“Ya, benar. Saya anaknya, ada apa ya?” Ucap Aryo penasaran.

“Kami dari kepolisian, ayahmu ditahan di kantor polisi. Ia ditangkap karena telah bersalah menebang sembarangan kayu dihutan lindung. Ia kini ditahan dikepolisian.” Ujar pak polisi itu.

“Astagfirullah. Bisa saya ikut bapak? Saya ingin melihat ayah saya.” Tanya Aryo dengan wajah penuh kecemasan.

“Iya, sebelumnya kami bisa bertemu dengan istri dari pak Karmin?” Tanya salah satu polisi lagi.

“Iya, tentu saja. Mari pak, saya antarkan ke kamar, ibu sya tidak bisa berdiri karena sedang sakit.

Aryo pun segera mengantarkan kedua polisi itu ke kamar, menemui sang ibu yang sedang tergulai lemah menahan kesakitan akibat terjatuh di dapur.

“Ada apa ya? Kenapa ada polisi nak?” Tanya sang ibu heran dan cemas.

Aryo hanya diam dan menunduk. Ibunya semakin tak paham dengan apa yang terjadi.

“Begini bu,bapak Karmin sekarang tengah ditahan dikepolisian. Ia tertangkap sedang menebang kayu dihutan lindung. Tindakan pak Karmin telah melanggar hukum bu, ia telah merusak lingkungan.” Jelas salah satu polisi.

“Lalu sekarang suami saya ditahan pak? Astagfirullahal’adzim, Aryo.. Kekhawatiran ibu selama ini ternyata terjadi juga kan? Lalu bagaimana ini pak?” Ujar sang ibu panik, cemas dan sedih. Ibunya sangat sedih mendenagar kabar buruk itu.

“Pak Karmin harus membayar denda dan menandatangani surat persetujuan tak menebang pepohonan dihutan secara sembarangan lagi bu..” Jawab pak Polisi.

“Membayar denda? Uang darimana pak? Keluarga kami tak punya uang untuk membayar denda sebanyak itu. Lagi pula suami saya melakukan itu karena dihimpit kebutuhan ekonomi yang mengharuskannya melakukan itu semua..” Jelas ibu Aryo dengan air mata yang mulai menetes.

“Saya akan berusaha pak, saya akan menjual sampah bekas yang saya kumpulkan selama ini, mudah-mudahan saja bisa mencukupi. Beri saya waktu pak.” Ujar Aryo berusaha tegar.

Aryo pun segera bergegas pergi kesamping petak rumah, lalu mengambil dua karung berisi sampah plastik, ia mengayuh sepedanya ketempat pengepul sampah dengan tetesan air mata yang tak henti-hentinya mengiringinya. Ternyata hasil penjualan sampah plastik itu hanya berjumlah Rp. 20.000. Tanpa berpikir panjang ia segera pulang dan membawa uang hasil penjualannya itu.

Sesampainya dirumah, ternyata Rangga telah berdiri menunggunya didepan rumahnya.

“Rangga, iya ya. Aku lupa hari ini aku harus mengajarimu. Tunggu sebentar ya,” Ucap Aryo seraya masuk kamar.

“Pak, ini cukup untuk membebaskan ayah saya?” Tanya Aryo sambil mengusap peluh yang menetes didahinya.

“ini belum cukup nak, dendanya sejumlah Rp. 200.000. Sedangakan uangmu hanya Rp. 20.000.” jelas salah seorang polisi.

“Lalu? Bagaimana ini? Saya tidak mepunyai uang sebanyak itu pak.” Ujar Aryo dengan wajah penuh kecewa.

“Aku bisa mebantumu Aryo? Ini pak.” Ujar Rangga yang sedari tadi mendengar percakapan mereka.

“Terimakasih Rangga, nanti aku akan mengganti uangmu.” Ujar Aryo.

“Tidak perlu Aryo, ini gaji pertamamu karena menjadi guru lesku. J” ujar Rangga sambil tersenyum.

“Sekali lagi terimakasih Rangga J” Ucap Aryo seraya memeluk Rangga.

“Terimakasih nak Rangga, ibu sangat berterimakasih kepadamu..” Ucap ibu Aryo tersenyum. “Sama-sama bu..” Ujar Rangga membalas senyum ibu Aryo.

Aryo pun segera pergi kekantor polisi menjemput sang ayah. Sementara Rangga tinggal dirumah menjaga ibu Aryo.

Sekitar sejam kemudian, Aryo pulang dengan sang ayah. Betapa bahagianya sang ibu melihat suaminya pulang kembali berkumpul dengannya dan juga Aryo.

Ayah Aryo mengucapkan banyak terimakasih kepada Rangga. “Terimakasih ya nak, J” Ucap ayah Aryo sambil tersenyum.

Rangga tersenyum. Sejak saat itu ayah Aryo berhenti bekerja sebagai penebang kayu dihutan. Ia kini bekerja sebagai kariawan diperusahaan daur ulang milik ayah Rangga. Sedangkan ibunya telah memakai kursi roda dan membangun toko bunga, mereka juga tinggal dirumah kontrakan sederhana yang lebih layak dari sebelumnya. Aryo mendapat beasiswa prestasi, dan mengembangkan usaha daur ulang sampah menjadi cendera mata dan sebagainya.

Hidup mereka kini sejahtera dengan memanfaatkan Lingkungan sebagai sumber kehidupan mereka. Menghargai Lingkungan, dan mendaur ulang sampah plastik menjadi benda yang lebih berguna bagi banyak orang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun