Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Harapan Kecil di Rumah Kecil

17 November 2011   14:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 133 0
segantang roti untukmu...






Harapan Kecil di Rumah Kecil



dan segelas susu hangat aku hidangkan tepat di meja kerjamu.

juga ku sirami melati kecil yang tumbuh sederhana di jendela kamarmu.

aku melakukannya setiap pagi..

setiap ku tatap keluar dan langit masih keabu-abuan dengan pendar emas di ufuk timur.

usai subuh... aku membangunkanmu dengan lembut... dengan suara kecil yang hanya mampu didengar oleh angin.

saat itu, aku hanya melihat selimut merah maroon'mu yang tergeletak di atas dipan, dan tak kulihat kau ada di sana. aku bergegas menuju balkon: juga tak ada kau.

lalu berlari ke ruang kecil di belakang dan memanggilmu, lirih.

kau.. pun tak ada.

cemas. aku terus berteriak menyebut namamu berkali-kali, menilik seluruh ruang-ruang di rumah yang hanya kutinggali denganmu.

tidak ada.

aku berlari menuju taman di halaman belakang.. dan kudapati sebuah bayang yang sangat kukenal.

"Diii..."

kau tak menyahut...

saat kudekati....

kau malah berjalan pergi... menjauh hingga menembus tembok taman... lalu menghilang di situ.


hari itu,, di pagi yang sangat dingin... dalam hembusan angin yang begitu menggigit...

engkau mempermainkanku.

aku mendengus kesal. "Masih sangat pagi untuk bermain petak umpet, sayang..." aku membalikan badan lalu kembali ke dalam.


sepagi ini, ditemani embun yang menetes riang di dahan-dahan., aku memungut sebuah buku kecil di bawah selimutmu, buku itu bersampul merah jambu dengan bertulis namaku, juga namamu. ada sebuah gambar bunga merah berpadu kuning di sudut sampul dengan latar hijau muda. aku membukanya..

"Ini Diary kita, sayang..." tulisan pertama yang kubaca di awal halaman. aku tersenyum.

lalu kubuka halaman berikutnya...

"5 Juli 2007...."

"Mengenalmu... menatap kedua bola matamu yang berpijar terang... meski seisi ruang kita penuh gelap... adalah ketenangan yang menghanyutkan... apa kau juga rasa??"

Sebuah titik kecil membasahi sudut halamannya. Aku baru sadar, titik itu mengalir dari mataku.

hanya ada tulisan itu. aku membuka halaman berikutnya dengan pelan. dengan menarik nafas dalam-dalam.


"Langit selalu menyediakan warna yang berbeda.. dalam pagi kita melihat kuning keemasan.. menyelami malam, kau tak akan menemukan apa-apa selain hitam kepekatan, juga bintang2 yang berkilauan. tetapi kita tak pernah bosan.. duduk berdampingan di atas dipan.. menatap langit dengan rasa yang selalu sama.. menakjubkan kan?? "

"iya..." bisikku dalam batin... aku memejam, menahan air mata yang berjatuhan.

aku terus membuka halaman demi halaman dari buku yang kini kugenggam dalam getar. Hingga kutemukan sebuah catatan kecil,

"Tidak akan kujumpai, taburan bunga atau wewanginya sekedar mengingatkanku akan engkau. dalam peristirahatanku, aku terus merindukan sajak-sajak kecilmu yang anggun... juga wajah dan hatimu yang kian terang. tidak akan ada lagi sejuk nan rimbun mata air yang yang kau sandingkan lewat syair-syair pagi, tempat kita saling bertukar pandang. Pusaraku pasti akan mengering... dan aku sendirian, sayang.. hanya guguran kamboja diterpa angin senja.. namun, kau.. tak juga datang. "


Aku memekik dalam jerit kecil. Buku itu basah oleh air mata. Aku menutupnya... dan membenamkannya dalam dada. Ku peluk erat-erat. Sangat erat. sambil menahan kesakitan hati yang kian tersayat.


"Adakah semua akan kembali, Diii...???"


Lama dalam diam. Langit di sana seolah membisu untukku... melati kecil di sudut jendela kamar, menatapku heran...

Aku mengusap air mata dan berdiri. Berjalan gontai menuju almari kecil di sudut kamar, hendak menyimpan buku di tangan. Saat membuka lemari, ku lihat secarik kertas tergeletak di bawah tumpukan buku. Sejak kepergianmu, aku baru melihatnya di detik itu... aku memungutnya.

"Kita.. dua lilin yang menjadi kuat oleh sebatang nyala korek api.. lalu berdua, menerangi kegelapan di sekitar hanya dengan satu rasa: KASIH SAYANG.. Jika kelak, kau temukan satu lilin itu padam... teruslah bertahan untuk selalu terang. dalam Benderang.. Mungkin, hempasan angin akan datang dan meredam nyalamu, carilah sebatang korek. Kau masih ingat dimana kamu letakkan korek apimu itu kan?? dalam hatimu. yaa... do'amu kepada Tuhan adalah korek api itu... lalu menyalalah kembali... duniamu akan bercahaya oleh engkau sendiri. Berjanjilah untuk itu, sayang...."


aku menarik nafas dalam-dalam... dan menghembuskannya perlahan. Ku simpan secarik kertas itu ke dalam buku diary lalu meletakkannya di tengah-tengah buku lain dalam almari.



"Kita menanam benih-benih harapan.. tumbuh menjadi harapan-harapan kecil... lalu kita wujudkan dalam rumah kecil.. sederhana.. tentu saja..."





Laeli Fajriyah

di Kebumen (yang insyaAllah) semakin "Beriman", selesai ditulis 08.07, 14 November 2011.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun