Sudah hari kedua setelah jatuh sakit ,lama memulai kerja kembali.  Curah hujan yang tinggi bulan ini membuat aku harus bergegas pulang dan pergi cepat atau akan ke hujanan.  Selama dalam masa pemulihan aku menggunakan jasa ojol, memang terasa boncos sekali tetapi aku masih belum cukup kuat untuk membawa kendaraan sendiri.Â
Jangan tanya"Kok tidak di antar Mas pacar saja?". Saya tidak ingin menjawab"Nanti belum nemu" Â Atau jawaban klasik seperti "Masih di tangan Tuhan". Â Kali ini saya akan jawab"Saya ini anaknya terlalu mandiri haha...." .Â
Apakah sudah terjawab? oh belum ya?
Saya mendapatkan driver seorang Bapak paruh baya. Tetapi naik motornya ini beuhh.. kencang sekali, beliau sudah tau sepertinya bahwa dekat-dekat jam ini akan terjadi hujan deras.  Mana jarak rumah dan kantor sangat jauh, itu saja saya mendapatkan pengemudi ojek nya lama sekali, ada kali ya tiga puluh menit.
Kantor saya melewati jalur perlintasan kereta api, saat sudah dekat dengan jalur perlintasan dan sirene tanda kita harus berhenti di belakang rel sudah berbunyi. Namun sebelum tiang penutup jalur hampir sampai pada tempatnya, si Bapak ini langsung tancap gas berusaha keluar jalur, saya panik, sontak saya sedikit teriak sambil menepuk-nepuk pundak Bapaknya untuk berhenti.Â
Tetapi Bapaknya tetap terus berjalan, hingga setelah kami keluar jalur perlintasan rel kereta Bapak itu langsung meminta maaf atas perlakuannya. Beliau sadar bahwa makin lama menunggu kereta, makin cepat juga kami akan basah diguyur hujan.Â
Mengingat tempat perbatasan rel kereta dan jalanan adalah tempat terbuka, tidak ada waktu untuk berteduh apalagi sempat membuka jas hujan yang di simpan di jok motor, pastilah pengendara pengendara lain di belakang akan klakson dengan sekencang-kencanganya.
Belum ada lima belas menit di perjalanan, hujan deras sudah menemani. Menyebalkan, disertai angin kencang yanh membuat pohon pohon tinggi menjulang terasa menakutkan. Â
" Mau nerobos hujan Neng? Pake jas hujan?"
Sesaat saya diam, dan memperhatikan sekitar. Tidak ada tempat berteduh, karena jalanan ini sangat luas dan terbuka,akan berbahaya jika kami berteduh di bawah pohon, risiko untuk pohon tumbang atau tersambar petir adalah hal yang tidak saya inginkan pada saat itu.
"Neduh aja deh Pak, hujannya deras banget nih "
Lalu kami  berhenti di depan sebuah rumah yang halaman depan rumahnya dijadikan garasi, jadi tempat itu tertutup. Tidak ada bangku atau lantai bersih untuk kami duduk, jadi kami hanya berdiri selama kurang lebih satu setengah jam untuk menunggu hujan reda, melelahkan sekali.
Kalau sudah terjebak hujan begini,tiba tiba saja merindukan kamar. Sontak aku teringat kalimat ibuku, yang selalu marah jika aku pulang basah kuyup karena tidak mau berteduh. Â Alasanku itu sepele, aku hanya ingin cepat sampai rumah , mandi dan bertemu keluargaku.Â
Jikalau terjadi apa-apa, aku sedang bersama keluargaku , hanya itu yang ada di pikiranku selama aku terus kehujanan di jalan. aku hanya ingin bersama mereka, baik mati maupun dalam keadaan hidup.
 Bagiku, tak apa dia menunggu lama untuk orderan selanjutnya, tak apa aku merelakan kamar nyamanku, tak apa menunggu sedikit lama aman nomor satu. Meski, kadang-kadang aku masih saja suka bandel, menerobos hujan demi bisa pulang cepat lagi hehehe..
Ternyata , bapak ojolnya pun sudah tua. Rasanya tidak tega, mengingat hujan ini seperti jarum bila di terobos. Ah, capai berdiri saat berteduh tidak ada apa apanya dibanding nyawa dan segala hal yang kami tidak inginkan terjadi.Â
Bila aku ingin memenuhi egoku hari itu, mungkin saja aku selamat mungkin saja aku bisa tidur nyenyak, tetapi bagaimana nasib Bapak ojol tersebut? Ketika pulang ? Atau selama di perjalanan? Bukan hanya nyawaku yang jadi taruhan tetapi nyawa beliau dan pekerjaanya. Hanya demi tidak di komplain oleh pelanggan dan tidak dapat bintang satu, apa pun harus dia lakukan bukan ?
Tidak, aku tidak akan membiarkan ego dan hawa nafsuku merenggut semuanya hanya dalam waktu beberapa detik saja untuk berpikir.