Saya pernah menawarkan ke Raillink, menggunakan Bus Raksasa Kangkang untuk menggantikan fungsi KA, karena dengan Bus Raksasa Kangkang, tidak perlu menginvestasi banyak dana di prasarana Jalan, serta kapasitasnya besar, sanggup mengangkut maksimum 1200 orang, atau 700 orang dengan bagasinya sekali jalan. Investasi Bus Raksasa Kangkang relatif murah dibandingkan MRT (seperlima) dan Monorail (setengah).
Setelah saya membuat perhitungan rugi laba, ternyata pengeluaran dibidang bunga bank, mencapai 50% - 60% dari total pengeluaran (kalau untuk MRT bahkan bisa lebih). Hal demikian juga akan ditempuh di proyek MRT (kebetulan proyek MRT memakai loan dari jepang yang bunganya rendah, tapi potensi kenaikan kurs jpy sangat tinggi, dan bukan rahasia umum lagi bahwa komponen yang dipakai untuk maintenance MRT jepang, kita akan digetok sangat mahal oleh jepang, ini corporate/country culture mereka).
Saya diberitahukan oleh kawan-kawan, bahwa satu-satunya perusahaan MRT (Monorail mempunyai kondisi yang hampir sama) yang menghasilkan keuntungan besar/memadai adalah Hongkong MRT, ini disebabkan ketika membangun Hongkong MRT, harga property di Hongkong belum tinggi, dan MRT Hongkong menguasai bidang tanah yang akan dijadikan MRT station, diatasnya ada gedung kantor, Mall. Keuntungan Hongkong MRT bukan berasal dari income operasional tiket penumpang, melainkan dari income properti dan kenaikan harga properti (Properti merupakan business utama di Hongkong).
Rupanya Jakarta Monorail mengambil pengalaman ini, dibuat monorail tapi rencana investor mengambil keuntungan dari income property. Maka Jakarta Monorail hanya mengambil jalur emas, kuningan, gatot subroto, slipi yang memang penuh dengan perkantoran vertikal. Sebetulnya gaya menyelip sumber keuntungan dibidang properti itu merupakan gaya yang ampuh untuk membuat usaha ini untung. Saya yakin MRT Jakarta juga akan mengambil metode yang sama.
Kalo di Hongkong adalah daerah gedung vertikal, maka dengan membangun MRT, nilai properti di Hongkong melonjak BERLIPAT GANDA. Di Jakarta masih merupakan area Horisontal, tapi karena Jakarta Monorail hanya dibangun diwilayah high rise building area, maka sedikit tertulunglah. Kelihatan Jakarta Monorail mengharap Cashcow nya dari sumber properti. (Income Iklan akan merupakan Income nomor 2 atau 3 bagi Jakarta Monorail).
Tapi kelihatannya, entah kenapa dari awal ahok kurang sreg dengan monorail, saya juga heran ahok yang mempromosi bus dan MRT mati matian, tapi sangat bermusuhan dengan Jakarta Monorail, yang memang mengambil keuntungan dengan cara agak menyimpang. Jakarta Monorail sebetulnya lebih tepat disebut regional transportation facility, tidak menyelesaikan masalah O to G (Originate to Destination), jadi tidak mengurangi secara signifukan kendaraan kantor yang masuk daerah tersebut (tidak mengurangi kemacetan) . Paling-paling untuk pegawai kantor yang akan ke kantor tetangga, misalnya dari Gedung A ke Gedung B. Tujuan investor Jakarta Monorail dan cara pengambilan keuntungannya jelas dipahami ahok.
Karena Jakarta belum merupakan high income city, maka tiket yang diterapkan juga tidak mungkin setinggi Hongkong, di Hongkong MRT, tidak ada subsidi satu sen pun dari pemerintah. Di Jakarta, ahok ketika menerima delegasi dari pabrik mobil dengan “bangga” mengatakan, pemprov DKI tidak takut beli barang mahal, karena dia tidak memikirkan untung ruginya perusahaan transportasi, bahkan ahok berimajinasi, ingin gratiskan penumpang bus, dan disubsidi oleh pemda, yang bisa mendapat income dari bidang lain, misalnya ERP. Tujuan ahok juga untuk mematikan pengendara motor (rupanya ahok sangat benci terhadap pengendara motor). lihat video di youtube : http://www.youtube.com/watch?v=OrOT1gP47gk&list=UUtzb3VE6W0-ZZErpS60733Q
Apa ada bedanya cara cara Jakarta Monorail, atau MRT Jakarta, yang mengambil keuntungan dari sisi lain untuk menombok kerugian dibidang transportasi? bukankah busway juga mendapat subsidi dari pemda? Jalan umum diserobot oleh busway menjadi jalan khusus busway, jika jalan busway dibuka untuk kendaraan pribadi, hasil throuput dari orang yang terangkut akan jauh melebihi penumpang busway! Mengapa Pemda DKI subsidi MRT yang jelas akan rugi matanya tidak berkedip, tapi, JM mengambil untung dari segi properti ahok menjadi marah?
Kalo pemda ingin Jakarta Monorail jangan menjadi perusahaan properti, caranya bisa :
1. Jalur JM dibuat dari Tangerang dan luar Jakarta, sehingga mempunyai tujuan O to G (baru bermanfaat bagi mengurangi kemacetan).
2. Jumlah tahun mengelola properti dibatasi.
3. memberi subsidi langsung kepada JM sehingga tidak perlu income dari properti.
Politisasi atau infrastuktur?
Ini kenyataan, bahwa JM mengambil keuntungan dari sektor properti, tapi kita omong terang-terangan, perusahaan transportasi mana yang bisa untung tanpa subsidi samping? Mengapa metromini sudah jalan lebih dari sepuluh tahun tidak sanggup memperbaharui armadanya? Mengapa MRT terus terang minta subsidi pemda, karena tanpa subsidi pemda TIDAK BISA HIDUP! MRT, suatu perusahaan yang akan membuat APBD bolong besar, tapi ahok bisa terima dengan ketawa-ketiwi. Padahal proses MRT sudah lebih dari 15 tahun, mulai dari sebelum suharto dijatuhkan rakyat, jauh lebih lama daripada proyek Monorail. Proyek demikian besar bukan seperti membeli kue dipasar yang bisa diputuskan begitu saja. Memang kayanya pemprov (minus Jokowi) pilih kasih. Istilah kasarnya, proyek JM memang di anak tirikan. Dibanding dengan MRT Jakarta yang jelas merugi, jelas jelas ahok kurang seimbang (unequal treatment). Apa MRT berani terus jalan, kalo tidak ada subsidi dari pemda DKI? Kalo mau fair, seharusnya proyek MRT tidak perlu diteruskan, karena jelas rugi. JM ambil jalan miring, karena dia pikir bisa tutup dari sumber income sewa properti. (Saya tidak tahu apakah JM mendapat subsidi tiket dari pemda DKI)
Bagi pemda, tanpa untung, bisa jalan terus, karena kerugian ditanggung semua warga DKI. tapi bagi swasta, tanpa untung, mana bisa jalan? Sebaiknya ahok diskusi dengan JM dengan tenang hati, agar menambah panjang sampai luar kota, atau jumlah tahun konsesus dikurangi, bukan omel dengan sumpah serapah.
Ahok mempertontonkan keluwesannya dalam kasus sumbangan bus dari Telkomsel, Tiphone dan Roda Mas, bus solar yang menurut perda tidak boleh dipakai untuk transportasi umum, ahok bersedia menerima dan bahkan bersedia digratiskan pajak iklannya. Plt sekda karena berbeda pendapat, diomel habis habisan didepan wartawan, jika kita bandingkan dengan kasus JM, ini adalah perlakuan tidak seimbang (unequal treatment). MRT boleh, JM tidak boleh, Sumbangan Bus solar boleh dipotong pajak iklan, sedangkan JM tidak boleh menutup kerugian dari properti. Busway disubsidi, sedangkan JM tidak.
Kesimpulan saya, JM akan mengurangi sedikit kemacetan di daerah elite busiiness area, tapi tidak menyelesaikan masalah pokok. Sama halnya MRT tidak akan bisa mengurangi kemacetan secara tuntas karena Jakarta adalah kota Horisontal bukan seperti Hongkong yang kota vertikal.
Tapi apa boleh biat, memang pengetahuan pimprov mengenai transportasi cuma sampai dilevel ini.
Silahkan baca karangan yang bersangkutan :
http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2012/10/30/sanggupkah-mrt-pilihan-foke-menyelesaikan-masalah-kemacetan-jakarta-504567.html