Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Anak-anak dan Jati Emas, Sebuah Investasi Jangka Panjang

21 Juli 2010   02:26 Diperbarui: 14 Juli 2015   00:27 314 0
(Catatan Kecil Jelang Hari Anak Nasional 2010)

Sambil mendengarkan lagu di bawah ini, gak terasa air mata menitik, tenggorokan tercekat, hati berdebur, jari-jemari menari cepat di atas keyboard seakan berlomba dengan pikiran-pikiran yang terus mengalirkan kalimat untuk ungkapkan rasa.

Tanpa mengurangi hormat dan penghargaan saya kepada teman-teman yang sedang sibuk dan bekerja keras untuk merayakan hari anak nasional, saya ingin berbagi rasa, bahwa betapa HARI ANAK INDONESIA yang dirayakan diberbagai tempat dan instansi setiap tahun sejak Hari Anak Nasional dicanangkan jatuh setiap tanggal 23 Juli, belum benar-benar menyentuh mereka....

coba simak lirik lagu ini:

Nasib Si Buyung

Kawan, coba kau lihat di sana
di seberang jalan, di bawah bukit yang kecil
tampak si buyung menangis menjerit di pangkuan ibunya

sehari sesuap nasi tak ia dapati
sebulan kelaparan dan hanya menangis
tetes airmata ibunya jatuh tak tertahan nasib hari ini

oh, tegakah hatimu,
melihat sesama kita kelaparan
oh, tegakah hatimu,
melhat tangis si buyung dan nasib ibunya

mari ulurkan tangan, dengan hati yang hangat
untuk dapat meleraikan tangisnya
mari kita tersenyum mengajak ia bercanda
agar ia merasakan dunia ini penuh cinta kasih

kita, tak akan rugi bila setiap hari
mengulurkan tangan pada sesama
tuhan pasti mengerti yang kita perbuat dan membalasnya
coba kita bicara pada mereka
betapa kasihnya alam ini
bulan bintang malam ceria begitu indahnya
semua untuk kita

itu baru satu lagu. Masih ada lagi lagu-lagu lain tentang simpati dan empati bagaimana rasanya menjadi anak-anak lain, misalnya anak nelayan, anak yang buta, anak yang terbuang, anak jalanan, anak yatim piatu, anak petani, anak yang jauh di rantau, anak-anak yang mengamen di jalanan hanya untuk sesuap nasi yang banyak dikira pengemis padahal mereka seniman2 kecil, atau lagu tentang seorang anak yang dibesarkan hanya oleh seorang ibu dan bertekad membahagiakan ibunya, dan lain-lain. lagu-lagu itu dinyanyikan Julius Sitanggang, 30 tahunan silam... lagu-lagu yang begitu didominasi tentang realitas sosial, tentang simpati dan empati pada sesama manusia, sangat menyentuh hati dan jiwa setiap yang mendengar.

Dulu, belum ada yang namanya HARI ANAK NASIONAL, belum dicanangkan oleh pemerintah. belum ada kemeriahan upacara dan pesta serta formalitas pidato kenegaraan yang begitu banyak menghabiskan biaya, tenaga, waktu dan pikiran berbagai instansi yang terkait dengan anak-anak, dari mulai jajaran terendah hingga di tingkat pusat.

Pernahkah kita terpikirkan untuk membahagiakan mereka, tanpa pilih kasih? Memang, ada kendala dngan terbatasnya dana, maka mereka harus diseleksi untuk bisa ikut diundang di kegiatan pusat, dilombakan, dilatih.... Bisakah kita mengusahakan agar semua menikmatinya, dengan cara melakukan kerjasama dengan berbagai instansi lain yg tidak terkait langsung dengan anak, misalnya BULOG memberikan bantuan makanan sehat, obyek-obyek wisata memberi kupon bebas masuk menikmati obyek wisata gratis sehari saja, transportasi memberi kebebasan biaya naik angkutan umum untuk anak, semua untuk anak, sehari saja tanpa biaya.....

Saya yakin... Hari Anak Nasional menjadi lebih bermakna sebagai sebuah gerakan yang benar-benar menunjukkan empati kita kepada anak-anak kita, sebagai generasi penerus bangsa. Ibarat kita menanam Pohon Jati Emas, memang mahal harga bibitnya sekarang, tapi jika kita tanam sekarang, 30 tahun yang akan datang kita akan panen kayu jati emas yang luar biasa mahal harganya.....

Tapi saya gak bisa menanam pohon jati itu sendiri saja. saya tidak mampu menanam pohon jati banyak-banyak, mungkin hanya sepuluh pohon yang bisa saya tanam sekarang. Pohon-pohon jati emas....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun