Pada suatu hari, Sari pulang dari sekolah.
"Nduk cah ayu, tolong Nyai bersih bersih bisa? ".
Terdengar suara dari belakang rumah.
Sari yang mendengar suara itu lalu menghampirinya.
"Bisa nyai" Jawab Sari.
Sari berjalan mengikuti kemana Nyai pergi.
Sebuah bangunan besar membentang di depan Kety. Cat berwarna putih mengelilingi bangunan itu. Rumah itu tak nampak sederhana. Dari ornamennya, rumah itu bukanlah rumah biasa. Terlihat tirai premium menjulur dibalik jendela berkaca. Tiang tiang jendela berwarna gold terkesan mewah. Mobil terparkir di garasi. Depan rumah terdapat dua kursi dan satu meja dari rotan, lengkap dengan vas bunganya yang cantik.
Sari menapakkan kakinya di depan pintu terbuka berwarna hijau tosca. Gelas, piring dan pajangan lain nampak di etalase lemari. Kursi dan Meja tamu lengkap terdapat susunan toples berisi kue kering. Tak lupa air mineral berjejer rapi ditempatnya.
"Nduk sini" Nyai melambaikan tangan mengajak Sari mengikutinya.
"Nduk tolong di lap lap jendela ruang tamu".
"Iya Nyai" Sari mengikuti Nyai sembari mengambil wadah berisi air dan lap.
Sari mengerjakan perintah Nyai dengan baik. Meskipun dengan perasaan bingung. Jendela yang akan dibersihkan Sari nampak masih bersih. Mengapa Nyai memintanya untuk membersihkan.
Nyai adalah salah satu orang kaya di desa tempat tinggal Sari. Tak heran jika, rumahnya besar dan mewah beserta isinya. Anak Nyai semuanya pegawai. Ada yang merantau dan tinggal dekat rumah Nyai. Tetapi Nyai, lebih sering tinggal sendiri.
Dikalangan tetangga, nyai lebih dikenal seseorang yang baik tetapi enggan berbagi.
Semenjak saat itu membantu Nyai membersihkan rumah, menjadi kegiatan Sari sepulang sekolah. Bukan hanya mengelap jendela, pernah juga mencuci piring, menyapu dan mengepel. Meskipun upahnya tidak seberapa. Paling tidak Sari dapat menambah uang jajannya sendiri. Tetapi, bukan Sari namanya jika dia tidak menyisihkan uangnya untuk ditabung.
Singkat cerita, Sari tumbuh besar. Nyai semakin tua. Sari tidak lagi membantu Nyai karena dia harus pindah ke kota tinggal bersama orang tuanya.
Suatu hari, terdengar kabar bahwa Nyai meninggal. Sari syok, tidak menyangka. Nyai meninggal secara mendadak.
Setelah kepergian Nyai, rumah itu sering kosong. Sesekali hanya anak yang dekat rumah Nyai berkunjung.
Dalam benak Sari termenung. Miskin atau kaya semuanya akan kembali pada-Nya. Tidak membawa rumah, mobil atau segala jenis harta lainnya.
Nyai bergelimpang harta, tetapi tidak bisa dibawa saat Nyai meninggal. Lantas, bagaimana nasib pajangan dalam etalase lemari? Mobil dalam garasi? Tirai premium dibalik jendela? Juga harta benda lainnya.
Terkadang jika direnungkan, di dunia apa yang dikejar. Jika meninggal yang dibawa hanya amal. "Rezekimu tidaklah berkurang lantaran gerak lambat. Tidak pula bertambah lantaran banting tulang". -Imam Syafi'i-
Bekerja sewajarnya, besar sedikit rezeki disyukuri, bersedekah tidak lupa. Karena sebenarnya, apa yang kita dapatkan bukanlah milik kita. Semua hanya titipan.