Macet lagi, macet lagi, rasanya terlampau sering kita dengar sumpah serapah seperti itu. Kalau nggak macet rasanya jadi aneh (kebalik ya kayanya :p). Namanya juga Jakarta, kota metropolitan, semua orang terbius untuk mencari penghidupan disini.
Alhasil, bertumpuk-tumpuk orang, kendaraan, setiap hari siap menyerbu kota yang sangat super sibuk, sampai-sampai untuk berjalan pun terasa sulit. kalau ada orang yang ngaku belum pernah kena macet, itu orang pasti nggak pernah ke jakarta, atau malah nyasar, hehehe, dan pastinya saya termasuk orang yg ikut serta berperan dalam kemacetan tersebut, hahahaha
kalau kita lihat komentar-komentar di media-media massa, sangat banyak sekali tudingan-tudingan akan biang kerok dari masalah kemacetan ini, dan wacana solusi-solusi tentang itu, namun sampai saat ini pun tidak ada perubahan yang signifikan mengenai masalah kemacetan. Tetap saja macet!
Dari sisi saya, masalah kemacetan memang wajar terjadi, mengingat begitu banyaknya kendaraan yang masuk kedalam ibukota. Dan saya pun tidak berharap banyak bahwa kemacetan akan segara teratasi, namun demikian tentu nya akan tetap menjadi pembahasan yang menarik, hehe.
Menurut saya 2 dua faktor primer yang mempengaruhi, yaitu :
- Kendaraannya terlalu banyak
- Jalan-jalan yang relatif kecil
Untuk mengatasi 2 faktor tersebut, maka diperlukan faktor sekunder :
- aturan lalu lintas yang memadai
- disiplin para pengguna jalan (mobil, motor, angkutan umum, pengguna angkutan umum)
secara umum, saya melihat dari sisi aturan lalu lintas cukup memadai, hanya saja, para pengguna jalan ada saja yang tidak mengindahkan aturan, sehingga menimbulkan ketidak teraturan dalam berkendaraan, akibatnya tentunya Kemacetan.
Dari pengalaman saya berkendaraan, masalah kemacetan lebih sering disebabkan oleh ketidak disiplinan pengguna jalan, antara lain seperti :
- angkot2 yang ngetem sembarangan, padahal dekat dengan persimpangan jalan,
- dalam kondisi macet atau perlahan, motor-motor sering mengambil jalur terlalu ke kanan, menutupi jalur dari arah berlawanan
- dari arah berlawanan, kendaraan terutama mobil berjalan terlalu pelan, hingga mengundang pengguna motor mengambil jalur.
- terkadang dari arah gang-gang perumahan, kendaraan (terutama mobil), tidak sabar untuk masuk ke jalur utama tanpa menunggu jalan agak kosong untuk dapat masuk tanpa harus berhenti ditengah jalan.
- kendaraan dijalur utama, sering kali tidak tidak memberikan celah bagi kendaraan lain yg ingin masuk jalur utama.
Nah, cukup jelas sekali bahwa perilaku pengguna jalan sangat mempengaruhi masalah kemacetan, harusnya tidak perlu ada petugas lalulintas setiap waktu untuk menyadari kondisi demikian.
Disini saya hanya mencoba mengungkapkan sisi perilaku berkendaraan, karena hanya dari sisi itulah kita bisa melakukan perbaikan, mengenai sisi infrasuktur dan aturan saya rasa sudah menjadi tugas pemerintah yang menangani. Kalau macet lantaran kendaraan yang terlalu banyak, atau jalan-jalan yang terlalu sempit, saya masih dapat maklum, tetapi kalau macet lantaran kebodohan perlilaku kita sendiri, amat sangat disayangkan. Harapan saya, apabila kita cukup menyadari adab berlalu lintas, tidak perlu aturan-aturan yang terlalu banyak atau agak nyeleneh, seperti wacana parkir 10 ribu perjam (maaf, tapi saya rasa itu cukup jauh dari masalah kemacetan)
Bagi jajaran kepolisian, Saya rasa perlu sekali sosialisasi mengenai aturan lalulintas secara persuasip kepada masyarakat pengguna jalan, oleh mungkin bisa dengan spanduk2 kecil pada titik-titik rawan kemacetan, lalu pembatasan kecepatan maksimum juga bisa di terapkan selain untuk keamanan juga supaya mengurangi penumpukan kendaraan pada titik-titik kemacetan.
Saya jadi ingat kata pepatah, alon-alon asal kelakon, biar pelan-pelan yang penting lancar, yah, mungkin sudah saat nya dalam berlalu lintas pepatah ini berlaku.
Berhubung ini posting pertama saya, maaf kalau bahasa nya tidak beraturan, garing, dan hal-hal yang tidak mengenakkan lainnya.
Salam kompasiana.