Sekitar pukul 01.00 dini hari tadi, kereta yang saya tumpangi memasuki home base tercinta, Surabaya. Setelah ditinggal liburan kurang lebih selama sepuluh hari, perjalanan liburan kali ini meninggalkan segudang cerita.
Sebulan sebelum libur, sengaja saya membuka website tiket online PT KAI dan tercengang melihat harga tiketnya. Maklum, sudah masuk musim liburan. Jika sebelumnya dengan tiket seharga empat ratus ribuan saja sudah bisa naik kelas bisnis/eksekutif, kali ini saya harus puas mendapat tiket gerbong tambahan kelas ekonomi seharga Rp 360.000 untuk sekali jalan. Saat itu kelas bisnis harganya sudah gak keruan. Dalam artian untuk harga mendekati kisaran lima ratus ribu, banyak orang lebih memilih naik pesawat ketimbang duduk terangguk-angguk berlama-lama dalam kereta. Namun dengan begitu banyak pertimbangan, pilihan saya akhirnya jatuh pada kereta ini, KA Jayabaya.
Sedari awal memegang tiket, beberapa kali saya nyengir kuda membayangkan akan naik kereta ekonomi seperti kereta yang pernah saya tumpangi menuju Jogjakarta. Uda ketahuan endingnya, bakal sumuk dan tersiksa. Berkendara siang hari dengan kereta yang tertutup rapat jendelanya dengan jenis AC split itu benar-benar membuat saya trauma. Nggak tahan panasnya! Dan bayangan saya kereta Jayabaya kelas ekonomi ini juga demikian adanya. Oleh sebab itu jauh sebelum berangkat saya sempatkan dulu membeli kipas-kipas cantik. Tapi saya salah. Pada akhirnya kipas-kipas itu malah jadi oleh-oleh buat kerabat saya.
Ternyata, kereta api yang saya naiki meski berembel ‘Kelas Ekonomi’ dan merupakan gerbong tambahan ini sangat nyaman digunakan untuk berkendara perjalanan jauh. Dan kejutannya, tak ada jenis AC split di dalamnya! AC sentral semua. Pantesan adem rasanya. Sip. Berikut beberapa catatan saya.
Bersih