Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menghargai Profesi: Interdependensi

29 Juli 2013   00:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:54 516 0
Berada dalam masa-masa pengangguran setelah wisuda sarjana, tentu saja dihantui berbagai macam kecemasan dan ketidakpastian terhadap masa depan, dimana saya kerja, berapa gaji saya, akan mendapat jabatan apa saya nanti dan lain-lainnya.

Salah satu kecemasan saya adalah ketakutan tidak dihargai dan dianggap remeh oleh persepsi masyarakat pada umumnya, juga takut bekerja di bidang pekerjaan yang tidak saya enjoy/manfaat. Dengan tulisan ini, saya ingin memfokuskan kecemasan saya pertama tentang takut tidak diapresiasi, berhubungan dengan latar belakang pendidikan saya dari desain grafis.

Fakultas yang saya geluti adalah seni rupa, lalu kemudian memutuskan masuk ke desain komunikasi visual. Persepsi awam pada umumnya, meskipun tidak semuanya, rata-rata seperti:

- Enak ya kuliahnya cuma gambar saja, mau dong gw (berasal dari mahasiswa jurusan lain, gampang yah? LOL)

- Nanti kalau sudah besar mau jadi apa? (kumpul keluarga)

- Desainer grafis? Ngapain tuh? Tukang gambar? (orang-orang)

- Bisa bikinin poster ga, sehari jadi, tapi butuh anu inu blablablabla (klien) + gaji seenak jidat

- Ah bikin logo doang mah bisa di pinggir jalan 15ribuan (sedih disamain sama mamang, kita kuliah 4 tahun loh broh)

- Ga pingin jadi dokter atau insinyur aja? Duitnya besar (kumpul keluarga, sambil bandingin sama saudara)

- Bisa ga si gambar ini pindahin ke situ, pengen kasih efek bling-bling gitu (banyak minta, jadinya norak)

Yap kira-kira begitulah persepsi umum (sekali lagi tidak semua) namun cukup sering didengar dan diterima saya atau mungkin rekan-rekan seprofesi :").

Pertamanya sih saya egois sendiri gitu, kadang merasa ranah profesi saya eksklusif, paling menderita sendiri tapi paling bisa menciptakan sesuatu yang keren, unik banget lah. Namanya juga arogansi anak muda ho-ho-ho. Tapi seiring saya menjalani kehidupan mahasiswa, banyak juga kok bidang profesi lainnya yang 'terbengkalai-tapi-perlu' oleh masyarakat.  Maksud saya terbengkalai bukan gaji atau kehidupannya yah, tapi pandangan masyarakat yang cenderung merendahkan atau hanya tahu segelintir saja. Bandingkan dengan profesi konvensional (tanpa bermaksud merendahkan) seperti dokter, insinyur, pebisnis, arsitek dan lainnya yang menurut pengalaman saya, sudah dari lama dipersepsikan 'HEBAT' dan favorit para orang tua-orang tua.

Dalam masa-masa mencari kerja ini, banyak mendengar cerita orang yang berkeluh kesan tidak suka pekerjannya, tidak dihargai kolega, banyak demam-entrepreneur 'tidak bertanggung jawab' dengan dasar alasan tidak mau bekerja di bawah orang (aneh, padahal kalo jadi pengusaha juga mempekerjakan orang lain, kesannya mau menang sendiri banget). Apakah seburuk itu ? (masih naif). Saya terus berpikir kenapa sih bisa rata-rata pengalaman orang bekerja begitu, apa kalau yang namanya kerja harus selalu diciptakan lingkungan yang tidak enak, saling intimidatif, saling merasa menjadi korban atau sebaliknya merasa menang sendiri? Haruskah seperti itu kalau mau bekerja? Lagi-lagi naif.

Tapi, membaca berbagai macam buku self-improvement, bisnis atau macam-macam pengetahuan psikologi tentang dunia pekerjaan (walaupun hanya sekilas-sekilas), banyak poin-poin yang membuat saya tergelitik.

Beberapa diantaranya adalah petunjuk agama yang mengatakan manusia diturunkan untuk menjadi khalifah dan menyebarkan karsanya untuk memakmurkan bumi. Juga yang tidak kalah menohok, saya dapat dari The 7 Habits of Highly Effective People karangan Stephen R.Covey, dunia zaman sekarang penuh dengan pemenuhan nilai individual independen (pencapaian pribadi). Seperti dalam piramida kebutuhan Miller, pemenuhan aktualisasi diri ada di tingkat yang tinggi. Namun R.Covery menjelaskan, pencapaian pribadi hanyalah aktualisasi diri tingkat rendah, aktualisasi yang maksimal adalah inter-dependensi. Bersinergi.

Disini saya menjadi yakin, mungkin beberapa faktor yang menyebabkan lingkungan pekerjaan secara umum kurang menyenangkan, menyita banyak pengorbanan (harta, keluarga, waktu, istirahat, dll) salah satunya adalah tidak adanya saling toleransi/hormat baik ke sesama bidang profesi maupun antar profesi. Salah satu contoh mungkin kasarnya bisa dilihat dari banyak orang semuanya ingin menjadi boss, atau pebisnis atau profesi yang dianggap besar prestisenya. Jadinya ini menciptakan kecemburuan sosial. Bukan berarti gaji orang harus sama atau tidak boleh bercita-cita setinggi mungkin, saya tidak membahas itu, tapi yang paling mungkin dilakukan adalah menghormati perbedaan. Tidak semua orang harus menjadi manajer atau pebisnis, tidak semua orang harus jadi insinyur, tapi ada orang2 yang harus jadi ilmuwan, seni rupawan, tenaga medis, peneliti biologi, dokter hewan, sipir penjara, dll. Karena saya yakin, semua orang mempunyai tugas duniawinya masing-masing dan tidak berhak merendahkan tugas tersebut, kalau tidak keseimbangan dunia akan terganggu.

Balik lagi ke interdependesi, saya merasa mindset ini bisa menjadi kunci ke arah dunia yang lebih baik (omong besar biarlah, hehe), dimana beragam profesi bersatu padu tidak mengedepankan arogansi masing-masing dengan dominan, toh tidak ada ruginya, masing-masing pihak secara tidak langsung memenuhi kebutuhan aktualisasi diri profesinya :). Dan bagi yang masih secara tidak sadar merendahkan profesi lain, mungkin sebaiknya berhenti, pelajari hal-hal apa saya yang dilakukan profesi tersebut dan faktor-faktor luar apa yang harus diterimanya. Maaf, tapi untuk saat ini, serendah-rendahnya tukang kebersihan/tukang sapu, mereka lelah fisik dan memiliki resiko terkena berbagai macam kotoran, dan secara formal, kegiatannya hanya di satu tempat saja (bosen kan?). Jangan lupa faktor psikologis terkait. Bila mau ditilik, semua profesi pekerjaan tidak ada yang mudah, sesuai dengan porsi dan perannya masing-masing.

Akhir kata, saya ingin meng-encourage mindset interdependensi ini, saling menghargai dan menyerap ilmu-ilmu berbeda dari hasil toleransi kita. Siapatau pengetahuan bidang lain bisa memperkaya profesi pekerjaan kita saat ini. Pernah juga saya membaca sekilas (namun menetap di hati) ada riset yang mengatakan, perusahaan dengan latar belakang berbeda mendapat profit yang lebih besar dan frekuensi inovasi yang tinggi  (yah kalau mau berbicara secara finansial) dibanding perusahaan yang cenderung homogen.

Yang bisa membuat profesi kita 'prestis dan keren' hanyalah sikap dan kemauan kita sendiri. Bahkan seorang tukang parkir yang bersemangat merapikan jajaran parkirannya dan membantu orang keluar parkir dengan sigap membuat saya berpikir "Dia keren dan bersemangat!" YIHAA

Dan untuk pelaku pekerja dalam bidang yang masih dianggap 'MEH' oleh masyarakat umum, jangan menyerah! Tetap profesional, tunjukkan kita punya nilai dan berharga, tunjukkan apa tugas besar/peran kita di dunia, dan kerjakanlah dengan bangga!

Interdependensi -> Bhinneka Tunggal Ika :"D

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun