Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Pernikahan Gerhana (12)

7 September 2012   07:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 117 0
"Dari mana kamu, Marie ?"

"Memanjat pohon untuk melihat keadaan sekitar sini."

"Kau sudah menemukan kemana orang-orang itu membawa ayahku ?"  Tanya Janet.

"Belum."

"Lalu apa yang kau lihat ?"

"Sungai."

"Sungai ? Hanya itu yang kau katakan padaku ?Apakah itu hal yang penting menurutmu untuk keselamatan ayahku ?Ah, sia-sia aku mengikutimu ke hutan sini, Marie."

"Apapun yang kau katakan, Janet."

"Iya, kau hanya bisa mengatakan itu karena kau pun telah putus asa karena tidak tahu apa yang harus kita lakukan disini."

"Aku hanya melakukan yang terbaik dari berbagai kemungkinan yang ada."

"Sudahlah, Marie. Kau tidak usah melibatkan aku dalam obsesi petualangan di hutan yang ada di kepalamu itu.Benar-benar perjalanan melelahkan yang tidak berguna."

"Janet...." Aku sengaja menghentikan kata-kataku dan benar saja Janet mau memperhatikan aku dengan lebih seksama.

"Janet.....Dalam sebuah perjalanan entah itu dua orang, tiga orang, atau dua puluh orang harus ada satu yang menjadi pemimpin."

"Lalu ?"

"Dalam perjalanan ini, aku mengangkat diriku sendiri untuk menjadi pemimpin." Kataku sambil merebahkan tubuhku.Owh, punggungku terasa sejuk bersentuhan rumput-rumput di atas bukit ini.

"Apa ? Berarti aku menjadi anak buahmu ? Aduh, Marie....Hentikan apa yang ada di kepalamu itu. Ternyata selain terobsesi akan sebuah petualangan di hutan kau pun terobsesi untuk menjadi seorang pemimpin.Naas betul nasibku menjadi korban kepemimpinanmu.Aduh, Janet yang malang......" Kata Janet panjang lebar sambil tangan menunjuk ke kepalanya sendiri.

Aku pejamkan mataku. Saat ini. Detik ini. Benarlah apa yang dikatakan bahwa diam adalah emas.

********************

Serangga hutan sudah mulai berbunyi. Aku mengajak Janet menuju ke pohon yang pernah dipanjat oleh  Sam. Memang kami saat ini hanya di bukit pertama, yang sebenarnya masih sanggup jika kami tetap bermalam di rumah lalu esok pagi ke hutan lagi, tapi bisakah itu dengan fisik dan pikiran kami yang lelah seperti ini ? Aku membantu mengikat tubuh Janet menggunakan tali yang aku bawa ke cabang pohon yang membentuk bak sebuah kursi sebelum kemudian mengikat tubuhku menggunakan tali yang lain.

"Sam, hanya pohon ini yang aku rasa paling aman untuk tempat kami tidur." Kataku dalam hati sambil mengoleskan lotion anti nyamuk.

Janet menyandarkan tubuhnya sepenuhnya ke cabang pohon di belakangnya. Mulutnya terkatup rapat.Entah apa yang ada di pikirannya.Aku lihat bola matanya sedikit berkaca-kaca namun aku tahu ia mengeraskan hati untuk tidak sampai menjatuhkan air matanya.Sungguh tidak tega aku melihatnya demikian. Meski secara ekonomi keluargaku lebih baik dari keluarga Janet namun budaya Wacola tidak pernah memberinya kesempatan untuk merasakan bagaimana hidup dan perjuangan yang sebenarnya. Wacola adalah tarian. Wacola adalah musik. Wacola adalah pesta.

Mata kami masih menerawang ke atas langit sana. Dimana bintang gemintang mampu melihat kami dalam kondisi seperti ini.

"Sam...." Tanpa terasa hatiku selalu membisikkan nama Sam. "Sam, kami disini.....Kami berdua disini." Dalam tidur aku memimpikan para sahabatku di Lanzones. Di sebuah tanah yang lapang aku bersama dengan Mira seperti sedang diajari sebuah tarian baru oleh Kak Annie sementara Neil masih berusaha menjinakkan kuda yang baru ia beli dengan dibantu oleh Hendry. Tiba-tiba dari jauh, dari arah gerbang masuk desa berlari kencang Kuupe dengan Sam di punggungnya ke arah kami di tanah lapang ini disusul oleh Sharon dengan kudanya. Kak Annie pun menghentikan latihan tari kami, menyambut kedatangan orang asing di Lanzones ini. Aku berlari menyambut mereka.

"Kak Annie, ini teman-temanku.....Sam dan Sharon.Mengapa kalian bisa sampai kesini ?Sharon, Hai, kau Sam...Hai..!!!"

"Hai, Mengapa kalian disini ?Marie, bangun..." Sebuah tangan menepuk-nepuk punggung tanganku sementara Janet pun mulai membuka matanya.

"Sam, kau tahu kami disini..?"

"Kuupe yang membawaku masuk ke hutan ini dan aku yakin pohon ini yang akan kau tuju pertama kali."

"Kau dengan siapa kesini ?" Mataku masih belum jelas memandang ke bawah selain punggungku memang terasa pegal.

"Sharon. Ia sedang mencari tas milik Ben yang berisi souvenir Zemays miliknya.Ayo, kalian turun." Sam membantu kami melepas ikatan kami dan menurunkan tas ranselku.

"Hah, jadi tas milik Ben itu berisi souvenir ?"

"Ya, tas itu seperti ikut diturunkan saat kami menurunkan barang-barang kalian  dari mobil tapi entahlah mungkin tertinggal di Zeamays."

"Tas itu di ranselku ini, Sam...Maaf, aku kira berisi beberapa perlengkapan camping kecil milik Ben."

"Oh ya ?Wah, Sharon seharian terdiam di kamarnya. Souvenir itu akan ia berikan pada kawan-kawan dekatnya termasuk tunangannya."

"Marie, untung tadi tidak jadi aku buka. Kalau aku buka, aku bisa....." Bisik Janet sambil tangan menirukan gerakan pisau menebas ke lehernya. Ya, untung saja.

" Kita pulang ke rumahku saja.Janet, kau naik kuda bersamaku. Kak Sam biar dengan Marie.." Kata Sharon dengan wajah dingin. Entahlah, jantung Janet masih berdetak atau tidak ketika diatas kuda milik Sharon. Padahal perjalanan sampai ke rumah tidak sebentar.

"Kami duluan..." Kata Sharon kepada aku dan Sam masih dengan wajah dingin.

" Marie, kau masih mengantuk ?"

"Lumayan, memangnya ada apa ?"

"Kita naik pohon lagi sebentar, ayo !"

Aku mengikuti Sam naik kembali ke atas pohon. Mata Sam nampak menyelidik ke semua arah. Sampai kemudian pandangannya terarah hanya pada satu titik sinar dan asap  jauh di bukit di bagian dalam hutan sana.

"Aku curiga sinar itu, Marie...." Bisik Sam.

"Iya, sepertinya sinar itu berada tidak jauh dari aliran sungai yang aku lihat tadi siang."

"Kau tadi sudah naik ke pohon ini juga ?"

"Ya."

"Baguslah. Sekarang kita pulang dulu."

"OK."

Perjalanan pulang ke rumah Sam tidak aku rasakan karena rasa kantuk kembali menyerangku. Aku benar-benar terlelap di atas punggung Kuupe yang berjalan dengan pelan meski sebelum naik ke punggung Kuupe aku mendengar Sam mengatakan bahwa ada pihak yang telah mengetahui keberadaan aku dan Sam. Ya, aku harus memanfaatkan waktu istirahatku sebaik mungkin untuk hal-hal penting yang akan aku lakukan esok hari.

(bersambung)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun