Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Apa Bedanya Kalian dengan Tifatul atau Marzuki?

29 Oktober 2010   04:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:00 168 0

Untuk peristiwa Merapi maupun Mentawai saya kesulitan untuk menuangkan dalam kata-kata. Saya kehabisan kalimat untuk peritiwa alam itu. Di kepala saya hanya ada do’a. Mungkin itu sebabnya beberapa hari ini saya ga bisa nulis apa-apa. Padahal ada banyak hal menarik yang terjadi yang sepertinya bisa dijadikan bahan tulisan.

Masih ingat beberapa komentar pejabat yang dinilai banyak orang sebagai pernyataan “aneh” di tengah suasana duka? Berjubel tulisan tentang itu, yang memang menarik untuk diulas, sangat pantas untuk di kupas dan dimunculkan di publik tentang “ketidaktepatan” mereka dalam berkomentar.

Ditengah suasana sedih ada pejabat yang berceramah tentang azab. Sungguh kurang bijak, sungguh rendah kepekaannya terhadap “keharuan sosial”. Setelah ratusan orang jadi korban gulungan ombak tsunami, ada pejabat yang dengan enteng bicara itu resiko tinggal di pantai. Sungguh bisa dinilai sendiri betapa rendahnya kualitas rasa kemanusiaan orang itu.

Banyak yang kecewa, menyayangkan atau bahkan marah memaki pejabat-pejabat itu. Tak terhitung banyaknya orang yang mengecam dan mengutuk orang-orang yang mengatakan itu. Mereka berharap di tengah kesedihan ini, di suasana duka seperti ini para pejabat menjaga sikapnya, agar para korban tidak bertambah sedih.

Saya pribadi sebenarnya juga kurang setuju dengan komentar itu. Di satu sisi, beberapa sukarelawan berkonstrasi untuk memberikan kegembiraan pada anak-anak korban Merapi, mereka mengajak bernyanyi dan bermain untuk menghilangkan kesedihan dan trauma anak-anak itu. Namun di sisi lain ada pejabat yang komentarnya dinilai bisa menjatuhkan moral para korban. Betapa “tidak punya hati” mereka itu?

-------

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun