Pembully-an atau perundungan di dunia pendidikan Indonesia merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani. Kasus-kasus perundungan yang terjadi di sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama mengkhawatirkan dan menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam lingkungan pendidikan.
Apa saja penyebab terjadinya Perundungan di Dunia Pendidikan?
Tentu banyak sekali faktor yang mempengaruhi perundungan di dunia pendidikan, beberapa hal yang paling berperatan antara lain sebagai berikut:
1. Ketidaksetaraan SosialÂ
Salah satu penyebab utama perundungan adalah ketidaksetaraan sosial. Anak-anak yang dianggap berbeda dari yang lain, baik dalam hal penampilan fisik, kemampuan akademis, atau latar belakang sosial ekonomi, sering kali menjadi target perundungan.
2. Kurangnya EmpatiÂ
Banyak anak tidak memahami dampak emosional yang dapat ditimbulkan oleh tindakan perundungan. Ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan tentang empati dan kesadaran sosial di rumah dan di sekolah.
3. Pengaruh Media Sosial dan Teknologi Informasi
Era digital saat ini memberikan platform yang lebih besar bagi perundungan. Anak-anak saat ini mendapat akses menonton tayangan video atau alternatif games digital yang beragam, beberapa diantaranya menyisip aksi kekerasan yang dapat masuk ke alam bawah sadar anak-anak dan menganggap hal tersebut hal yang biasa. Anak dewasa ini juga dapat dengan mudah memposting pesan berbentuk pelecehan atau mengambil video perundungan untuk dibagikan di media sosial.
4. Kurangnya Pengawasan
Fungsi pengawasan di lingkungan sekolah, baik dari guru maupun staf sekolah masih kurang sehingga dapat memungkinkan perundungan terjadi tanpa hambatan. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan aktif, yang dapat melakukan deteksi dini jika interaksi siswa berpotensi akan terjadi perundungan ataupun telah terjadi perundungan. Banyak dari kita yang belum terbangun intuisi untuk membedakan mana yang sedang becanda atau sedang terjadi perundungan.
5. Pengaruh Teman Sebaya
Teman-teman sebaya seringkali memiliki pengaruh yang kuat dalam perilaku anak-anak. Jika perundungan diterima atau bahkan dianggap sebagai norma oleh kelompok teman sebaya, anak-anak lebih mungkin terlibat dalam tindakan tersebut.
6. Stres dan Masalah Pribadi
Beberapa pelajar mungkin merasa tertekan atau menghadapi masalah pribadi, dan mereka mungkin menggunakan perundungan sebagai pelampiasan atau cara mengatasi masalah mereka sendiri.
Karakteristik khas perundungan adalah terjadi berulang-ulang. Dilakukan oleh seorang atau sekolompok anak yang memiliki kekuatan lebih untuk mendominasi dan dilakukan berulang kali. Karena hal ini menyenangkan buat mereka. Berikut ini beberapa hal yang menyebabkan Anak-Anak senang merundung, hal ini perlu dipahami agar usaha kita  mengatasi perundungan di sekolah dapat lebih efektif
1.  Tidak mengerti dampak  korban perundungan; Anak-anak sering tidak mengerti betapa merugikan dan bahayanya efek perundungan bagi korban. Mereka mungkin menganggapnya sebagai lelucon atau tindakan yang tidak berbahaya. Namun bagi korban bisa jadi trauma yang berkepanjangan, di beberapa kasus sampai dewasa, serta tentu akan menganggu keseharian korban dalam belajar karena hadirnya rasa takut dan tidak nyaman
2. Â Rasa ingin populer; Beberapa anak merundung demi mendapatkan perhatian dan popularitas dari teman-teman sebaya mereka. Mereka mungkin merasa ini adalah cara yang mudah untuk diperhatikan.
3. Fase pencarian Identitas; Anak dan Remaja masih berada pada fase ketidakpastian dalam menemukan identitas mereka. Â Mereka senang dengan pengakuan jika dianggap hebat melakukan sesuati. Perundungan bisa menjadi salah satu cara untuk menunjukkan kekuatan atau status sosial mereka diantara komunitas mereka.
4. Â Desensitisasi terhadap Kekerasan; Anak yang terpapar aksi atau tontonan kekerasan melalui media sosial atau video games bisa membuat mereka lebih mudah terlibat dalam tindakan perundungan. Keterpaparan yang berulang-ulang membuat mereka akan melihat kekerasan dan hal tidak baik lainnya sebagai hal yang biasa.
Solusi untuk Mengatasi Perundungan
Mengatasi perundungan tidak bisa dilakukan sendirian, hal ini memerlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk sekolah, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan. Berikut beberapa solusi yang dapat diambil:
1. Pendidikan Karakter khususnya Empati dan Kesadaran Sosial
Pendidikan Karakter di Sekolah harus semakin kuat khususnya penanaman nilai-nilai tentang empati, kesadaran sosial, dan penghargaan terhadap keberagaman (toleransi). Â Ini akan membantu anak-anak memahami dampak perundungan dan mendorong perilaku yang lebih baik. Pendidikan Karakter melalui Kepramukaan di Sekolah, penanaman nilai Pelajar Pancasila melalui P5, Pendidikan Agama harus mengerucut khusus ke area empat dan kesadaran berinteraksi yang sehat dan menghargai sesama.
2. Â Pelatihan Guru dan Karyawan Sekolah
Guru dan karyawan sekolah harus menerima pelatihan dalam mengidentifikasi dan mengatasi perundungan. Mereka juga harus belajar cara mendukung korban perundungan dan pelaku perundungan untuk berubah. Kurikulum tentang pelatihan ini juga semakin berkembang dan mudah diakses. Sekolah dapat bekerjasama dengan expert atau lembaga yang concern terhadap perlindungan anak.
3. Keteladanan Positif
Guru dan staf sekolah harus menjadi contoh perilaku positif bagi siswa. Mereka harus menunjukkan cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dengan teman-teman sebaya.
4. Pengawasan yang Ketat dan Sistim Pelaporan yang baik
Sekolah harus memiliki aturan yang jelas dan pengawasan yang ketat untuk mencegah perundungan. Ini termasuk mengawasi aktivitas di lingkungan sekolah dan memonitor perilaku online siswa. Selain itu, Sekolah juga harus membuat platform untuk melapor jika ada warga sekolah yang mengalami perundungan atau hal lain yang membuat mereka merasa tidak aman dan nyaman berada di sekolah. Sistim Pelaporan ini harus terdiri dari beberapa alternatif, dapat terjaga kerahasiaannya serta diikuti dengan respon tepat dan cepat.
5. Pengembangan Keterampilan Sosial
Sekolah harus memberikan pelatihan dalam pengembangan keterampilan sosial kepada siswa. Ini akan membantu mereka dalam berinteraksi dengan baik dan mengelola konflik dengan cara yang konstruktif.
6. Keterlibatan Orang Tua
Keluarga adalah tempat pertama anak mendapat pendidikan. Orang tua wajib terlibat dalam upaya mencegah perundungan. Mereka harus berbicara dengan anak-anak tentang pentingnya empati dan mengawasi aktivitas online mereka. Anak-anak ditanamkan nilai bahwa perundungan itu merupakan hal yang tidak baik serta memberikan nasihat bagaimana jika mereka melihat atau mengalami teman mereka yang dirundung.
7. Sanksi yang Jelas dan Konsisten
Sekolah harus memiliki sanksi yang jelas dan konsisten bagi pelaku perundungan. Hal ini akan mengirimkan pesan bahwa tindakan tersebut tidak akan ditoleransi. Â
Peran yang Harus Diambil Oleh Pihak Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat
1. Sekolah
Sekolah memiliki peran sentral dalam mengatasi perundungan. Mereka harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung  kenyamanan interaksi untuk semua siswa. Ini mencakup pemberian pelatihan kepada guru dan karyawan sekolah, serta penerapan kebijakan anti-perundungan yang ketat.
2. Orang Tua
Orang tua harus  aktif terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Mereka perlu mendengarkan anak-anak, memberikan dorongan untuk berbicara tentang pengalaman perundungan, dan memberikan pemahaman tentang pentingnya empati dan kesadaran sosial.
3. Â Masyarakat
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengatasi perundungan. Ini termasuk mendukung program-program sekolah yang bertujuan untuk menghentikan perundungan dan mengedukasi anak-anak tentang nilai-nilai kesopanan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Dalam mengatasi perundungan di dunia pendidikan Indonesia, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat penting. Semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, sehingga perundungan dapat dikurangi dan akhirnya dihentikan. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa semua anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa rasa takut dan tekanan.
---
Penulis adalah seorang aktifis pendidikan karakter dan concern terhadap isu perlindungan anak