Mungkin ini jalan akhirnya. Kalian tidak akan pernah tahu jawabannya sebelum melangkah ke situ. Kalian masih terjebak di biru biru yang abu. Sampai kapan kalian akan tegak di sini?
Tulangnya rapuh. Seperti iklan susu kalsium di layar kaca. Nyeri di dekat bahu kiri setiap menyandang tas kain warna hitam. Isinya seperti sejenis kata makian ataupun pujian gombal tiap kalian berjumpa. Apa lebih baik dikeluarkan saja semua isinya. Toh semua juga akan tergerus waktu dan debu di pinggir pinggir rel dunia. Kata hanyalah kata. Siapa yang mengharuskan jalinannya bermakna? Tidak ada.
Jangan mengeluh katamu. Ini bukan keluhan. Hanya sebuah rentetan dekripsi diri tentang yang lewat dan rangkaian mimpi di depan situ. Semua terasa begitu abu. Kalian berjalan pada utas tali usang yang akan putus dimakan tikus. Mereka itu tikus. Monster. Mereka akan menggerogot supaya kalian jatuh. Kalian harus jatuh.
Lalu matahari pagi muncul. Warnanya oranye. Seberapa sering kamu menikmatinya? Kamu selalu asik berpacu mimpi setiap pagi. Sedang dia akan larut jatuh cinta pada butir embun sirat oranye. Tapi toh apa? Itu cuma romantisme kata berbelit yang kamu tidak suka.
Kamu tidak pernah suka keindahaan bias frasa. Kamu tidak suka kerumitan. Dan mungkin itu mengapa kamu tidak akan bisa menangkapnya dalam labirin sialan ini. Labirin ini penuh duri. Dan mereka tikus menggerogoti ujung tali.
Sudah aku hitung. Kamu akan terlambat. Dia akan mati sebelum semuanya. Sebelum kamu bisa berbenah. Sebelum kamu melakukan normalisasi ritmis imajimu. Sebelum kamu bisa menikmati bias oranye pukul enam pagi.
Mungkin ini jalan akhirnya. Punggunggnya nyeri lagi. Selamat pagi.
___________
*lagu yang diembed itu adalah musikalisasi puisi SDD berjudul "Aku Ingin" yang dimainkan oleh Dua Ibu.
[ ]