Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Sebuah Pagi Lagi di Pusat Jakarta

14 September 2010   00:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:16 350 0
Daster tipis mendekati transparan itu melorot sampai pinggang ketika pemiliknya bangun. Menguap sambil mencari-cari telfon genggam, ia mersakan sakit sekujur tubuhnya. Sudah jam enam lima puluh sembilan menit. Jam delapan ia akan berangkat ke kantor, ia berjanji pada dirinya sendiri.

Lantai rumahnya terasa berdebu. Sudah tiga hari tidak disapu ataupun dipel. Ya ya, nanti malam pulang kantor akan dipel, ia berjanji lagi pada dirinya sendiri. Sambil membuka lemari mengambil gelas dan menyeduh sekantong sereal ginseng, dilihatnya bak cuci sudah penuh dengan piring dan gelas kotor. Sebelum berangkat ke kantor akan dicuci dulu, ia kembali berjanji pada dirinya sendiri. Lalu cucian menggunung. Ah, harus segera di laundry.

Lima belas menit berlalu. Kini rambutnya basah sehingga bagian belakang kemeja warna pastelanya terlihat transparan. Warna tali behanya yang hitam mengudara lewat partikel. Hari ini dia memakai push-up bra. Tapi tidak berefek banyak juga. Badannya yang montok mengarah ke gemuk sudah membuat payudaranya terlihat besar.

Sebuah ilustrasi fisik yang bila dipikir-pikir tidak perlu. Lalu kenapa kalau gemuk atau kurus, bukankah manusia akan dihormati setelah melihat kunci mobil atau blekberi atau merek Zara atau apapun itu selama adalah barang kelas satu. Tidak apa tak punya pembantu asal tinggal di apartemen beken. Masih lebih intelek karena kan apartemen memang bukan untuk manusia yang butuh pembantu.

Hahaha. Itu tidak di Jakarta. Apartemen itu perangkat strata sosial. Hanya yang berada mampu beli apartemen. Itu pun masih harus pakai pembantu. Padahal konsep apartemen ya untuk hidup hemat tanpa pembantu. Karena di luar negeri, bayar pembantu itu suatu kewajiban mewah. Mewah karena begitu mahal upah bulanannya. Apartemen untuk hidup berhemat. Di sini? Sudah punya apartemen masih pakai pembantu. Bayar pembantu lebih murah ketimbang beli hape baru. Cih.

Janji mencuci piring menguap ketika lamunannya buyar pukul delapan lewat lima menit gara-gara pesan singkat masuk ke layar seluler.

"Di mana woy? Presentasi kita hari ini"

Dia melangkah agak cepat memakai sepatu hak lima senti dan menjinjing tas ransel isi komputer. Sambil mengunci pintu ia berdoa semoga hari ini hujan sehingga semura orang telat datang ke kantor dan presentasi dibatalkan.

Membosankan. Sangat. Ya ya ya, sekali lagi pagi yang membosankan di Jakarta. Selamat bekerja kembali! Bekerja untuk entah apa. Digit rupiah untuk baju sepatu celana liburan apa pun itu yang dianggap parameter sukses. Manipulasi sukses ala masyarakat umum demi nama baik. Budak baju bermerek atau gaya hidup masa kini. Dia sudah terjebak lingkaran setan itu. Hahaha. Mari tertawa satir untuk diri sendiri.

Mata yang kosong ketika memandang layar komputer atau tumpukan kertas laporan keuangan.
Mata yang nyala ketika slip gaji diterima.
Mata yang buas untuk mid-night sale.
Mata yang tajam ketika pamer baju baru secara halus.
Mata yang kesal mendengar cerita liburan manca negara.
Mata yang tertutup membaca berita busung lapar.

Haruskah ia menyalahkan Jakarta? Jakarta mungkin harus ditelan air pasang. Energi paginya beracun, membuat orang lupa ada matahari pagi di sebuah gunung atau laut. Ribuan ton sampahnya memakan manusia lain. Sarang tikusnya luar biasa besar ada di senayan. Lalu manekin manekin di mall lantai mengkilap, lalu pengemis-pengemis bermental ular kobra, manusia gerobak berhati serigala, pejabat berhati tumpul, pekerja kantoran berkacamata kuda. Tidak ada manusia normal di Jakarta. Jakarta harus ditelan air pasang.

"Teeeetttt"

Suara klakson busway mengusir pengendara motor. Pikiran si pemilik-daster-tipis-melorot-sampai-ke-perut-yang-sudah-berganti-menjadi-satu-set-baju-kerja-mahal-yang-dibeli-saat-diskon kembali ke bumi. Kembalilah ke realita. Janji menyapu dan mencuci piring tiba-tiba hinggap lagi di kepalanya. Rasa marah ditelan deru kopaja. Tiba-tiba dia kangen pacarnya.

[ ]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun