Pernyataan bahwa matematika tidak akan ditanyakan di akhirat, sering kali dijadikan apologi atas ketidaksukaan atau ketidakmampuan dalam memahami ilmu-ilmu Allah SWT yang terhampar di alam semesta ini. Padahal, mempelajari matematika di dunia bisa menjadi bentuk ibadah jika niatnya benar, misalnya untuk memahami kebesaran Allah lewat keteraturan alam, membantu orang lain, atau mengamalkan ilmu untuk kebaikan. Ilmu dunia seperti matematika bisa menjadi wasilah untuk memperbaiki kehidupan, asalkan digunakan untuk tujuan yang baik dan sesuai syariat.
Namun, perlu diingat bahwa segala ilmu yang kita pelajari di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan, serta tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan." (HR. Tirmidzi)
Dari hadis ini, jelas bahwa bukan soal apakah ilmu tertentu seperti matematika akan "ditanyakan" secara spesifik, melainkan bagaimana kita menggunakan ilmu tersebut dalam kehidupan. Apakah kita memanfaatkannya untuk kebaikan atau malah menyia-nyiakannya?
Matematika misalnya, ia bisa menjadi alat untuk membangun keadilan dalam transaksi, menciptakan teknologi bermanfaat, atau bahkan menafsirkan fenomena alam yang menunjukkan kebesaran Allah. Allah memerintahkan kita untuk membaca, memahami, dan menggali ilmu, sebagaimana firman-Nya, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-'Alaq: 1). Bukankah mempelajari keteraturan angka, logika, dan sistematika adalah bentuk lain dari membaca ayat-ayat kauniyah-Nya?
Jadi, alih-alih menghindar dari belajar matematika dengan alasan bahwa itu tidak akan ditanyakan di akhirat, mari kita ubah sudut pandang. Pelajari matematika (atau ilmu lainnya) dengan niat ikhlas untuk menebar manfaat, memahami kebesaran-Nya, dan menambah bekal untuk kehidupan dunia dan akhirat. Bukankah setiap langkah kecil kita dalam belajar bisa bernilai pahala jika niatnya karena Allah?