Dalam film dokumenter Tanah Mama selain menyoroti perjuang tangguh para mama di Papua, juga memperlihatkan hukum adat Papua. Dimana masyarakat Papua lebih suka menyelesaikan pekara secara adat daripada menyelesaikan sesuai prosedur hukum. Film yang di produksi Nia Diana ini, mengisahkan seorang mama yang terlilit kemiskinan dan harus berjuang untuk bertahan hidup dengan empat anak dengan suami yang kurang bertanggung jawab dan sudah memiliki istri lagi. Sehingga dia terpaksa mengambil ubi di kebun adik iparnya agar anak-anak tidak mati kelaparan. Tetapi apa yang dia dapat, Dia dilaporkan ke ketua adat dituduh mencuri. Dan harus membayar denda satu juta.
Namun ketidakadilan hukum di Indonesia sering kita lihat tidak hanya di daerah tetapi kota ibu negara pun demikian. Praktik pengadilan lebih banyak merugikan korban karena mereka tidak memiliki uang.
Sekarang banyak berita-berita tentang pelaku hukum di Indonesia, banyak para koruptor yang susah terjerat hukum tetapi masyarakat kecil , tidak berduit menjadi korban ketimbang mereka yang berduit. Hukum di Indonesia memang lebih runcing ke bawah, pencurian dihukum 6 bulan sampai 1 tahun penjara selain harus bolak-balik menghadiri persidangan di pengadilan, mereka juga tak mampu membayar para jaksa, hakim, dan pengacara untuk membela. Karena itu, dalam pengadilan masyarakat kecil sangat lemah.
Hukum adat di Papua juga bisa melahirkan peperangan antar suku jika tidak ada kata sepakat dari kedua belah pihak. Sebab keuntungan dari tuntutan hukum adat, tidak hanya bagi korban, tetapi hampir seluruh anggota keluarga yang dekat dengan korban atau semua anggota suku itu. Karena itu, dukungan dari suku terhadap korban sangat besar.
Dalam perang adat, pihak yang kalah diyakini telah melakukan kebohongan, sedang pihak yang menang dinilai telah bertindak adil dan jujur. Perang terjadi jika sudah disepakati dan ada aturannya, terutama menyangkut jumlah suku yang terlibat perang, tampat waktu, perempuan dan anak-anak tidak boleh dibunuh dalam perang. Bila kedua belah pihak saling bertemu di lokasi lain yang tidak sesuai kesepakatan, tidak akan ada permusuhan.
Tentu kita ingat perang adat di Timika pada Agustus 2003 antara kelompok pendukung dan penentang pemekaran Iran Jaya Tengah. Kesepakatan perang pagi hari sebelum matahari terbit, dan diakhiri siang hari setelah matahari merangkak hilang di balik bukit. Ketika waktu makan siang perang berhenti sementara kemudian dilanjutkan kembali.
Dalam era globalisasi ini hukum adat di Papua sangat tergantung pada masyarakatnya yang pluralistis mempertahankan nilai-nilai budaya dan norma-norma adat ideal dan prosedural guna menyeleksi nilai-nilai dan norma-norma asing akibat arus globalisasi.
Pendidikan dan kesehatan masyarakat Papua harus ditingkatakan dan diperhatihan pemerintah. Sekarang para sineas kita sudah berani menampilkan wajah masyarakat papua dalam belum audio visual atau film, kita harap pemerintah tidak hanya sibuk dengan dirinya dan kelompoknya sendiri. Sudah waktunya masyakarat papua hidup layak. Jangan hanya memikirkan cara mengambil kekayaan alam Papua tetapi juga bagaimana masyarakat Papua bisa mandiri dan pintar dan mengangkat Papua dari kemiskinan.
*
foto-foto: adegan-adegan film dukumenter Tanah Mama ( yang menceritaka tentang tanah Papua)