Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Coba Sejenak Kita Membaca Sunyi Mereka (Para Tunarungu)

10 Mei 2015   03:36 Diperbarui: 13 Agustus 2015   19:55 442 9

Siapa yang tidak pernah mengeluh? Pasti kita pernah bertanya ke Tuhan Maha Pencipta, kenapa seperti ini? Mengapa harus begini? Ketika kita putus dengan pacar, kita merasa hidup itu kadang tak adil, ketika kita tinggal orang yang kita sayangi, kita menganggap Tuhan tak sayang pada kita. Ketika kita ada masalah dikerjaan kita sering kali mengeluh kenapa keadaan harus seperti ini?

Tetapi cobalah kita sejenak melihat ke bawah diselah selah langkah kita menuju ke atas. Di sisi kita ada saudara kita, yang secara fisik terlahir tidak seperti kita. Dia tak bisa melihat, tak bisa bicara, tak bisa mendengar, tetapi dengan kondisi seperti itu dia tetap semangat menjalani hidup. Tetap bersyukur telah terlahir ke dunia meski dia tak diinginkan oleh pemilih rahim yang melahirkannya.

Dia bernama Rina, tunarungu dan tak bisa melihat yang tetap gigih berjuang dalam ketidaksempurnaan dan tidak mau hidup dalam belaskasihan. Dia ingin membuktikan dia bisa, Tuhan menciptakannya bukan tanpa tujuhan. Dia bisa bekerja dengan kondisi fisik yang kurang dan bisa berkarya seperti orang-orang normal lainnya.

Ibu Rina dengan mata tak bisa melihat mampu membuat pakaian, tas dari benang rajut dengan rapi dan bagus. Dia memiliki kesabaran dan ketelatenan begitu juga dalam menghadapi kehidupan ini. Dibuang keluarganya karena kondisi fisiknya, tak membuatnya dendam tetapi memberinya motivasi jika dengan kesabaran dan bersyukur hidup itu indah meski sunyi dan tak besinar. Namun dia mampu menghadirkan matahari dalam dirinya untuk kita, untuk orang orang yang sempurna secara fisik. Jika Ibu Rina saja mampu bertahan dengan kondisinya dan ikhlas menerima Takdir_Nya, mengapa kita tidak ? Mengapa kita harus putus asa dan mudah menyerah?

Ibu Rina ditemukan oleh Ibu Pat Sulistyowati seorang penyandang disabilitas sekaligus guru bahasa isyarat. Meski usia Ibu Pat sudah 66 tahun tetapi masih semangat untuk mengajari keterampilan para tunarungu seperti Ibu Rina.

“Sebelum saya mati. Saya ingin menjadi orang yang berguna dan inilah yang saya bisa lakukan agar para tunarungu dapat bekerja.” Ujar Ibu Pat yang sudah menggeluti kegiatan ini dari tahun 1991. “Dulu banyak para tunarunggu yang ada disini, kami banyak menerima orderan tas dari Pt kreatif Indonesia. Bisa sampai 50 per minggu tetapi tahun 1998, Indonesia krisis kegiatan dan usaha kami tersendat.”

“Meski sekarang tidak banyak yang belajar dan tinggal disini, tetapi jika ada yang membutuhkan tempat tinggal dan tenaga juga ilmu saya tidak segan dan dengan tangan terbuka menerimanya.”

Ya, selain Ibu Rina. Ada Santi, tunarungu yang belajar dengan Ibu Pat. Santi yang dulunya bekerja berjualan kue kering sekarang sudah bisa menjahit, membuat tas. Santi yang rumahnya tak jauh dari rumah Ibu Pat sudah belajar dengan Ibu Pat selama 2 tahun dan sekarang sudah mahir dalam menjahit dan membuat tas dari sisa-sisa kain yang tak terpakai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun