Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Deklarasi Capres-Cawapres : Apa Mau Dikata?

19 Mei 2014   23:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 110 0
19 Mei 2014


Di tengah keromantisan ngerjain skripsi dan revisian makalah seminar, siaran TV hari ini mengusik minta ditilik.


Hari ini berlangsung hari kedua pendaftaran calon presiden dan wakilnya. Tiga hari batas pendaftaran selama 18-20 Mei 2014. Pagi-pagi, reporter cantik dari Metro TV udah berapi-api siaran dari depan kediaman Yusuf Kalla. Serentak stasiun TV lain juga nggak jauh beda. Rumah Yusuf Kalla, rumah Megawati, balaikota, gedung Juang, dan KPU. Suara penyiar harus beradu sama riuhnya suara simpatisan.


Akhirnya Jokowi meminang Yusuf Kalla. Pasangan ini diusung Hanura, Nasdem, PDIP. Mereka datang ke KPU naik sepeda dan makan soto-minum teh manis di warung. Perpaduan muda-tua, belum pengalaman-pengalaman, murid-guru. Tapi, kok aku masih ragu ya. Akhirnya elektabilitas yang bicara. Banyak tokoh hebat yang punya potensi besar, tapi nggak populer. Konvensi partai yang udah bagus prosesnya pun, akhirnya harus pakai itung-itungan realistis. Duh, demokrasi model apa ya ini?


Siang sedikit, perhatian media beralih ke poros lainnya. Prabowo deklarasi capres dengan Hatta Rajasa jadi cawapresnya. Di depan kediaman Bung Karno. Pasangan ini juga senior-junior, militer-ekonom, belum pengalaman-pengalaman.  Pasangan ini diusung PPP, PAN, PKB, Gerindra dan GOLKAR. Ya, Golkar, partai paling galau. Bukan ARB yang datang, tapi sekjennya, Idrus Marham. Heran juga sama caranya ARB, kok calon presiden yang udah ngiklan satu tahun masih keliling door to door ke partai lain? Kemana Golkar yang haus kekuasaan?


Ada apa negaraku hari ini? Apa iya kita harus dipimpin sama mantan petinggi bintang 3 yang dipecat, penculik petinggi militer, kasus pelanggaran HAM, kerusuhan 1998? Apalagi liat dan dengerin pidato deklarasinya tadi yang nggak lancar, muter-muter, ngebingungin, mengecewakan :(


Tapi apa iya negaraku ini bakal lebih baik dipimpin presiden yang bukan atas kemauannya sendiri maju jadi presiden? pengalamannya hanya walikota (tidak tuntas) dan gubernur DKI (tidak tuntas). Campur tangan partainya sekuat itu?


Soal wakil, ngga ada yang diragukan. Bahkan lebih bagus kalo keduanya yang jadi pasangan Capres-Cawapres. Atau dua-duanya jadi capres. Itu lebih masuk akal. Pendidikan tinggi, pengalaman, teruji, santun, cerdas, tau harus diapakan negaraku ini. Yusuf Kalla, di usia ke-72 saat ini masih enerjik dikala mantan wapres lainnya selesai menjabat terus pensiun. Masih aktif jadi ketua Palang Merah Indonesia (PMI), dewan masjid dan segudang aktivitas soal lainnya. Hatta Rajasa, Menko Perekonomian, ideal buat seorang wakil presiden.


Ah, sudahlah. Udah terlanjur jadi dan tinggal diterima hasilnya seperti itu. Semoga di diri masing-masing calon itu, bukan partai yang terngiang-ngiang terus. Tapi negaraku ini yang mereka terus ingat-ingat.


Seandainya di Indonesia cuma ada dua partai besar. Proses penyaringan calon presiden dan wakilnya bakal penyaringan bertingkat. Nilai yang diusung jelas dan yang mau milih juga nggak bingung. Jelasnya, di 2014-2019 nanti, tokoh senior masih berkprah. Belum sepenuhnya momen buat golongan muda. Semoga ini transisi. Negara lain udah berlari ngejar pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan, dan semuanya. Harus kita susul.


Adalagi hari ini mahasiswa di Denpasar kok mendeklarasikan diri jadi relawan pemenangan Jokowi? Duh, ini apalagi. Semoga betul-betul 'nilai' yang didukung tanpa pakai embel-embel 'merah'. Apa jadinya kalo sampai lupa diri, mahasiswa ikut-ikutan dukung? Siapa lagi yang mau jadi elemen kritik di tengah masyarakat?


Masih ada besok. Kita liat, apalagi kejutan yang bakal disajikan di hari terakhir pendaftaran capres-cawapres?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun