"Kamu tau ndak kaum sodom itu kaum apa?" tanya pak ribut dihadapan murid-muridnya. April murid perempuan yang juga ketua kelas tersebut coba menjawab, "nyang anu pak, itu lho laki-laki sama laki-laki,... sukanya" ucap April dalam logat jawa yang kental. "Nah...iya kaum sodom, laki-laki suka sama laki-laki..".."Kalo perempuan suka sama perempuan namanya les.....?." tanya pak Ribut melanjutkan. Serentak para siswa menjawab dengan apa yang diketahuinya, hampir tidak ada yang benar. Lalu pak Ribut kembali menjelaskan, "Kalo perempuan suka sama perempuan namanya lesbi." Ucapnya tegas.
Demikianlah sedikit cuplikan dialog antara pak guru Ribut dengan siswa-siswinya yang akhirnya viral di media sosial. Beliau memang gemar merekam kegiatannya pada saat mengajar lalu menguploadnya ke media sosial tik tok miliknya. Sebagian besar videonya berisi keseharian pak Ribut saat mengajar. Banyak netizen yang mengapresiasi cara mengajar pak Ribut yang humoris dan sangat sederhana. Sementara itu, selain sebagai guru honorer, pak Ribut juga ternyata memiliki usaha penyewaan baju tari sekaligus juga sebagai pengajar tarinya.
Tak lama setelah video mengajarnya viral, pro dan kontrapun terjadi di kalangan netizen. Khususnya dalam hal menyikapi cara pak Ribut menerangkan tentang penyimpangan seksual di depan anak-anak kelas 2 sekolah dasar. Kadisdik Lumajang pun berencana memanggil Pak Ribut untuk dilakukan pembinaan terhadapnya. Sementara itu menurut wakil KPAI, Rita Pranawati sebenarnya tidak ada yang salah dengan cara mengajar pak Ribut yang terlihat akrab dengan para siswanya, hanya saja seharusnya jika guru ingin menjelaskan tentang pengetahuan reproduksi sebaiknya para siswa-siswi di kondisikan secara lebih tertib sehingga pesan yang disampaikan bisa ditangkap secara utuh untuk menghindari kemungkinan siswa mencari tahu sendiri melalui internet.
Dari apa yang dialami oleh pak guru Ribut dengan video viralnya, sebagai orang yang berprofesi sama, penulis pun mencoba menyikapinya secara lebih proporsional. Menurut hemat penulis, apa yang dilakukan oleh pak Ribut tidak sepenuhnya salah, hanya saja kurang tepat. Jika merujuk pada psikologi perkembangan, usia 7-8 tahun (kelas 2 SD) belum bisa menyerap dan mengolah terma-terma seperti homo atau lesbi secara jelas. Apalagi jika anak-anak tersebut belum dikenalkan tentang pendidikan seksual sebelumnya. Yang dikhawatirkan justru mereka akan mencari tahu sendiri maksud dari istilah-istilah tersebut baik dengan cara bertanya kepada teman, orangtua atau bahkan searching di internet. Lalu bagaimanakah seharusnya pendidikan seksual diajarkan pada anak usia dini di sekolah dan bagaimana Islam mengaturnya?
Islam sebagai agama yang komprehensif telah menetapkan rambu-rambu mengenai pendidikan seksual pada anak sesuai dengan tahapan perkembangannya.