"Penyeduh kopi itu, seperti ku mengenalnya."
Kantong rindu yang digenggamnya memberi tanda, penyeduh kopi hitam pahit itu berada dalam jarak yang dekat. Dekat namun jauh dibalik doa.
"Viana. Viana.Viana."
Penyeduh kopi, berdiri tepat di depannya mengarah pada sisi jalan raya seberang toko mie merah.
Kantong rindu, seakan makin berontak ingin disampaikan pada setapak tangan Viana yang mungil dan tak jarang permukaannya kasar.
"Vianaaaaaaaaaa" dalam hati Ellanor berteriak menyuarakan getar dawai rindu yang bergema di gelombang senja antar kota.
Ellanor bergerak mengambil tangan mungil itu dan lari menuju ujung jalan di kota sebelum utara. "Hei, hei.. hei. Kemana? Kau bawaku kemana?" tanya Viana, Ellanor tak sempat menyapa rupa wajahnya. Ia tetap berlari.