Saya memang masih harus banyak belajar, termasuk belajar membusukkan ingatan soal perbuatan buruk saya pada orang lain maupun Lanang Sawah. Dengan membusukkan segala ingatan buruk itu menjadi pupuk bagi pohon usia saya, kemudian saya membakarnya dengan kobaran semangat sekaligus keberanian dari berbagai sumber, termasuk dari Lanang Sawah, semoga saja buah-buah karya tulis saya pun berlahiran, terjun mengelinding hingga sampai ke mata pembaca, dan dapat dikunyah-nikmati siapa saja yang menyukainya. Amin.
Soal tema politik identitas dalam ranah sastra, lagi-lagi saya tampaknya masih butuh waktu buat belajar lebih banyak. Tapi yang jelas, menyepakati saran Lanang Sawah, “jangan dibiarkan pikiranmu telanjang tanpa pakaian kebesaran bertajuk buku”, sedapat mungkin saya pasti mengembangbiakan kata-kata selembar demi selembar, menyusunnya jadi pakaian paling pas dengan benang-benang pikiran saya, seraya saya tetap berjuang menajamkan hati menjadi jarum yang merajut benang-benang pikiran saya. Dengan begitu, pakaian dari kata-kata yang saya ternakkan, bakal panjang umurnya buat membungkus badan saya.
Terima Kasih banyak atas Semangat, Keberanian, juga Kepercayaan-diri, yang sengaja ditularkan Lanang Sawah. Semoga kemuliaan selalu bersama beliau…
* Ini ditulis oleh seorang kawan yang mengirim ke inbox FBku. Awalnya dia menghinaku dengan amat sangat tapi aku bangkitkan dia agar lebih baik menulis ketimbang menghina aku yang memang sudah hina ini.
edyaeffendi