Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Peranjingan Antara Kau dan Aku

18 Juli 2020   23:07 Diperbarui: 18 Juli 2020   23:18 175 4
Magrib sudah berlalu, awan-awan jingga di barat perlahan lesap ditelan gelap. Namun, anak lelaki itu tidak peduli, ia masih terlepa di atas rumput taman, dengan lampu-lampu yang tak satu pun menyala.

Dengan keremangan sisa senja, terlihat ia mendekap kertas bertuliskan delapan baris kata-kata. Muka dan kertasnya sama kusam, tercampur tanah taman yang siang tadi diguyur hujan.

Lelaki itu masih sangat muda, rahang yang tegas menjadi bagian paling menarik dari semua tekstur wajahnya yang biasa. Raut mukanya menunjukkan sifat ulet dan teliti, cenderung idealis, tapi juga penuh empati.

Lalu, perkara pemuda itu tetap terbaring di tanah basah meski hari telah gelap, karena ia mau saja. Lagi pula ia terbiasa di ruang tanpa cahaya. Bahkan  kamarnya di rumah dibiarkan gelap seperti goa.

"Gelap sudah menjadi saudaraku sejak dalam rahim. Lagipula tidak ada yang mampu menyalakan cahaya untuk diriku, kecuali mata sendiri yang harus terbuka." Ia selalu berkilah demikian, ketika orang lain bertanya kenapa kamarnya selalu tanpa penerang.


"Anjing!" Namun, sekonyong-konyong pemuda yang terlalu santai itu berjingkat. Seekor anjing entah datang kapan dan sekarang menggigit sambil menarik-narik celananya.

"Anjing! Kau kira aku bangkai? Ah dasar Anjing!" Tangannya terangkat lalu diayunkan sekuat tenaga. Akan tetapi, tangan itu cuma sampai di udara. Perasaan tega sangat cepat menyusupi hatinya.

"Ah! Aku ingat, kau si Jek anjing tetangga, kan? Kau menyuruhku pulang?"

Mana bisa makhluk itu menjawab kecuali menggonggong. Hewan itu tetap menggigitnya dan terus menarik mundur, seperti bocah kecil merajuk ibunya saat ingin sesuatu. Membuat anak lelaki tersebut penasaran dan pilih menurut, berjalan dituntun anjing. Ia sampai tertawa atas kejadian yang menimpa sekarang, dalam pikirannya terpantik ide membuat sajak berjudul: Seanjing Keanjingan.

Kening beralis tebal itu mengerut ketika hewan peliharaan tetangga tersebut membawanya ke tempat pembuangan sampah. Dan kerutannya semakin dalam saat di tempat yang dituju teronggok tubuh binatang dengan bulu putih tebal.

"Eh, Jek, kau membawaku ke sini untuk menolong temanmu?"

Seperti mengerti, si Jek memohon dengan menaruh kepalanya di bawah kaki si pemuda sembari menggoyangkan buntut. Tak lagi banyak cakap, anak berusia tujuh belas tahun ini kemudian meraba tubuh binatang tersebut. Kerutan di keningnya mengendur begitu terdengar bunyi menguik dari balik bulu putih merumbai-rumbai.

"Bila dilihat dari bulunya dia anjing orang kaya, Jek!" Ia berbicara kepada anjing tetangga, yang diamini dengan lidah menjulur saja. "Anjing yang malang, aku rasa dia terlepas dari majikannya, dan tak bisa bertahan karena makanan di tempat sampah beda dengan yang biasa dimakan di rumah."

Pemuda itu memayang tubuh hewan berbulu lebat tersebut, ia memicingkan mata ketika melihat luka di kaki si binatang. Ia bergerak cepat sambil berkata,

"Kita harus mengobatinya segera, Jek! Kebetulan salah satu kawan wanitaku ibunya dokter hewan."

Dengan begitu berangkatlah seorang lelaki memangku anjing dan diiringi seekor anjing. Membikin berpasang-pasang mata yang dilewatinya memicing. Sampai pemuda itu mendengus, lalu berteriak jengah pada akhirnya,

"Apa yang kalian lihat, Anjing?"

"Iya. Anjingmu ada dua." Lelaki tua yang kebetulan lewat di samping si pemuda menjawab sambil tersenyum.

"Sekarang anjingnya ada tiga, Pak Tua!"

Tidak melanjutkan obrolan, lelaki renta itu berlalu dipapah tongkat sambil tertawa.

Setengah jam berlalu, sampailah si pemuda ke tempat yang dituju. Setelah berkali-kali memencet bel, seorang wanita muda yang sudah ia kenal membuka pintu.

"Stilistika?"

"Kenapa kau datang malam-malam begini? Bukankah kau tak mau lagi bertemu denganku?" Sejenak pemuda itu nanar, hampir badannya tidak kuat menahan gejolak batin mendapati sikap dari wanita di hadapan. Akan tetapi, ia lekas sadar. Bukan saatnya mengurus masalah pribadi.

"Ada yang sekarat, Tika. Aku kesini bukan atas kemauan sendiri."

"Siapa?"

"Anjing orang kaya."

Perempuan bernama Stilistika itu menyipit, menyesuaikan cahaya yang kurang membantu penglihatannya.

"Oh! Martin!" Seperti kebanyakan perempuan saat kaget, Stilistika menjerit begitu melihat jelas siapa yang lelaki itu bawa.

"Ini Martin anjingku yang kabur dua hari lalu, dari mana kau menemukannya?"

Sedetik mata pemuda itu terbata. Stilistika makin manis sekarang, batinnya berkata.

"Ah! Anjing tetangga yang menemukannya di tempat sampah, bukan aku."

"Kukira itu anjing kau?" Dengan tidak menghiraukan perbedaan mimik muka lawan bicara, si gadis memandang anjing yang setia di samping si pemuda.

"Aku tak memelihara anjing."

"Kenapa?"

"Karena aku sendiri sudah anjing." Si pemuda mengatakan ini dengan penuh penghayatan. Membuat  Stilistika membeku lama. Kemudian gadis itu menarik nafas dan mengempaskannya keras-keras.

"Setelah barusan kau mengakui keangkuhan sendiri, benci yang kutahan  kepada kau setahun lalu sudah hilang.  Ayo masuk dulu! Mungkin kau ingin melihat bagaimana ibuku merawat anjing."

Pemuda itu ragu, tapi tangan gadis itu menariknya. Dan seperti tak mau ketinggalan, anjing tetangga pun ikut-ikutan ke dalam.

Selepas selesai urusan anjing, Stilistika dan pemuda itu mengobrol di ruang tamu. Melihat gadis itu mau tersenyum saat berbicara dengannya, si anak lelaki menjadi gagu. Ada sesuatu menyerang hatinya berupa rindu yang ditutup-tutupi sekian lama, juga harapan menyala-nyala setelah satu tahun hubungan mereka terputus begitu saja.

"Tika?"

"Ya?"

"Maukah kau menerimaku lagi?"

Wajah cantik itu menjadi sayu, ia menggigit bibir dan meremas jari sendiri sembari menjawab,

"Aku tak bisa. Mungkin dua tahun lagi baru bisa."

"Kenapa?"

"Karena aku pikir ... dua tahun lagi kekasihku akan mati."

Hampa. Tiba-tiba saja kegelapan terasa membekapnya. Pemuda itu tak bicara lagi, sampai pamit pun ia hanya menganggukkan kepala. Ada sebuah batu yang menekan pundaknya kuat, membuat perjalanan pulang terasa sangat berat sebelum berteriak kepada si gadis,

"Anjing kau berbulu putih!"

2020. Sukabumi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun