Walau banyak pekerja rumah tangga yang mampu melaksanakan tugas mereka dengan cara yang saling menguntungkan dan tanpa menghadapi kesulitan besar dalam hubungan kerja mereka, beberapa lainnya menghadapi masalah serius dan pelecehan. Pekerja rumah tangga berada dalam posisi rentan, yang disebabkan oleh banyak faktor:
1) Pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai 'pekerjaan' formal di Indonesia, yang berarti bahwa pekerja rumah tangga dikecualikan dari undang-undang ketenagakerjaan nasional, yang memberikan hak-hak dasar kepada pekerja di sektor lain. Ini berarti bahwa tidak ada peraturan mengenai gaji minimum, jam kerja, cuti, asuransi, dll. untuk pekerja rumah tangga dan masalah-masalah ini sebagian besar diserahkan kepada pemberi kerja untuk menentukannya;
2) Pekerja rumah tangga sebagian besar tinggal di rumah majikan mereka, yang berarti bahwa kondisi kerja mereka dan perlakuan yang mereka terima sebagian besar tersembunyi dari pandangan publik;
3) Pekerja rumah tangga sering bekerja jauh dari rumah mereka, sehingga mereka terisolasi dan tidak memiliki teman atau saudara untuk dimintai bantuan.
Pekerja rumah tangga mungkin menemukan diri mereka dalam kondisi kerja yang eksploitatif:
1) Mereka sering kali harus bekerja berjam-jam (kadang-kadang hingga 20 jam) dan tidak diberikan waktu istirahat yang cukup; dalam sebuah survei di antara pekerja rumah tangga di Jawa, 39% menyatakan bahwa mereka tidak diizinkan untuk memiliki waktu istirahat
2) Sering kali, pekerja rumah tangga tidak mendapatkan hari libur: sebuah survei menemukan bahwa 55% responden tidak mendapatkan hari libur mingguan
3) Sering kali, majikan tidak membayar jumlah gaji yang dijanjikan, atau bahkan tidak membayar gaji sama sekali selama beberapa bulan
4) Banyak pekerja rumah tangga menghadapi kondisi hidup yang tidak memadai dan tidak diberikan cukup makanan
5) Kadang-kadang, pekerja rumah tangga dicegah meninggalkan rumah dan/atau meninggalkan pekerjaan mereka