Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ku Pinjam Nama Uang

7 Desember 2011   23:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42 301 4
Jalan pekuburan yang biasanya berdebu itu kini telah berubah menjadi licin. Mulus. Walau tak semulus pipi para selebritis. Tapi sudah lumayan untuk tidak membuat batuk batuk penggunanya.  5 tahun lalu saat ku tinggalkan desa ini. Huh....betapa debunya jalan ini. Apalagi kalau ada truk pasir atau batu yang lewat. Jalan yang membelah pusat desaku.

Tak perlu sampai ke ujung jalan aku sudah bisa menemukan rumah yang aku cari. Hanya melewati satu perempatan saja. Sewaktu kecil sering kali ku dengar bisik bisik tetanggaku. Pemilik rumah yang di pojok perempatan itu memiliki piaraan yang aneh. Seorang wanita , istri dari si pemilik rumah sering kali keluar di sore hari dengan jalan membungkuk bungkuk . Seperti tengah menggendong sesuatu di belakangnya. Dan selalu berhenti di setiap rumah gedung yang di lewatinya. Sudah umum kalau di kampung yang namanya rumah gedung itu identik dengan kaya. Dan keesokan harinya di pemilik rumah bisa berteriak teriak karena kehilangan uang belanjanya. Sementara wanita penghuni rumah di pojok perempatan semakin hari tubuhnya semakin ringkih. Kurus. Kata sebagian burung , karena dia selalu menyusui gendonganya. Dan seiring itu , ekonomi keluarga juga meningkat. Terlihat suka sekali merenovasi rumahnya. Ku lirik rumah di pojokan yang aku lewati. Ah.... sudah berubah menjadi rumah model terbaru lagi. Mungkin piaraanya rajin bekerja.

Melewati perempatan . Ku gayuh sepeda pancalku lurus kemudian membelok ke arah kiri. Hanya berselang 4 rumah . Sudah ku temukan rumah yang aku tuju. Seorang wanita paruh baya mendekatiku. Saat melihatku memasuki halaman rumahnya.

'' Kapan datang nduk. kok gak kasih kabar ''

'' Baru kemarin lek. Gimana, sehatkan ''

'' Yoh...masih beginilah keadaan lek mu ini nduk. Beberapa hari lalu Emakmu juga ke sini. Katanya mau pesen pisang goreng buat nyasinan. ''

'' Terus Emak ninggalin duit gak. ''

'' Itu tidak usah kuatir nduk. Makmu tidak akan lupa membayarnya. Sudah sana temui Ina. Sejak pulang dari Malaysia dia lebih suka otak atik komputernya. Katanya mau buka usaha...''

Aku tak menunggu suara lek Tina sampai berhenti. Kakiku melangkah ke arah kamar kakak sepupuku. Lek Tina adalah adik Emak ku yang paling di sayang. Adik bungsu. Satu satunya sodara Emak yang perempuan. Sementara ke sepuluh sodara lainya adalah laki laki. Aku sama sekali tidak habis pikir kenapa nenek kakekku dulu suka sekali dengan yang namanya anak. Sampai 12 biji. Emakku dan lek Tina adalah dua yang beruntung bisa sampai lulus SD. Melewati ruang tengah. Sejenak sudut mataku melirik poto di dinding yang mulai kusam. Photo keluarga lek Tina. Anak pertamanya sudah di wisuda sampai S1. Dan setelah wisuda, huh.....sombongnya bukan alang kepalang. Seakan dia sendirilah yang paling pinter dalam keluarga ini. Anaknya dah 3. Sayang sekali hubunganya dengan ke dua orang tua dan adik adiknya gak ada akur akurnya sama sekali. Walau demikian dia merupakan kebanggan tersendiri bagi keluarga besar lek Tina. Dan Ina sepupuku yang paling baik adalah anak ke 5 dari 8 bersaudara.  Dari kecil kita tumbuh bersama sampai sekarang.

Duuuoorrrr......

'' Ngapain kamu Na. Eh...siapa tuh gambar yang berambut putih '' Mataku menatap tajam ke arah webcam yang tidak bergerak di layar komputernya Ina.

'' Duh...bikin jantungku kaget saja kamu Ra. Kapan datang ''

'' Kemarin. Tuh gebetan barumu yah. Keren kamu sekarang. pulang dari Malaysia bisa beli lap top dan chatingan di rumah. ''

'' Gimana pendapatmu ''

'' Apa ''

'' Yah tentang tuh cowok '' .

Sudut mata Ina seakan menunjuk sebuah gambar yang masih belum juga bergerak di layarnya. Mulutnya tak berhenti nyerocos , seakan sedang meluapkan gundahnya hati.

'' Payah mang chatingan kalau pakai bluetooth dari hp. Sinyalnya gak byar pet.''

'' Yah udah ke warnet saja sono.''

'' Males ah...jauh. ''

'' Kata lek Tina kamu mau kawin lagi yah. Laki mana yang apes jadi temen tidurmu lagi. Ati ati , ntar di bohongin lagi. Mewek lagi kamu.''

'' Tenang kalau yang ini serius banget.''

'' Rambutnya dah putih gitu. Mau ajah lu ah ma kakek kakek model begituan ''

'' Sembarangan. Umurnya masih 40 an. Masih tok cer. Begitu gitu dia PNS. Salah satu SMA di Indonesia ini. ''

'' Dah pernah ketemu ?''

'' Ia sudah beberapa kali ke  mari. Sayang banget sama Eko anakku. Dari pada terus sama bapaknya Eko yang gak tau lagi gimana kabarnya . Mending aku terima dia. Tau sendiri kan sekarang aku sudah nganggur. Gak ada kerjaan apa apa lagi. Keahlian pun aku tidak punya. Kalau nggak kawin lagi , mau ngapain coba ?''

Sepanjang perjalanan pulang aku berpikir dan sesekali tersenyum. Ingat bagaimana Ina menemukan calon suaminya. Suami Ina sendiri entah ada di mana sekarang. Mungkin masih hidup menjadi TKI atau juga telah meninggal. Entahlah hanya Tuhan yang tau. Sampai pada hari H pernikahan Ina di langsungkan. Suaminya pun tetap tak ada kabar apapun. Aku yang ikut mendampingi Ina di samping penguhulu hanya bisa berpikir dalam diam.

'' Heran..... Bagaimana dia bisa mbolos kerja hari ini. ''

Tanyaku pada Ina setelah ijab di laksanakan. Ina tak terlalu sibuk melayani para tamu yang adalah para tetangga dekat dan sodara sendiri. Pernikahan Ina sendiri berlangsung sebelum ramenya RUU tentang pernikahan siri. Yang katanya , siapa yang melakukan pernikahan siri akan di hukum/denda. Yang sempat jadi polemik sesaat di negri ini. Yang paling berang adalah mereka yang mengaku sebagai para pendakwah.

'' Dia kan kepala. Jadi dia bisa bebas ke mana saja sesuka dia. Yang jadi hambatan tadi adalah istrinya dia. Sempat mau ikut. Tapi setelah dia bilang bahwa dia akan bertanding bulu tangkis di luar kota selama 2 hari. Istrinya percaya. Apalagi dia juga membawa alat alat olah raga di dalam mobilnya. ''

Senyam senyum Ina menceritakan bagaimana suaminya membohongi Istri pertamanya. Hanya supaya bisa kawin siri lagi denganya.

'' Dia sangat mendambakan anak, Ra. Ke 3 anaknya bukan anak kandungnya. Semuanya adalah keponakanya sendiri yang telah dewasa semua. Jadi apa salahnya kalau ku trima Dia. Sukur sukur aku bisa memberikan seorang anak kepadanya. Agar aku juga bisa menjadi istrinya yang sah juga di mata hukum. Lagian wanita mana sih, Ra. Yang rela menjadi istri simpanan? ''

Ada getir di nada suara Ina. Ina melakukan semua itu adalah demi anak semata wayangnya. Yang kini telah duduk di bangku kelas 6 SD. Agar anaknya masih bisa tetap sekolah. Dan agar dapur orang tuanya masih tetap mengepulkan asap. Ke dua adik kembar Ina bukanlah anak anak normal pada umumnya. Semuanya memiliki keterbelakangan mental. Satu satunya adik perempuanya sudah menikah. Tapi takdir bicara lain. Suaminya meninggal ketika anaknya dalam kandungan. Kini anak itu telah terlahir ke dunia. Dan Ina jugalah yang harus menanggunng kehidupanya. Karena sang adik pun pergi ke luar Propinsi . Untuk menyambung hidupnya. Di sana bersama kakak lelakinya yang lain. Sebelum pernikahanya terjadi Ina hendak kembali mengadu nasib ke luar negri. Begitu melihat keadaan ke dua orang tuanya yang sudah renta. Ina pun tak sanggup lagi melangkah.

Musik di luar masih mengalun dari tip yang di taruh di bibir emperan. Ku lihat dari tengah ruangan, lek Tina mengambil ujung kain kebayanya. Kemudian menggunakanya untuk mengusap sudut matanya. Pak lek mendekati lek Tina dan memeluknya. Wajah ke duanya menyiratkan kebahagiaan. Terasa ada beban yang seakan berkurang dalam keluarga adik Emakku ini.  Sang pengantin pun telah melangkah masuk ke kamarnya. Air mulai jatuh satu persatu. Melepaskan dahaga yang sekian lama menanti.

Tamat.

Nb: Ini hanya FIKSI.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun