Setelah reformasi 98, demokrasi kita belum juga matang, dan entah apakah akan matang atau jatuh sebelum matang. Perilaku politikus yang oportunis dan maruk turut menjadi penyebab, walau banyak diantara mereka dulunya aktivis yang sering berkoar-koar menuntut perubahan. Idelaisme memang hanya sebatas kampus, setelah itu perut dan gengsi lebih dominan memberi tekanan.
Demokrasi memang menjadi pilihan utama hampir disemua negara di dunia. Ada banyak jalan, tapi kita cuma butuh satu untuk di lalui. Demokrasi adalah pilihan, demokrasi hanyalah jalan, tapi adakah jalan yang lebih baik? apakah harus kembali ke masa kelam? demokrasi memang bukan jalan yang terbaik, tapi masih dianggap lebih baik. Bahkan pemerintahan otoriter pun sering mengatasnamakan dirinya demokrasi karena dalam demokrasi legitimasi diperoleh dari rakyat, entah itu dengan tipu muslihat atau dengan tekanan. Walaupun ditekan atau ditipu sama buruknya.
Sebelum reformasi 98' toh kita tetap mengatasnamakan demokrasi, walau semua lini hampir dibawah tekanan, bagaikan di dalam mulut serigala. Setelah reformasi 98' kita lepas dari mulut serigala tapi kita tidak sadar mulut kancil sedang mengintai.
Maaf kalau mengandaikan binatang, toh binatang sudah cukup tenar dalam perpolitikan di negeri ini. Setidaknya ada sebelas nama binatang yang mencuat menurut Wisnu Nugroho dalam tulisannya di Kompas, beberapa nama binatang yang ikut tenar tersebut seperti tikus, sapi, cicak, buaya dll. Entah mengapa binatang selalu jadi peng-andaian, kasihan juga binatangnya.
Menjelang 2014 kondisi politik semakin menarik. Yang mencuat akhir-akhir ini adalah sapi, setelah petinggi PKS dijadikan tersangka oleh KPK. Partai yang menyatakan diri bersih tersebut sedikit kelabakan. Toyota harrier sedikit lebih berkelas dari sapi. KPK pun di buat plimplang oleh politik tinggi Anas-SBY. Tekanan SBY ke KPK, bocornya sprindik dan akurnya Anas-SBY membuat KPK linglung, serba-salah. Belum lagi Hambalang, Lapindo dan Century kembali panas.
Tapi bagaimanapun rakyatlah yang tetap memberi legitimasi, rakyatlah yang memilih. Mau ke mulut serigala yang mengancam, memangsa dan menindas secara represifcatau ke mulut kancil yang cerdik dan licik, mengelabui kiri kanan secara halus?