Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kegagalan Maridjan Kegagalan - Eulogy

31 Oktober 2010   05:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:57 670 0
Raden Ngabehi Surakso Hargo,  83 tahun, atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Maridjan belakangan kembali lagi menghiasi media-media nusantara. Jika dulu namanya berkibar karena sensasinya menolak dievakuasi akibat ancaman letusan gunung Merapi, sekarang Mbah semakin tenar dengan keputusannya itu walau berujung kematian. Media berlomba meliput beritanya. The Jakarta Post, Media Indonesia, Tempo, Vivanews, dan yang lainnya terus memberitakannya. Enam berita terpopuler Kompas di internet langsung diisi empat berita si Mbah, bukti betapa laku dan tingginya rating tersebut untuk mengeruk keuntungan. Yang lucu adalah saling berlawanannya berita yang beredar "Rumahnya Hancur, Mbah Maridjan Selamat", setelah divonis “selamat” muncul lagi derita "Mbah Maridjan Tewas di Rumahnya". Terlihat betapa kacaunya kesimpangsiuran informasi, dan sepertinya juru tinta justeru menikmatinya. Dapat kabar angin langsung diunggah online, toh ini menambah jumlah tayang seperti sinetron murahan yang berseri. Media lupa pengalaman kebohongan berjamaah berita kecelakaan pesawat Adam Air. Dari laporan tak berdasar seorang warga yang menjalar ke Kepala Desa, ke Kapolsek, diteruskan ke Bupati, Kapolda, Gubernur, dan sampai ke telinga Menteri Perhubungan yang saat itu dijabat Hatta Rajasa. Sang Menteri kemudian mengabarkan lokasi dan bangkai pesawat telah ditemukan lengkap dengan rincian 90 meninggal dan 12 orang selamat. Tak pelak berita itu menipu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Berita bohong itu terus tersebar ke seluruh nusantara dan seluruh dunia oleh media-media yang malas melakukan cross-check. Yah, berita telah terbit fulus segera masuk. Terakhir, lokasi kotak hitam pesawat baru ditemukan 23 hari kemudian. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas lebih lanjut, saya hanya ingin memberi persfektif lain tentang pesan lain yang ingin dipetik dari kasus si Mbah. Dari berita-berita yang kita baca, hampir semuanya hanya menyorot sosok Mbah yang memiliki loyalitas , dedikasi, dan tanggung jawab tinggi terhadap amanah yang diembannya. Bangsa harfiah Kita adalah bangsa yang terus menerus terjebak dalam konteks harfiah. Kita malas mendalami dan menalar apa makna sesunguhnya dari sebuah amanah dan falsafah. Lihatlah bagaimana beberapa Jaksa yang menerima suap hanya untuk umroh atau naik haji. Makna haji tidak didalami tetapi hanya sekedar pemuas keinginan dan citra untuk dipajang saat maju memperebutkan kekuasaan, gejala yang terpampang telanjang di depan nama-nama Calon Presiden. Bahkan untuk "Bhineka Tunggal Ika" saja, kita sudah melupakan maknanya akibat aksi-aksi kekerasan yang didasari sentimen perbedaan keyakinan, suku, atau kelompok. Amanah “Juru Kunci” Mbah dimaknai sebagai jabatan yang tidak ada tawar-menawarnya, bahkan menganggapnya sebagai orang terakhir-juru kunci-yang jika meninggalkan lokasi. Juru Kunci adalah tugas dari  Sultan Keraton Yogyakarta ke orang yang sudah berumur dan dianggap memiliki spiritualitas tinggi yang dapat memediasi dengan roh Merapi (The Jakarta Globe, 28 Oktober 2010). Sedianya beliau adalah orang yang diharapkan memberi komando setiap Merapi akan meletus agar bencana dan korban dapat dihindari (Wikipedia). Faktanya, Mbah tidak pernah memberikan komando itu, Mbah malah menolak dievakuasi walau dari saran ahli Vulkanologi. Mbah menjadi masalah bukan menjadi solusi, falsafah Jawa “Mergo Wis Saguh, Yo Kudu Lungguh Sing Kukuh, Ora Mingkuh” (Karena Sudah Sanggup, Harus Teguh Dan Tidak Beringsut) diartikan keliru menjadi sebuah kemutlakan, apapun yang terjadi Mbah tidak akan meninggalkan amanahnya. Kekeliruan yang dibungkus ego “Kalau saya ikut mengungsi akan ditertawakan anak ayam”. Andaikan Mbah mau menurunkan sedikit egonya, akan ada banyak nyawa yang dapat diselamatkan.

Bahkan setelah kematiannya semua masih palsu dan tidak juga menyampaikan berita terjadinya sebuah kegagalan yang dapat dihindari
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun