Sebagai fasilitator, guru dapat memenuhi kebutuhan ini dengan berbagai strategi. Misalnya, untuk kebutuhan kompetensi, guru perlu memberikan umpan balik yang konstruktif dan mendorong siswa untuk terus mencoba tanpa takut gagal. Untuk kebutuhan keterhubungan, guru dapat menciptakan hubungan yang positif melalui komunikasi empatik dan perhatian personal. Sementara itu, kebutuhan otonomi dapat dipenuhi dengan memberikan siswa kebebasan untuk memilih cara belajar yang sesuai dengan gaya mereka.
Ketika kebutuhan psikologis siswa terpenuhi, mereka cenderung lebih termotivasi dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini tidak hanya meningkatkan hasil akademik, tetapi juga membantu membangun rasa percaya diri dan kesejahteraan mental siswa. Dengan demikian, peran guru sebagai fasilitator yang peka terhadap kebutuhan psikologis sangatlah vital untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan.