Selama 20 tahun menjadi Presiden RI, Soekarno hanya sekali menginjakkan kakinya di Pulau Nias, yakni pada tahun 1947. Sesudahnya, Soekarno tak pernah lagi melirik pulau terpencil di bagian barat Sumatera itu. Bagi Soekarno, Nias adalah sebuah pulau mati, pulau miskin yang dibiarkan asyik mabuk tuak
tuo nifaro dan memelihara utang turun-temurun dengan uang jujuran perkawinan mematikan yang disebut ‘
bowo’ itu. Soekarno membiarkan orang Nias seperti katak di bawah tempurung, asyik dan puas dengan makanan khasnya
ni’owuru (babi yang diasinkan)
, menjadikan rokok sebagai sebuah
sumange (penghormatan) saat bertemu di jalan, di rumah, di pesta atau di mana saja. Jadilah pemuda Nias lebih baik tidak makan beras dari pada tidak merokok.
KEMBALI KE ARTIKEL