"Amah bade damel, milarian artos. Kanggo anjeun, supados sakola tinggi. Ulah kayak Abah Amah."
Itu kali terakhir kulihat ibuku bersama senja yang mengiringinya, pergi menjadi TKW dan berjanji berkumpul lagi tahun depan.
Aku hanya mengangguk menuruti nasehat ibuku yang mau bekerja cari uang agar aku bisa terus sekolah hingga bangku kuliahan, walaupun aku tidak paham; kenapa harus kerja di negeri orang seperti Ceu Imah dan Wak Enih yang rumahnya gedong itu? Ya, walau rumah gedong tapi kan kasihan si Ujang, si Neng jadi jarang bertemu ibunya. Gumamku.
Hari-hari berlalu tanpa kabar dari Amah; tak terasa dua tahun sudah. Kukuatkan saja hatiku bahwa Amah baik-baik saja selama ini. Sayangnya, Abah tidak sekuat aku dan memutuskan untuk membangun rumah tangga baru bersama Ibu Ida jauh dari kota kelahiranku; Indramayu. Aku enggan ikut Abah, akhirnya aku dibesarkan oleh Nin, beliau adalah ibu dari ibuku.