Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Gadis Bercat Kuku Merah

28 Agustus 2014   08:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 135 4
Sejak tadi gadis itu terduduk di lantai dingin, tepat di samping tempat tidurnya yang nyaman. Mukanya ia benamkan dalam-dalam di atas kasur. Ia butuh bahu. Bahu siapa pun yang dapat menampung tangisnya.

Kedua tangannya melingkar di tubuhnya sendiri. Memeluk tubuhnya erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia takut. Ia takut jika pelukan itu ia lepaskan maka tubuhnya akan hancur berkeping-keping seperti hatinya.

Pelacur. Perempuan nakal. Murahan. Tak tahu diri...

Suara itu masih ada. Masih nyaring menghentak-hentak. Tak perduli betapapun ia berusaha menulikan telinga, suara itu merobek-robek pendengarannya. Menghujam langsung seperti tombak yang ditancapkan di tanah gembur.

Aku tidak seperti itu.... Aku tidak seperti itu...

Ingin rasanya ia juga berteriak dan membantah apa yang suara itu katakan berulang-ulang. Tapi lidahnya kelu. Penyangkalan itu tersekat di antara kerongkongan dan bibirnya. Ketika ia menelan ludah, penyangkalan itu ikut tertelan dan membatu di salah satu sudut hatinya.

Ya, ia tak bisa membantah. Percuma membantah.

Gadis itu menggosok matanya. Menyingkirkan rambut basah yang menempel di wajahnya karena air mata. Wajahnya pucat pasi. Tengkuknya terasa dingin sejak tadi. Sekilas ia pandangi jari-jarinya yang bercat kuku merah. Senyumnya merekah sedikit.

Hidupnya memang tak berwarna-warni seperti gadis seusianya yang ia kenal. Karena ia tak pernah diizinkan berwarna. Hidup baginya hanya hitam dan putih. Tapi ia tak pernah putus asa. Ia masih punya harapan. Tak apa saat ini ia tak bisa mewarnai hidupnya. Toh, ia masih bisa mewarnai kukunya. Untuk saat ini, itu cukup...

Sesaat ketenangan menjalar lambat. Namun tiba-tiba suara itu mendekat. Kali ini tanpa sekat daun pintu yang tadi sedikit meredamnya. Gadis itu mematung. Sejujurnya ia tak mengerti mengapa suara itu mencabik-cabik harga dirinya. Ia tak melakukan apa-apa. Ia tak melakukan hal tercela apalagi hal yang mengundang murka Tuhannya.

Ia hanya tak mengerti bahwa membawakan minum kepada seorang teman laki-laki yang menunggu di teras depan rumahnya adalah malapetaka. Ia tidak tahu bahwa mengobrol sambil mendengarkan laku-laki itu bermain gitar selama 2 jam adalah sebuah borok memuakan bagi suara itu.

Ia tidak tahu itu semua adalah pekerjaan pelacur, karena yang ia tahu pelacur melayani tamunya di tempat tidur. Ia tidak tahu bahwa hal itu hanya boleh dilakukan oleh perempuan nakal dan murahan. Yang ia tahu perempuan nakal dan murahan memakai rok mini dan menggoda laki-laki di pinggir jalan. Bukan memakai celana training panjang dan malu-malu seperti dirinya.

Tapi suara itu kian menggema. Tak ada yang bisa menghentikannya memaki gadis bercat kuku merah. Tak ada satu pun yang berani membuatnya berhenti. Namun ternyata Tuhan memang ada. Entah di jam keberapa suara itu akhirnya lelah. Meninggalkan gadis bercat kuku merah yang tak lagi berair mata.

Ia hanya masih duduk di sana. Di samping tempat tidurnya sambil memejamkan mata. Berharap ini semua adalah mimpi buruk. Berharap pagi segera tiba. Namun, ia merasakan kecupan di puncak kepalanya. Seketika ia membuka mata dan mendapati seorang wanita di sampingnya.

''Jangan takut. Aku tahu kau tak seperti apa yang suara itu katakan kepadamu, anak manis. Aku yang akan membelamu. Aku yang akan menggantikan posisimu ketika suara itu, atau suara sejenis itu mengganggumu lagi. Percayalah padaku! Untukku tak masalah dikatakan pelacur, nakal, murahan atau tak tahu diri. Aku memang seperti itu, kok. Hahahahaha"

Gadis itu bergidik ngeri. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Aku hanya ingin membantu, gadis bodoh. Lagi pula bantuan itu tak merugikanku. Aku malah senang menggantikan posisimu yang seperti ini. Panggilan-panggilan itu membuatku bergairah."

Untuk pertama kalinya sejak kekasihnya pulang gadis itu tersenyum lebar. ''Boleh. Suka-sukamu sajalah.'' Perempuan itu mengibaskan rambutnya seraya tersenyum menggoda. Senyum penuh kemenangan dengan lipstik merah dibibirnya. Ya, mulai saat ini ia akan menjadi seorang pelindung bagi gadis bercat kuku merah.

''Aku akan datang kapanpun aku merasa kamu butuh pertolongan, gadis bodoh. Jangan sedih lagi..Aku pergi dulu, yaa!''

Perempuan berlipstik merah itu mengedipkan sebelah matanya. Meninggalkan gadis itu yang kini hanya diam seribu bahasa. Entah mengapa sakit di hatinya sudah tak senyeri tadi. Namun kini kepalanya sakit luar biasa...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun