Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Akhir Sang ‘Jawara’ (Tulisan ke-2)

5 Agustus 2010   15:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:17 131 0
SENIN pagi, Haji Anas Solihin, orang Madura juga salah satu pemilik lapak sibuk dengan anak buahnya mengais sisa-sisa kebakaran. Dia mencari perhiasan yang masih bisa dilebur. Salah seorang pekerja memperlihatkan hasil temuannya dalam ember. Ia mengaku kehilangan ratusan juta. Mobilnya terbakar.

Istri dan anaknya, yang baru berumur 1,5 tahun saat kejadian langsung diungsikan ke tempat saudaranya di Pedongkelan Jakarta Utara. Sudah 3,5 tahun ia berjualan di situ. Tempat itu merupakan cabang usahanya.

Kakaknya, Haji As’ad mengalami hal sama. Ratusan juta dari barang-barang yang ada di lapak ludes. Bahkan emas seberat 34 gram yang baru dibeli sebulan lalu, hilang terbakar. Saat kejadian, ia sedang kondangan di daerah Kelapa Gading, Jakarta Pusat. Istrinya syok, sehingga tak diijinkan datang ke lapak. Ia sendiri yang berangkat.

Dia legawa dan masih bisa tertawa ketika saya temui di lokasi kejadian. “Mungkin karena ada temannya jadi senasib sepenanggungan,” kata dia. Dia mengakui saat itu rasanya campur aduk: marah dan sedih. “Ini semua takdir. Ini saya anggap musibah. Musibah itu ada ujian, teguran, dan hukuman. Kami introspeksi saja,” katanya.

Ia datang di daerah itu bukannya mencari perkara, tapi untuk mencari penghasilan. “Orang Madura itu miskin, tapi agamanya kuat makanya banyak yang merantau,” lanjut dia. “Semuanya pendatang Madura datang, Bismillah cari kerja, ngapain cari musuh.”

Ia membantah, tanah yang dia pakai hasil dari menyerobot. “Biasanya orang Madura kan begitu, suka main serobot kalau ada tanah kosong,” kata saya.

Dia tersenyum. “Emang mau diserobot siapa, ini kan negara hukum, kami pakai aturanlah,” ujarnya. Ia menjelaskan ketika membeli tanah waktu itu, dengan cara borongan. Ada sekira 40 orang bersamaan membeli tanah, kemudian dikavling-kavling sesuai kebutuhan masing-masing. Meski begitu, yang ia punyai sekarang baru akta jual beli, belum ada sertifikasi tanah.

Pagi itu, hanya mereka berdua yang baru datang melihat lapaknya. “Mungkin masih ada yang trauma,” kata As’ad.

Tak cuma orang Madura yang merugi. Dua orang Batak yaitu Aris dan Posman Sirait menjadi korban. Posman pasrah melihat dua mesin penggiling plastiknya terbakar. "Saya linglung ketika melihat api membakar," kata Posman.

Ia menceritakan, saat itu dia masih melihat acara televisi ketika api mulai menjalar. Posisi kios Posman berada di paling ujung di sebalah selatan, belakang kios milik Aris. Tanpa pikir panjang, ia jebol pagar belakang kios yang terbuat dari seng. Sebab pintu keluar semuanya mengarah ke depan, di mana sumber api menjalar. Istri dan anaknya yang masih berumur 2,5 bulan lebih utama yang ia selamatkan. Ia sudah tak memikirkan barang-barang lainnya.

"Tinggal baju yang melekat ini sama beberapa baju seadanya di tas," tutur Posman.

Posman tercekat. Dia menahan tangis menceritakan kejadian semalam. "Saya mohon kepada pihak yang berwenang bisa membantu saya," tambah dia.

Ia mengaku rugi sampai kurang lebih Rp 350 juta. Pasar plastik yang ia produksi sudah sampai ke luar negeri. "Ke China tapi melalui agen, katanya sih untuk membuat baju," ujarnya. Omset per bulannya pun mencapai sekitar Rp 15 juta, dengan 12 orang pekerja. Namun kini kenyataan barang-barang produksinya ludes termasuk mobil Isuzu. "Puji Tuhan, motor dapat diselamatkan," kata dia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun