Aisyah namanya, sedangkan ibunya bernama Khadijah, kata neneknya nama anak-anaknya harus bernuansa Islam. Fatimah pun melanjutkan sekolahnya di sebuah SMA swasta milik sebuah yayasan ternama, sekolah ini, adalah sekolah anak para pejabat, fatimah pun sempat risih untuk mencari teman, jadi di saat jam istirahat dia hanya mendekam di perpustakaan sekolahnya.
“Hai, kamu anak baru itu yah ?,” tanya seorang cewek imut berjilbab di depannya.
“Iya, kenapa kamu bisa tahu ?”, tanyanya kembali.
“Ya iyalah aku bisa tahu, aku kan sekertaris OSIS di sekolah kita ini, karena kamu belum punya teman, aku mau kok temenan ma kamu”, ujarnya
“Ya bolehlah, kenalin namaku Fatimah Az-zahra”, ujar fatimah memperkenalkan dirinya.
“Aku Syifa Mauliani”, katanya sambil menyambut tangan fatimah untuk bersalaman.
“Eh, ke kantin yuk”, ajak Syifa
“Aku masih mau membaca nih”, tolak fatimah halus.
“Sudah, entar aku yang traktir, sekalian aku kenali sama anak rohis di sekolah ini, mau kan?”, ujarnya merayu.
“Ya sudah, aku simpan buku ini dulu yah!”, seru fatimah melangkah ke rak buku yang ada di depannya, kemudian mereka melangkah bersama dengan riang, menuju kantin sekolahnya.
“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, Sapa Syifa pada teman-temannya sesampainya di kantin
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”, Seru teman-temannya bersamaan menjawab salam dari Syifa.
“Ayo silahkan duduk ukhti (saudari dalam bahasa arab)”, seru salah seorang dari mereka mempersilahkan duduk Syifa dan Fatimah.
“Teman-teman kenalin ini teman baru kita, pindahan dari kota Soppeng”, ujar Syifa mempersilahkan Fatimah untuk berkenalan satu persatu.
“Saya Fatimah Az-zahra, murid baru di sekolah ini, dan saya bukan anak seorang pejabat”, ucap fatimah memperkenalkan diri.
“Saya Muhammad Ridwan, dan saya juga bukan anak pejabat ”, ucap salah satunya memperkenalkan diri.
“Saya Hafizah”, sambil men cipika-cipiki fatimah
“Dan saya Mutmainnah”, bersalaman kemudian mencipika-cipiki Fatimah yang membuatnya senang diterima di sekolah ini.
Usai berkenalan dan makan bersama di kantin, Fatimah dan Ke empat teman barunya melangkahkan kaki ke kelas masing-masing, dan ternyata Hafizah dan Syifa sekelas dengan dirinya.
Mereka pun masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran Agama dengan riang, karena menceritakan tentang kehidupan para nabi-nabi. Bel pun berbunyi, riuh anak-anak sekolah tanda pulang ke rumah dimulai, digantikan dengan aktivitas ekstra kurikuler masing-masing.
“Gimana tadi nak di sekolah ?, sudah dapat teman belum?”, Tanya tante Aisyah pada Fatimah.
“Alhamdulillah, tadi sudah kenalan sama beberapa anak-anak rohis tante”, jawab Fatimah.
“Wah seru donk, oia, besok lusa, kamu bisakan jaga rumah, soalnya tante mau keluar kota lagi”, Seru tantenya.
“Insya Allah Tante, soalnya, Lusa kan libur”, jawab Fatimah lagi.
“Ya sudah kamu mandi dulu, terus kita jalan-jalan yah”, Perintah tantenya halus. Fatimah pun segera mandi, dan setelah itu memakai pakaian yang rapi, dan keliling kota bersama tantenya, maklum tantenya ini belum menikah, karena memang masih muda dibanding ibunya.
Mengingat ibunya, fatimah seakan sedih, seandainya ibu ada disini, mungkin fatimah akan memeluk ibu seperti dulu sampai tertidur.
“Kamu kenapa sayang?”, tanya tantenya memulai obrolan
“Ingat Umi tante”, jawabnya singkat,
“Ya sudah, tapi kamu jangan nangis yah, ntar tante ikut sedih nih”, ujar tantenya melanjutkan menyetir mobilnya. Setelah berjalan-jalan keliling kota, dan membeli oleh-oleh untuk nenek yang jaga rumah, mereka pun pulang. Setelah sampai di rumah Fatimah memberikan oleh-oleh untuk neneknya, dan berjalan ke tempat tidur neneknya dan terlelap.
Keesokan harinya, mentari belum juga menampakkan sinarnya, Fatimah, Tante dan Neneknya, bangun untuk menjalankan kewajiban mereka untuk Sholat Subuh. Seusai sholat subuh Fatimah langsung mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah selesai, fatimah mandi dan berangkat ke sekolah.
“Assalamu Alaikum Ukhti”, sapa Ridwan pada Fatimah
“Waalaikum salam, yang lain mana akhi?”, tanya fatimah riang
“Kita tunggu aja bareng-bareng disini”, jawab Ridwan, setelah semuanya lengkap mereka pun bersama melangkahkan kaki menuju ke kelas, dan mengikuti pelajaran. Saat istiraha mereka kembali bertemu di Mushollah sekolah mereka, namun, terlihat sosok tantenya, berjalan menuju mereka, dari halaman sekolah.
Nampak dari wajahnya, tantenya sedang sedih, namun, fatimah tak tahu apa yang membuat tante kesayangannya ini sedih.
“Fatimah, kita pulang yah”, ajak tantenya, namun Fatimah mengikuti langkah tantenya yanng berjalan menjauh dari mereka, fatimah pun tak ingin bertanya, apa gerangan yang terjadi, namunn tantenya kelihatan dangat sedih.
Sesampainya di rumah, terlihat bendera putih berkibar menakutkan di pagar besi depan rumahnya. Fatimah pun berlari masuk disusul tantenya. Di dalam rumah yang penuh sesak orang yang sedang tertunduk sedih, mata Fatimah tertuju pada sosok tua yang tak lagi dapt berbicara, di bibirnya hanya sunggingan senyum, seakan yang dihadapinya sangat indah.
Air mata fatimah meleleh pelan dari pelupuk matanya, seakan tak rela ditinggalkan nenek kesayangannya.
“Nek, kenapa cepat sekali nek ?”, Tanya fatimah menahan isak tangisnya, jilbab putihnya telah basah karena air mata.
“Sabar yah sayang”, ucap tantenya, mencoba untuk menenangkan fatimah, namun diapun tak sanggup, menahan air matanya jatuh. Setelah prosesi pemakaman berakhir, Fatimah dan tantenya melanjutkan aktivitas masing-masing dengan kekosongan.
“Fatimah, sini dulu”, panggil tantenya.
“Iya tunggu tante”, jawabnya dari kamar.
Sesampai fatimah di samping tantenya, dan duduk di sofa ruang tengah, mereka hanya terdiam terpaku. Tak ada yang berani mengeluarkan suara, tenang, seakan tak ada suara ribut televisi di depan mereka.
“Ini, wasiat nenek”, ucap tantenya sambil menyerahkan selembar kertas pada fatimah. Tanpa banyak tanya fatimah membuka dan membaca tulisan neneknya.
Ingatlah untuk bersenandung saat malam telah larut...
Maka kalian berdua akan melihat keindahan
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selesai membacanya, fatimah masih bingung apa maksud dari wasiat nenek. Sempat terdiam beberapa saat, Tantenya beranjak dari tempatnya, kemudian menghilang di ujung lorong. Saat tantenya kembali dengan membawa mukena dan Al-Qur’an. Fatimah masih bertanya untuk apa Al Qur’an dan mukenanya.
“Ambil air wudhu gih”, Seru tantenya. Seusai mengambil air wudhu, fatimah dan tantenya melantunkan ayat suci dengan merdunya. Kini mereka paham Senandung Malam adalah melantunkan ayat suci Al Qur’an bukan menyanyi.
Saat kembali ke sekolah Fatimah kembali ceria, dan disambut riang teman-temanya. Tantenya pun kembali menekuni aktifitas sehari-harinya, tapi mereka berdua tak lupa untuk Senandung Malam bersama-sama.