Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Kopassus Disanjung di Jogja

8 April 2013   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:31 1118 5

Pak Kus adalah seorang pensiunan tentara, karena terbiasa bekerja, setelah pensiun ia tak mau hanya berdiam diri saja. Maka saban hari ia menemani istrinya berjualan angkringan di sekitaran Kaliuran Jogja. Warung Pak Kus menjadi langganan saya setiap pagi sarapan Bubur Kacang Ijo (Burjo). Karena itu kemudian kami jadi dekat. Beliau banyak bercerita nostalgia ketika masa-masa aktifnya di militer dan saya lebih banyak menjadi pendengarnya.

Tanggal 23 Maret 2013. Masih pagi sekali ketika teh manis panas baru kuseruput sekali, Pak Kus terhenyak kaget. Ia bangkit dari duduknya, datang mendekat memelototi TV dengan mulut ternganga. Seorang reporter sedang LIVE melaporkan dari Sleman Jogja. Cebongan, sebuah lembaga pemasyarakatan di sana digeruduk serombongan orang tak dikenal, dini hari tadi malam.

Lembaga Pemasyarakatan Cebongan diseruduk dan diserang dalam sekejap kilat oleh orang-orang yang sepertinya terlatih. Para saksi yang ditanyai memberi informasi sama bahwa kesemua penyerang berbadan tegap, menyandang granat, juga memanggul senjata.

Mereka semua penggeruduk itu memang memanggul senjata AK47, senapan serbu otomatis buatan Rusia dan menutup muka dengan topeng. Ketika tiba di muka sel tempat para bandit itu disekap, senjata yang dipanggul itu kemudian dituding ditodongkan ke empat orang bandit yang disasar. Senjata pembunuh dari mesin itu lalu disalakkan, muntahlah peluru dari moncongnya. Keempat bandit bersimbah darah, pada beberapa bagian badan mereka menganga lubang bekas lewat ditembusi peluru kaliber berat. Mereka terkulai rubuh, lemas memeluk lantai, tewas.

Orang-orang pegiat HAM yang tergabung dalam LSM kemudian sontak berang. Orang-orang yang katanya pembela HAM itu berdiri lantang menuding telah terjadinya pelanggaran HAM berat pada peristiwa itu. Oleh mereka telunjuk kemudian ditudingkan ke militer, khususnya angkatan darat. Pada akhirnya tudingan mereka itu terbukti benar setelah secara kesatria institusi militer negeri ini mengeluarkan pengakuan setelah melalui investigasi yang mendalam.

Para pegiat HAM itu berkoarserupa serigala mendapatkan mangsa, seperti gaok gagak yang menemukan bangkai. Ketika para bandit preman itu berlaku membunuhi orang, memalak di jalanan semau enak mereka, berbuat ricuh dan menyebar kacau yang merusakkkan keamanan dan kenyamanan kota, kemana para peteriak HAM itu? Bukankah ulah para bandit preman itu jika terus dibiarkan justru adalah pelanggaran HAM berat sendiri?

Keempat orang yang ditembaki itu adalah penjahat kelas kakap yang jalan kejahatan mereka telah diketahui umum seluruh Jogja. Mereka telah seperti duri dalam daging, virus perusak yang tak mengenali bertobat. Mereka semua itu adalah residivis yang telah beberakali keluar masuk penjara, mentalitas mereka tak berubah, tetap saja amoral, asusila, dan segala anomali lainnya, menjadi perusak kenyamanan kota Jogja.

Para tentara ini juga tidak asal main seruduk sebagaimana ulah laku para preman bandit itu. Jiwa korsa korps mereka yang memanggil karena merasa telah diinjak dihinakan. Dua kawan sekorps mereka menjadi korban kebiadaban para preman itu, seorangnya di tusuk memakai pisau dan botol yang telah dipecahkan ujung bokongnya, dan seorang lainnya dibunuh secara keji ketika istrinya sedang mengandung tujuh bulan. Maka sebagai yang telah terlatih dan dididik dalam tempur yang keras siapa darahnya tidak tersirap menaik jika mendapati kawanannya diperlakukan dan dihinakan begitu?

Maka silahkan datang di Jogja, spanduk dukungan dan sanjungan ke Kopassus dibentangkan di mana-mana. Spanduk dukungan dan sanjungan itu telah seperti bendera yang dilambaikan sebagai tanda terima kasih dan bersukacita. Terlepas dari cara yang tidak tepat, apa yang dilakukan Kopassus itu paling tidak bisa menyamankan kembali kota Jogja yang dalam beberapa hari ini berkalang gangguan preman.Jogja Nyaman Tanpa Preman.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun