Disetiap musibah bencana alam, selain membangun kembali apa yang hancur oleh bencana, baik itu musibah karena air, api atau gempa bumi, dan letusan gunung merapi, tentu saja yang paling panjang dan repot adalah mengurus pengungsi, terutama seperti musibah gunung Merapi di Daerah Istimewa Jogyakarta ini, yang terus menerus membuat 'kecut' hati dengan segala aktivitasnya yang berkepanjangan.
Banyak korban di daerah bahaya, tidak mau diungsikan dengan alasan di tempat pengungsian mereka lebih banyak susah, ketakutan akan masalah yang dihadapi di tempat penampungan, mengalahkan ketakutan akan bahaya letusan gunung itu sendiri.
Para pengungsi di Posko Kentungan, mengisi waktu dengan senam bersama
Cerita duka dari barak pengungsian, jelas harus kita respon dengan empati, yaitu suatu perasaan yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.
Tetapi kapan kita akan memberdayakan para pengungsi ini, untuk belajar menolong jiwa mereka mengatasi kepedihan ini.? Tentu saja pertolongan berupa makanan dan kebutuhan hidup lainnya, sangat membantu. Tetapi kita harus sadar, ketika kita menempatkan diri sebagai pengungsi, apakah akan terus terlelap dalam keterpurukan.?
Kita harus bangkit.! Singsingkan lengan baju, untuk bapak-bapak yang masih sehat dan kuat, ayoo bangkit bersihkan barak-barak pengungsian, untuk ibu-ibu yang masih sehat, ayoo bantu siapkan dapur umum, anak-anak remaja mengasuh anak-anak balita, semua bahu membahu membantu para relawan bekerja mengatasi keadaan yang menyedihkan ini. Waktu akan cepat berlalu jika kita isi dengan aktivitas, maka jangan biarkan jiwa kita 'kosong' dengan diam meratapi nasib.!
Hidup ini seni berjuang.! itu kalimat klise yang enak dikatakan, tapi bagaimana dengan pelaksanaannya.? 'berjuang untuk tetap hidup', tentu berlainan makna dari kalimat 'hidup dalam perjuangan'.
Bagi korban yang masih terkurung di arena berbahaya, berjuang untuk hidup itu benar-benar, antara hidup dan mati, dia harus terus berjuang keluar dari bahaya yang mengancam hidupnya. Tetapi untuk orang yang sudah terlepas dari arena bahaya, sekarang tiba waktunya untuk hidup dalam perjuangan.!
Perjuangan panjang untuk tetap menikmati hidup menjadi penghuni barak-barak pengungsian, tentu bukan hal yang diimpikan. Tetapi juga bukan hal yang bisa dihindari jika takdir memberi kenyataan ini dalam hidup kita. Disinilah seni hidup dalam perjuangan. Kita tidak bisa selalu mengharapkan bantuan dari luar diri kita untuk membangun jiwa tetap bersemangat untuk melanjutkan hidup. Diri kita sendirilah yang harus membangunkan jiwa yang lesu untuk tegar memandang masa depan.!