Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Seekor Katak yang Terperangkap di Dalam Lubang WC

9 Juni 2012   13:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:11 370 4

Ram sudah memvonis, hidupku tidak akan lama lagi. Ah, Ram sok tahu!. Siapa yang bisa menebak umur?. Tuhan bilang, kita tidak boleh menyerah. Bukan hanya satu, penyakit yang ku derita saling berhubungan. Jantung, Tekanan Darah Tinggi, Kolesterol dan beberapa penyakit lainnya yang belum sempat terdeteksi. Semuanya berkonspirasi untuk membunuhku.

Ram adalah dokter yang sabar. Pria keturunan India berkebangsaan Inggris. Sesering aku meragukan kemampuannya, sesering itu pula aku mengagumi diagnosanya.

“Nick, jangan kau selalu ketergantungan pada obat.” Kata Ram sambil menempelkan ballpointnya pada buku resep.

“Hei Ram, siapa yang membuat pengusaha obat-obatan itu kaya?. Orang seperti aku, Ram!. Si Tua Bangka yang kaya raya!. Ha ha ha.”

Ram diam saja, serius menulis resep.

“Ram, jangan lupa!, aku minta obat yang paling paten yang pernah di ciptakan oleh manusia. Berapapun harganya, bukan masalah buatku. Kau tulis saja obat-obat paten di resep itu!.”

“Hmm, Nick pernah kau dengar bahwa obat yang paling paten adalah pikiran.” Kata Ram menjelaskan.

“Maksudmu, Ram?.”

“Pikiran, Nick. Pikiran yang tenang adalah metode penyembuhan yang efektif. Self Healing, aku pernah baca bukunya, Nick.”

“Kamu percaya bualan itu, Ram?. Oh, Ram buat apa kamu susah payah ambil spesialis?.”

“Sudah waktunya kita berfikir Back to Nature, Nick. Penyembuhan dari diri sendiri dengan menggunakan bahan-bahan dari alam… yang aku yakin, efek sampingnya lebih aman dibandingkan obat-obatan berbahan kimia.”

“Aku bukan kelinci percobaanmu, Ram!.”

“OK, Nick itu juga baru sebuah gagasanku saja.”

Ram memberikan resep yang nantinya harus aku tebus di apotik.

Sedikitnya apa yang Ram sarankan, aku pun setuju. Siapa manusia yang tidak ingin pikirannya tenang?. Dalam sisa hidup ini, seharusnya aku pun sudah hidup tenang. Apalagi yang aku pikirkan?. Bagiku, kelimpahan rejeki ternyata tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan.

Apa yang telah diajarkan oleh para motivator pada saat aku muda dulu ternyata tidak semuanya benar. Raihlah kekayaan materi sebanyak mungkin maka pintu gerbang kebahagiaan telah terbuka untuk kita. Huh, cuma teori basi!. Pada kenyataannya dalam hidup ini terdapat juga, apa yang sering kita sebut sebagai : faktor x. Kebahagiaan adalah perkalian dari kelimpahan rejeki dengan faktor x. Jika faktor x nya nol maka kebahagiaannya pun nol.

Sejak sore ini, perutku mulas-mulas. Aku tidak tahu apa karena salah makan atau pengaruh obat?. Ram pernah bilang, akibat terlalu sering mengkosumsi obat-obatan penurun tekanan darah, endapannya akan mengganggu saluran pencernaan. Apakah ini saatnya endapan-endapan itu mengamuk?. Oh God, mulasnya tak tertahankan.

Aku bergegas ke toilet. Untuk memelorotkan celana saja rasanya sudah tak ada waktu lagi. Kecepatannya seperti kilat, aku berlomba dengan sepersekian detik. Hah, akhirnya...aku bisa duduk, menarik nafas lega lalu…Perutku membuang semua endapan-endapan busuk itu. Baru saja satu tarikan nafas, sesuatu telah membuatku kaget. Entah itu batu, kayu, besi atau mungkin tangan yang telah meninju lubang pembuanganku. Tidak terlalu keras tapi telah membuatku kaget. Jantungku seketika berhenti. Aku terjatuh dari tepi WC, tak sadarkan diri. Mungkin pingsan. Oh, ternyata Tuhan berkehendak lain, setelah berhenti sedetik ternyata jantungku tak di ijinkan berdetak lagi. Nick, saatnya kamu mati. Kata lelaki bersayap yang menjemputku mengangkasa.

Seekor katak yang terperangkap di dalam lubang WC. Entah mekanisme penyelamatan diri apa yang ia pakai?. Katak yang terjepit diantara selangkangan Nick, akhirnya bisa keluar dari dalam lubang WC yang telah memenjarakannya. Katak yang berlumuran kotoran Nick, melompat-lompat. Lompatan kegirangan atau memang cuma melompat-lompat saja yang ia bisa.

Selang beberapa jam, Barbara, wanita yang pelit senyum membuka pintu toilet. Berteriak histeris, ketika menemukan tubuh Nick, suaminya telah terbujur kaku.

Sejam kemudian. Tim forensik, Kepala Unit Kriminalitas beserta staff dari kepolisian tiba di rumah Nick. Kesimpulan sementara, Nick meninggal karena jantung bukan karena pembunuhan, ditubuh Nick tidak ditemukan bekas-bekas penganiayaan. Misteri yang tak terpecahkan adalah ditemukannya kotoran Nick yang berceceran di lantai. Dari lantai toilet menuju ke lorong yang menuju pintu belakang rumah Nick. Lagi-lagi polisi terlalu cepat mengambil kesimpulan, Nick tak tahan buang air besar, hingga berceceran kemana-mana. Wow, kesimpulan yang masuk akal bukan?.

*****

Sebuah pemakaman yang dingin. Pemakaman tanpa sedih dan air mata. Barbara dengan gaun hitam dan topi lebar, hitam berrenda plus kaca mata hitam Aigner-nya menutupi wajah pucat yang pelit senyum. Didampingi Alan, anak sulung disebelah kanannya. Dan Jean, putri bungsunya. Mereka berduapun mengenakan gaun hitam. Dibelakang Barbara, Tuan Cassidy pengacaranya Nick. Lelaki tua yang kalem dan penuh wibawa. Ia hanya tertunduk menekuri gundukan tanah merah yang ada di depannya, yang sebentar lagi akan mengubur mayat, client nya.

Pidato perpisahan yang penuh basa-basi. Dan do’a yang sangat umum dari pendeta. From dust to dust, Hei Nick!, sebentar lagi kau akan jadi debu tapi sebelum itu kau akan dihancurkan oleh cacing tanah dan bakteri pengurai lainnya. Prosesi pemakaman Nick selesai. Tinggal nisan yang betuliskan RIP (dibaca : Rest In Peace) yang menemani Nick.

*****

Tuan Cassidy membacakan surat wasiat yang telah disiapkan oleh Nick semasa hidupnya. Barbara, Alan dan Jean berharap cemas. Cuma Barbara yang bisa menyimpan kegusarannya. Alan dan Jean sangat amatir, mereka terlihat kaku.

Seluruh kekayaan Nick, asuransi, deposito dan saham-sahamnya di beberapa perusahaan besar disumbangkan kepada lembaga-lembaga dan yayasan sosial.

Ram ketiban durian runtuh, cita-citanya untuk mendirikan Pusat Therapy Self Healing akhirnya bisa terwujud. Dengan dana hibah dari Nick, obsesi terbesar Ram yaitu menyatukan metode pengobatan barat dan timur sebentar lagi akan terwujud.

Tuan Cassidy mendapatkan sepuluh persen dari total aset kekayaan Nick, atas pengabdian seumur hidupnya pada Nick.

Barbara, Alan dan Jean semakin tegang mendengar surat wasiat yang dibacakan Tuan Cassidy.

Barbara hanya mendapatkan rumah yang sekarang ditempatinya. Dan tunjangan bulanan yang hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga sederhana. Pesan Nick pada Barbara, “Barbara, selamat menikmati kehidupan sosialitamu yang lebih kamu cintai dari pada aku, suamimu.”

Alan hanya mendapatkan jam saku Cartier yang antik. Dan sebuah pesan singkat dari Nick, “Al, waktu itu seperti pedang, kalau kau tak pandai menggunakannya, maka ia akan membunuhmu.”

Shit!, fuck you, Dad!.” Alan tak bisa menahan kemarahannya.

Jean mendapatkan dana pendidikan. Jean bisa meneruskan kuliahnya, terserah dimana Jean mau. Dana pendidikan yang lumayan besar disediakan Nick untuk Jean, putri bungsunya. Tapi sayang, dana itu hanya untuk pendidikan dan tak bisa di uangkan.

Selesai membacakan surat wasiat, Tuan Cassidy pun pamit pergi.

Alan yang sedari tadi sudah kesal, akhirnya ia pun menumpahkan kemarahannya. “Hei, Mom, harusnya aku yang dapat bagian paling besar. Bukan orang lain, Mom!. Karena akulah yang taruh katak itu di lubang WC.”

Barbara diam, wajahnya yang pucat semakin beku memandang Alan tajam.

Jean melongo, mulutnya membentuk huruf O. Matanya memandang kaget ke wajah Alan.

“Bukankah kalian juga menginginkan kematian Papa?.” Tanya Alan pada Barbara dan Jean.

Barbara tanpa sepatah kata, meninggalkan Alan. Jean pun ikut meninggalkan Alan tapi ia pergi ke arah yang berbeda dengan Barbara.

Tinggal Alan sendirian yang merasa bersalah. “Hei, hei, cepat atau lambat bukankah Papa akan mati juga?.” Alan berteriak-teriak ke arah Barbara dan Jean.

Don’t be naif !, bukankah kalian juga senang dengan kematian Papa?. Hahahaha … .”

*****

sumber gambar :  cafleurebon.com

Kutu Kata si Kutu Buku Rangkat, Seekor Katak Yang Terperangkap Di Dalam Lubang WC, 09062012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun