Karena tak ada seorangpun yang pernah bertemu, bertatap muka, atau berbicara dengan-Nya, tidak mengherankan bila terdapat banyak pemahaman tentang Tuhan. Seperti tergambar dalam pemahaman Tuhan dalam agama-agama terorganisir, terkadang di antara agama yang satu dengan yang lainnya saling berbeda.
Proses mencari Tuhan yang sejati adalah proses perjalanan panjang seusia manusia ini ada. Nama dan definisi Tuhan datang dan pergi, silih berganti. Tuhan yang baik pernah lahir, dan Tuhan jahat juga pernah lahir. Sejatinya, percaya pada Tuhan yang baik akan menumbuhkan kebaikan, percaya pada Tuhan yang jahat akan membuncahkan kejahatan.
Dalam pemahaman beberapa agama, Tuhan itu toleran, mencintai, dan inklusif, tetapi bagi yang lainnya Tuhan itu pencemburu, posesif, dan eksklusif. Nampaklah bahwa ada titik-titik pemahaman yang berbeda di antara orang-orang yang berbeda. Seperti kutub-kutub yang saling berlawanan, aneh.
Satu hal yang sama di antara pemahaman tentang Tuhan tersebut adalah pemahaman bahwa Tuhan itu ESA atau tunggal. Benarkah Tuhan itu Esa? Apalagi ada kepercayaan terorganisir yang dengan bangganya memamerkan bahwa Tuhannya adalah Tuhan yang paling-paling-paling Esa. Sehingga kepercayaan terorganisir ini mengkhayalkan: Inilah kebenaran sejati.
Saya menghormati pemahaman siapapun, apapun, dan bagaimanapun tentang Tuhan. Tetapi bagi saya, tidak benar Tuhan itu Esa. Tuhan itu ada sebanyak orang memikirkannya. Jika ada 3 milyar orang yang percaya pada Tuhan di dunia ini, maka ada 3 milyar pemahaman tentang Tuhan.
Tetapi bukan berarti Tuhan itu banyak, sebab kata 'BANYAK' sendiri adalah sebuah batasan. Tuhan melampaui semua batasan. Jadi, tidak benar Tuhan itu Esa, sebab kata 'ESA' juga adalah sebuah batasan. Tuhan melampaui semua batasan. Dia ada dan melampaui segalanya. Dia adalah adikodrati yang absolut.
Ketahuilah bahwa Tuhan tidak bisa dimengerti secara sempurna oleh manusia. Sederhana saja, bisakah manusia yang relatif memahami keseluruhan kesejatian Tuhan yang absolut?
- edit & repost